Jumat, 10 Mei 2013

Pewarna Bahan Pangan


Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat tergantung pada beberapa faktor, seperti cita rasa, tekstur, dan nilai gizinya, juga sifat mikrobiologis. Tetapi, sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secar visual faktor warna tampil lebih dahulu, dan kadang-kadang sangat menentukan.
            Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata.
Zat warna yang sudah sejak lama dikenal dan digunakan, misalnya daun pandan atau daun suji untuk warna hijau dan kunyit untuk warna kuning. Kini dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi telah ditemukan zat warna sintetis, karena penggunaannya lebih praktis dan harganya lebih murah.
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan suatu bahan pangan berwarna, antara lain dengan penambahan zat pewarna. Secara garis besar, berdasrkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk dalam golongan bahan tambahan pangan, yaitu pewarna alami dan pewarna sintetis.

A.     Pewarna Alami
Banyak warna cemerlang yang dipunyai oleh tanaman dan hewan dapat digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami ikut menyumbangkan nilai nutrisi (karotenoid, riboflavin, dan kobalamin), merupakan bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa karamel ke bahan olahannya.
            Konsumen dewasa ini banyak menginginkan bahan alami yang masuk dalam daftar diet mereka. Banyak pewarna olahan yang tadinya menggunakan pewarna sintetik berpindah ke pewarna alami. Sebagai contohnya serbuk beet menggantikan pewarna merah sintetiuk FD fan C No.2. Namun, penggantian dengan pewarna alami secara keseluruhan harus menunggu para ahli untuk dapat menghilangkan kendala, seperti bagaimana menghilangkan rasa beet-nya, mencegah penggumpalan dalam penyimpanan, dan menjaga kestabilan dalam penyimpanan. Beberapa pewarna alami yang berasal dari tanaman dan hewan diantaranya adalah klorofil, mioglobin, dan hemoglobin, anthosianin, flavonoid, tannin, betalain, quinon dan xanthon, serta karotenoid.

Tabel 3.1 Sifat-Sifat Bahan Pewarna Alami
Kelompok
Warna
Sumber
Kelarutan
Stabilitas
Karamel
Cokelat
Gula dipanaskan
Air
Stabil
Anthosianin
Jingga merah biru
Tanaman
Air
Peka terhadap panas
Flavonoid
Tanpa kuning
Tanaman
Air
Stabil terhadap panas
Leucoanthosianin
Tidak berwarna
Tanaman
Air
Stabil terhadap panas
Tannin
Tidak berwarna
Tanaman
Air
Stabil terhadap panas
Batalain
Kuning, merah
Tanaman
Air
Sensitif terhadap panas
Quinon
Kuning-hitam
Tanaman bakteria lumut
Air
Stabil terhadap panas
Xanthon
Kuning
Tanaman
Air
Stabil terhadap panas
Karotenoid
Tanpa kuning- merah
Tanaman/hewan
Lipida
Stabil terhadap panas
Klorofil
Hijau, cokelat
Tanaman
Lipida dan Air
Sensitif terhadap panas
Heme
Merah, cokelat
Hewan
Air
Sensitif terhadap panas

B.      Pewarna sintetis
Di negara maju, suatu zat pewarna buatan harus melalui berbagai prosedur pengujian sebelum dapat digunakan sebagai pewarna pangan. Zat pewarna yang diizinkan penggunaannya dalam pangan disebut sebagai permitted color atau certified color.
            Zat warna yang akan digunakan harus menjalani pengujian dan prosedur penggunaannya, yang disebut proses sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analismedia terhadap zat warna tersebut.
            Proses pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat warna organik sebelum mencapai produk akhir, harus melalui suatu senyawa antara dulu yang kadang-kadang berbahaya dan seringkali tertinggal dalam hal akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya. Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,0004 persen dan timbal tidak boleh lebih dari 0,0001; sedangkan logam berat lainnya tidak boleh ada.
            Di Indonesia peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diinginkan dan dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan pangan.
            Akan tetapi, seringkali terjadi penyalahgunaan zat pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Hal ini jelas berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, dan disamping itu harga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk pangan. Hal ini disebabkan bea masuk zat pewarna untuk bahan pangan jauh lebih tinggi daripada zat pewarna bahan nonpangan. Lagi pula, warna dari zat pewarna tekstil atau kulit biasanya lebih menarik.

Tabel 3.2 Bahan Pewarna Sintetis yang Diizinkan di Indonesia

Pewarna
Nomor Indeks Warna (C.I.No.)
Batas Maksimum Penggunaan
Amaran
Amaranth : Cl Food Red 9
16185
Secukupnya
Biru berlian
Brilliant blue FCF : Cl
42090
Secukupnya
Eritrosin
Food red 2 Erithrosin : Cl
45430
Secukupnya
Hijau FCF
Food red 14 Fast green FCF : Cl
42053
Secukupnya
Hijau S
Food green 3 Green S : Cl.Food
44090
Secukupnya
Indigotin
Green 4 Indigotin : Cl.Food
73015
Secukupnya
Ponceau 4R
Blue I Ponceau 4R : Cl
16255
Secukupnya
Kuning
Food red 7
74005
Secukupnya
Kuinelin
Quineline yellow Cl. Food yellow 13
15980
Secukupnya
Kuning FCF
Sunset yellow FCF Cl. Food yellow 3
-
Secukupnya
Riboflavina
Tartrazine
Riboflavina
Tartrazine
19140
Secukupnya
Sedangkan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Soleh (2003), menunjukan bahwa dari 25 sampel makanan dan minuman jajanan yang beredar diwilayah kota Bandung, terdapat 5 sampel yang positif mengandung zat warna yang dilarang oleh pemerintah, yaitu Rhodamin B (produk sirup jajanan, kerupuk dan terasi merah), sedangkan untuk methnyl yellow tidak terdapat dalam sampel.
            Beberapa pedangang karena ketidaktahuannya telah menggunakan beberapa bahan pewarna yang dilarang untuk bahan pangan seperti Rhodamin B, Methnyl yellow, dan amaranth. Dari 251 jenis minuman yang diambil contoh, ternyata rhodamin B , diBogor sebanyak 14,5% dan Rangkasbitung  17 % sedangkan dikota-kota kecil dan didesa-desa 24% minuman yang berwarna merah ternyata mengandung rhodamin B. Tetapi, beberapa pedagang ada pula yang mengunakan pewarna alami, sepeti karamel, coklat, dan daun suji

Tabel 3.3 Bahan Pewarna Sintetis yang Dilarang di Indonesia

Bahan Pewarna
Nomor Indeks Warna (C.l.No.)
Citrus red No.2

12156
Ponceau 3R
(Red G)
16155
Ponceau SX
(Food Red No.1)
14700
Rhodamine B
(Food Red No.5)
45170
Guinea Green B
(Acid Green No.3)
42085
Magenta
(Basic Violet No.14)
42510
Chrysoidine
(Basic Orange No.2)
11270
Butter Yellow
(Solveent Yellow No.2)
11020
Sudan I
(Food Yellow No.2)
12055
Methanil Yellow
(Food Yellow No.14)
13065
Auramine
(Ext. D & C Yellow No.1)
41000
Oil Oranges SS
(Basic Yellow No.2)
12100
Oil Oranges XO
(Solvent Oranges No.7)
12140
Oil Yellow AB
(Solvent Oranges No.5)
11380
Oil Yellow OB
(Solvent Oranges No.6)
11390

Sedangkan penelitian yang lakukan oleh YLKI pada  tahun 1990 terhadap pangan jajanan di  daerah Jakarta dan Semarang, menunjukan bahwa  pisang molen dan manisan kedondong yang dijual diwilayah Jakarta setelah diuji ternyata positif mengandung methnyl yellow , dan didalam limun merah yang diuji terdapat amaranth.Sedangkan diSemarang, minuman yang mengandungRhodamin B ternyata mencapai 54,55 % dari 22 contoh yang  diuji, dan 31, 82% dari 44 contoh pangan yang diuji juga positif mengunakan pewarna terlarang seperti rhodamin B , methnyl yellow , atau orange RN. 1.


Tabel 3.4 Daftar Pewarna Pangan yang Terdapat dalam Jenis Minuman yang Diambil Contoh

Warna
Zat Pewarna Buatan
Jenis Minuman
Merah
Carmoissine
Es ampere, es limun
Merah
Rhodamin B
Es campur, es cendol, es kelapa, es sirup, es cincau
Merah
Amaranth
Es campur
Merah
Scarlet 4R
Es campur
Kuning
Tartazine
Es limun, es sirup
Kuning
Sunset Yellow
Es limun, es sirup, es campur
Kuning
Methanil Yellow
Es sirup
Hijau
Fast Green FCF
Es limun, es cendol
Biru
Brilliant Blue
Es mambo

Menurut Joint FAC/WHO Expert Committee on Food Additives(JECFA) zat pewarna buatan dapat digolongkan dalam beberapa kelas berdasarkan rumus kimianya, yaitu azo,triarilmetana, quinolin, xanten, dan indigoid. Sedangkan berdasarkan kelarutannya dikenal dua macam pewarna buatan, yaitu dyes dan lakes.
Kelas azo merupakan zat warna sintetis yang paling banyak jenisnya dan mencakup warna kuning, merah, ungu, dan cokelat; sedangkan kelas triarilmetana yang mencakup warna biru dan hijau.
Kelas azo terdiri dari :
-          Mono azo R-N = N-
-          Biazo R-N=N- - N=N-
 dan  adalah gugus aromatik (untuk tartrazin ringpirazoion)

Tabel 3.5 Kelas-Kelas Zat Pewarna Buatan Menurut JECFA

Nama
Warna
Azo :

1.      Tartrazin
Kuning
2.      Sunset Yellow FCF
Oranye
3.      Allura Red AC
Merah (kekuningan)
4.      Ponceau 4R
Merah
5.      Red 2G
Merah
6.      Azorubine
Merah
7.      Fast Red E
Merah
8.      Amaranth
Merah (kebiruan)
9.      Brilliant Black BN
Ungu
10.  Brown FK
Kuning cokelat
11.  Brown HT
Cokelat
Triarilmetana :

12.  Brilliant Blue FCF
Biru
13.  Patent Blue V
Biru
14.  Green S
Biru kehijauan
15.  Fast Green FCF
Hijau
Quinolin

16.  Quinoline Yellow
Kuning kehijauan
Xanten

17.  Erythrosine
Merah
Indigoid

18.  Indigotine
Biru kemerahan



Tabel 3.6 Pewarna Pangan (Sintetik) “Certified” Jenis Dyes dan Lakes
Tipe Daftar Permanen
Tipe Daftar Provisional
FD & C Red No.3
FD & C Yellow No.
FD & C Blue No.2
FD & C Yellow No. 6 Lakes
FD & C Yellow No.5
FD & C Red No. 3 Lakes
FD & C Green No. 3
FD & C Red No. 1 Lakes
FD & C Blue No. 1
FD & C Blue No. 2 Lakes
FD & C Red No. 401
FD & C Green No. 3 Lakes
FD & C Red No. 40 Lakes
FD & C Yellow No. 5 Lakes
Oranges

Citrus Red No.


Keterangan :
Terdapat secara pemisahan atau provisional terhitung mulai Januari 1986
a.      Menunggu publikasi FDA colour additives scientific review panel report.
b.      Hanya untuk pewarnaan kulit/permukaan sosis atau frakfurter dengan konsentrasi maksimum 150 ppm (satuan berat).
c.       Hanya untuk pewarnaan kulit jeruk yang tidak akan diolah lebih lanjut, dengan konsentrasi maksimum 2 ppm (satuan berat).

Sedangkan kelas triarilmetana mengandung gugus M dan  berupa gugus aliftik atau benzil dan R adalah ring aromatis yang mengandung muatan negatif yang dapat memungkinkan pembentukan garamnya. Kelarutannya dalam air dihasilkan dengan masuknya gugus –  (atau gugus-COONa untuk erotrosin) pada saat proses pengujiannya.
      Zat warna yang termasuk golongan dyes telah melalui prosedur sertifikasi yang ditetapkan oleh US-FDA. Sedangkan zat warna lakes yang hanya terdiri dari satu warna, tidak merupakan warna campuran, juga harus mendapat sertifikat. Dalam certified colour terdapat spesifikasi yang mencantumkan keterangan yang penting mengenai zat pewarna tertentu, misalnya bentuk garam, kelarutan, dan residu yang terdapat didalamnya.

Tabel 3.7  Zat Pewarna Alami yang Diizinkan Terdapat dalam Pangan di Amerika Serikat Berlaku Mulai Januari 1986

Jenis Pewarna
Pembatasan
Tepung algae, kering
Hanya untuk pangan unggas
Ekstrak annato
t.a
Beta-apo-8’-karotenal
15 mg/lb atau/pt
Beta-karoten
t.a
Tepung bit
t.a
Canthaxanthin
30 mg/lb atau/pt
4,4 mg.kg (pangan unggas)

Karamel
t.a
Minyak wortel
t.a
Ekstrak cochineal
t.a
Minyak endosperma jagung
Hanya untuk pangan unggas
Tepung biji kapas
t.a
Ferrous gluconate
Hanya untuk mewarnai buah zaitun
Jus buah-buahan
t.a
Ekstrak warna anggur
Hanya untuk minuman nonbeverage
(enocianiana)
Untuk minuman bekarbonat
Minuman beralkohol

Iron oxide, sintetis
Hanya untuk pangan anjing
Kucing (Maksimum 0.25%)
t.a
Paprika dan oleoresin paprika
t.a
Riboflavin
t.a
Saffranon
Hanya untuk pangan unggas
Tepung dan ekstrak pengujian
Maksimum 1%
(Aztec marigoid)

Titanium dioksida
t.a
Tumeric dan tumeric aleoressin
Untuk mewarnai garam bagi pangan
Ultramarine blue
Ternak (maksimum 0,05%)
Sari sayur-sayuran
t.a
Keterangan : t.a = tidak ada pembatasan

Pada tahun 1986 tercatat sudah 40 macam zat pewarna pangan yang diizinkan oleh US-FDA, dan dapat digolongkan kedalam 9 jenis dyes dan 7 lakes dan sisanya terdiri dari pewarna alami dan pewarna identik alami.
      Pewarnaan identik alami adalah pewarna yang dihasilkan dengan cara sintesis kimia, jadi bukan dengan cara ekstraksi atau isolasi, akan tetapi mempunyai komposisi yang identik dengan pewarna alami. Jenis yang sudah banyak diproduksi, antara lain beta karoten, cantoxantin, apo karotenal.

1.      Dyes
Dyes adalah zat pewarna yang umumnya bersifat larut dalam air, sehingga larutannya menjadi berwarna dan dapat digunakan untuk mewarnai bahan. Pelarut yang dapat digunakan selain air adalah propelin glikol, gliserin, atau alkohol; sedangkan dalam semua jenis pelarut organik, dyes tidak dapat larut. Dyes terdapat dalam bentuk bubuk, granula, cairan, canpuran warna, pasta, dan dispersi.
            Zat warna ini stabil dalam berbagai macam penggunaan dalam pangan. Dalam bentuk kering, tidak memperlihatkan adanya kerusakan. Tetapi, warna ini dapat menjadi tidak stabil bila dalam pangan tersebut terkandung bahan-bahan pereduksi atau pangan tersebut berprotein dan diproses dalam retort pada suhu tinggi, juga jika zat warna tersebut kontak dengan logam (seng, timah, aluminium, atau tembaga). Dalam minuman yang mengandung asam askorbat (bahan perduksi) dalam batas tertentu, perubahan warnanya menjadi pucat dapat dicegah dengan menambahkan ethylen diamintetra acid.
            Pada umumnya, penggunaan dyes dilakukan untuk mewarnai roti dan kue, produk-produk susu, kulit sosis, kembang gula, drymixes, minuman ringan, minuman berkarbonat, dan lain-lain.  Setiap penggunaan memerlukan dyes dalam bentuk tertentu, misalnya bentuk bubuk atau granula untuk mewarnai minuman ringan pasta atau dispersi untuk roti kue, kembang gula, dan cairan untuk produk-produk susu.
            Konsentrasi pemakaian tidak dibatasi secara khusus, tetapi di Amerika Serikat disarankan agar digunakan dengan memperhatikan Good Manufacturring Practices (GMP), yang pada prinsipnya dapat digunakan dalam jumlah yang tidak melebihi keperluan untuk memperoleh efek yang diinginkan, jadi rata-rata kurang dari 300 ppm. Tetapi dalam praktiknya ternyata digunakan konsentrasi antara 5-600 ppm. Umumnya dalam industri pengolahan pangan menimbulkan warna yang tidak wajar pada produk. Selain itu, juga akan memengaruhi harga produk akhir.

2.      Lakes
Zat pewarna ini dibuat melalui proses pengendapan dan absorpsi dyes pada radikal (Al atau Ca) yang dilapisi dengan aluminium hidrat (alumina). Lapisan alumina ini tidak larut dalam air, sehingga lakes ini tidak larut pada hampir semua pelarut. Pada pH 3,5-9,5 stabil, dan diluar selang tersebut lapisan alumina pecah sehingga dyes yang dikandungnya terlepas.
Kandungan dyes dalam lakes disebut pure dyes contents (pdc). Lakes umumnya mengandung 10-40% dyes murni. Sesuai dengan sifatnya yang tidak larut dalam air, maka zat pewarna ini digunakan untuk produk-produk yang tidak boleh terkena air. Sehingga seringkali lakes lebih baik digunakan untuk produk-produk yang mengandung lemak dan minyak dan produk yang padat airnya rendah sehingga tidak cukup untuk melarutkan dyes, misalnya tabet, tablet yang diberi pelapisan (coating), icing, pelapisan pondan, pelapis berminyak, campuran adonan kue dan donat, permen, permen karet, dan lain-lain. Pemakaian lakes dapat dilakukan dengan cara mendispersikan zat warna tersebut dengan serbuk pangan sehingga pewarnaan akan terjadi, seperti halnya mencampurkan pigmen ke dalam cat.
      Dibandingkan dengan dyes, maka lakes pada umumnya bersifat lebih stabil terhadap cahaya, kimia, dan panas sehinggaharga lakes pada umumnya lebih mahal daripada harga dyes.
      Pada tahun 1959 pemakaian lakes mulai diizinkan oleh US-FDA dan penggunaannya meluas dengan cepat. Akan tetapi, sampai saat ini FDA belum menetapkan peraturan pemakaian lakes untuk pangan, sehingga semua pewarna lakes masih termasuk dalam daftar profesional, yaitu yang belum disetujui untuk dimasukkan ke dalam daftar permanen pewarna untuk pangan, terkecuali FD dan C Red No. 40 lakes.

C.      Efek Terhadap Kesehatan
Bahan pewarna sintetis yang telah dihasilkan oleh para ahli kimia berasal dari coal-tar yang jumlahnya ratusan. Perwarna buatan sangat disenangi oleh para ahli teknologi untuk pewarnaan barang-barang industri, baik untuk industri pangan maupun industri nonpangan. Meskipun sebenarnya beberapa pewarna tersebut bersifat toksik.
            Mula-mula para ahli teknologi ini tidak memikirkan pewarna buatan/sintetis coal-tar ada yang berbahaya bagi kesehatan manusia, dalam kenyataannya bahkan ada yang bersifat karsinogenik. Oleh karena itu, perlu diadakan pemisahan antara pewarna yang hanya digunakan untuk industri nonpangan. Akan tetapi masih sering terjadi penyalahgunaan pewarna sintetis nonpangan untuk pangan.
      Bahan pewarna sintetis coal-tar dyes dibagi menjadi dua golongan, yaitu
a.      Diizinkan penggunaannya dalam pembuatan pangan acid dyes (bahan pewarna pangan sintetis asam), larut dalam air bahan pewarna pangan sintetis yang larut dalam minyak.
b.      Tidak diizinkan penggunaannya dalam pembuatan bahan pangan :
-        Acid dyes (bahan pewarna pangan sintetis asam) yang larut dalam air.
-        Basic dyes (bahan pewarna pangan sintetis basa) yang larut dalam air.
-        Bahan pewarna pangan yang larut dalam minyak.

Pemakaian bahan pewarna sintetis dalam pangan walaupun mempunyai dampak positif bagi produsen dan konsumen, diantaranya dapat membuat suatu pangan lebih menarik, meratakan warna pangan, dan mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan, ternyata dapat pula menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan mungkin memberi dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Beberapa hal yang mungkin memberi dampak negatif tersebut terjadi bila :
a.      Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil, namun berulang.
b.      Bahan pewarna sintetis dimakan dalam jangka waktu lama.
c.       Kelompok masyarakat luas dengan daya tahan yang berbeda-beda, yaitu tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan,  mutu pangan sehari-hari, dan keadaan fisik.
d.      Berbagai lapisan masyarakat yang mungkin menggunakan bahan pewarna sintetis secara berlebihan.
e.      Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedangang bahan kimia yang tidak memenuhi persyaratan.
          Absorpsi       Ekskresi (faeces)


Senyawa Terikat


Senyawa tidak terikat
Biotransformasi
  dan konjugasi                                                                       
    (jaringan)                                                                                             Tempat
                                                                                                            penyimpanan
                                                                                                                (jaringan)                         Sirkulasi
    enterohepatik
       (empedu)

                                                                       
                                                                         Ginjal                   Kandung kemih (urine)


Gambar 3.1 Skema Absorpsi, Distribusi, Metabolisme, dan Ekskresi Zat Pewarna (Schanker, 1964) dalam Cornellius, B., (1984)

Zat warna yang dimetabolisme dan atau dikonjugasi dihati, selanjutnya ada juga yang ke empedu memasuki jalur sirkulasi enterohepatik. Zat warna azo yang larut dalam air diekskresi secara kuantitatif melalui empedu, sedangkan yang larut dalam lemak diabsorpsi sempurna tanpa metabolisme dalam usus, melainkan dimetabolisme dalam hati oleh azi-reduktase membentuk amin primer yang sesuai, atau dapat juga dihidrolisis dan N atau O-dealkilasi oleh enzim mikrosomal hati, atau diikat oleh protein-protein hati. Senyawa yang merupakan metabolit polar cepat dieliminasi lewat urine. Beberapa senyawa azo, terurai padaikatan azo-nya membentuk ikatan aminonaftol. Misalnya, Citrus Red No. 2 dalam ekskresinya pada urine tikus yang telah diberi makan zat warna tersebut, ternyata menjadi senyawa 1-amino-2-naftilsulfat dan 1-amino-naftilglukuronida (Cornelius B.,1984).
            Dr. Kinosita telah melihat adanya efek karsinogenik pada iritasi kimia. Salah satu percobaannya adalah dengan cara memberi makanan hewan-hewan percobaan dilaboratorium dengan senyawa-senyawa zat warna yang dianggap karsinogen. Untuk dosis ± 3 mg/hari pada tikus-tikus, sebagian mati sebelum 30 hari, sisanya yang mampu bertahan sampai hari ke-150, telah terkena macam-macam tumor hati, dengan dosis kecil pun (± 1 mg/hari) pada semua tikus berkembang tumor hati, dalam hal ini zat warna yang digunakan adalah butter yellow. Keadaan kanker pasti terjadi sesudah adanya iritasi pada tubuh tikus. Tahap demi tahap dicoba dengan sungguh-sungguh meneliti bagaimana, kapan, dan dimana kanker terjadi.
            Efek kronis yang diakibatkan zat warna azo yang dimakan dalam jangka waktu lama, pada percobaan dipakai ortoaminoazo-toluen yang menyebabkan kanker hati. Selain senyawa-senyawa azo lain mengakibatkan kanker walaupun efeknya lebih kecil dan waktunya lebih lama. Dan para ilmuwan pada umumnya mempergunakan zat warna azo dalam penelitiannya, karena hampir 90% dari bahan pewarna pangan terdiri dari zat warna azo.
            Zat warna di absorpsi dari dalam saluran pencernaan makanan dan sebagian dapat mengalami metabolisme oleh mikroorganisme dalam usus. Dari saluran pencernaan dibawa langsung ke hati, melalui vena portal atau melalui sistem limpatik ke vena kava superior. Didalam hati, senyawa dimetabolisme dan atau dikonjugasi, lalu ditransportasikan ke ginjal untuk diekskresikan bersama urine. Senyawa-senyawa tersebut dibawa dalam aliran darah sebagai berikut : (1) sebagai molekul-molekul yang tersebar dan melarut dalam plasma, (2) sebagai molekul-molekul yang terikat reversibel dengan protein dan konstituen-konstituen lain dalam serum, dan (3) sebagai molekul-molekul bebas atau terikat tanpa mengandung eritrosit dan unsur-unsur lain dalam pembentukan darah.

D.     Analisis Bahan Pewarna Sintetis
Telah diketahui berbagai jenis pangan dan minuman yang beredar di Indonesia, baik secara sengaja maupun tidak disengaja telah diwarnai dengan pewarna tekstil atau yang bukan food grade, yang tidak diizinkan digunakan dalam pangan. Pewarna-pewarna tersebut memang lebih banyak digunakan untuk tekstil, kertas, atau kulit.
            Seperti telah diketahui, berdasarkan beberapa penelitian telah dibuktikan bahwa beberapa pewarna tekstil yang tidaK diizinkan tersebut bersifat racun bagi manusia sehingga dapat membahayakan kesehatan konsumen, dan senyawa tersebut mempunyai peluang dapat menyebabkan kanker pada hewan-hewan percobaan.
            Laboratorium penelitian yang sudah maju, analisis pewarna pangan sudah rutin dilakukan dengan berbagai metode, teknik, dan cara. Sebagian besar dari cara analisis tersebut masih berdasarkan suatu prinsip kromatografi ataupun menggunakan alat spektrofotometer. Cara tersebut digunakan untuk mendeteksi zat pewarna tersebut secara teliti, karena itu minimal diperlukan fasilitas yang cukup serta dituntut tersedianya pelarut organik yang biasanya cukup mahal harganya. Disamping itu, teknik tersebut juga memerlukan waktu yang cukup lama.
            Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mencari metode yang praktis, tetapi teliti untuk mengidentifikasi adanya pewarnaan sintetis dan bila perlu dapat membedakan jenis pewarna sintetis dalam pangan. Hal tersebut penting sekali bagi laboratorium pangan, pembuat kebijaksanaan, dan organisasi pelindung konsumen agar mempunyai suatu teknik atau metode  analisis yang cepat kerjanya dan dapat membedakan antara zat pewarna pangan dengan pewarna tekstil. Teknik analisis tersebut seyogianya yang cukup sederhana sehingga mudah dilakukan ditingakt rumah tangga dan dilapangan bagi penjual zat pewarna atau penjual pangan. Adanya kebutuhan yang mendesak tersebut juga ditegaskan oleh JECFA..
1.      Teknik Analisis Sederhana
Babu, S. dan Indushekhar, S., (1990), dari NIN Hyderabad India, telah melaporkan hasil penelitiannya, bahwa deteksi zat pewarna sintetis dapat dilakukan secara sederhana dan dengan menggunakan peralatan yang sederhana, seperti gelas, air, dan kertas saring. Sehingga tidak diperlukan adanya pelarut ataupun memerlukan tersedianya peralatan khusus. Metode dapat dikerjakan di rumah maupun di lapangan. Keistimewan atau keuntungan penting dari metode tersebut karena cara analisisnya tidak membutuhkan ketersediaan zat pewarna-pewarna standar apapun.
            Ide dari metode sederhana itu didasarkan pada kemampuan zat pewarna tekstil yang berbeda dengan zat pewarna pangan sintetis, diantaranya karena daya kelarutannya dalam air yang berbeda. Zat pewarna tekstil seperti Rhodamin B (merah), methanil yellow (kuning), dan malachite green (hijau), bersifat tidak larut dalam air.
Sedangkan prinsip kerjanya adalah kromatografi dengan pelarut air (PAM, destilasi, atau air sumur). Setelah zat pewarna diuji di ujung kertas rembesan (elusi), air dari bawah akan mampu menyeret zat-zat pewarna yang larut dalam air (zat pewarna pangan) lebih jauh dibandingkan dengan zat pewarna tekstil.
            Cara kerja analisis tersebut adalah melarutkan suatu zat pewarna yang dicurigai kedalam air destilasi, shingga diperoleh konsentrasi 1,0 mg/ml atau 1 g/l, kemudian larutan tersebut diujikan (spot) pada ± 2 cm dari ujung kertas saring yang berukuran 20×20 cm. Selanjutnya, kertas saring tersebut dimasukkan ke dalam gelas yang telah diisi air secukupnya (diletakkan 1-1,5 cm dari dasar gelas). Air akan dihisap secara kapiler atau merembes ke atas, dan air dibiarkan merembes sampai  tinggi gelas. Kertas saring diangkat dan dikeringkan di udara. Setelah kering, kertas dilipat dua dan dilipat lagi menjadi tiga, sehingga terdapat 8 bagian antara spot asli dan batas pelarut. Seluruh analisi itu dapat selesai kurang dari 1,5 jam. Hasilnya, zat pewarna tekstil tidak bergerak pada tempatnya.
            Keunggulan cara ini praktis untuk mengecek atau mengidentifikasi zat warna dan kemasan yang akan digunakan untuk mengolah pangan secara spesifik. Bila akan menganalisis zat warna yang terdapat dalam pangan, harus diekstraksi dulu sehingga mendapatkan larutan dengan konsentrasi 1 g/l zat pewarna.

Tabel 3.8 Pembagian Pewarna Sintetis Berdasarkan Kemudahannya Larut dalam Air

Pewarna Sintetis
Warna
Mudah Larut dalam Air
Rhodamin B
Merah
Tidak
Methanil Yellow
Kuning
Tidak
Malachite Green
Hijau
Tidak
Sunset Yellow
Kuning
Ya
Tartrazine
Kuning
Ya
Brilliant Blue
Biru
Ya
Carmosine
Merah
Ya
Erythrosine
Merah
Ya
Fast Red E
Merah
Ya
Amaranth
Merah
Ya
Imdigo Carmine
Biru
Ya
Ponceau 4R
Merah
Ya

Keunggulan lain dari metode sederhana tersebut tidak diperlukannya standar pembanding (kecuali ingin mendeteksi zat warna apa). Akan tetapi, hasil uji dengan metode tersebut perlu dikonfirmasi lebih lanjut dengan uji yang dikerjakan di laboratorium dengan menggunakan metode konvensional. Sehingga dapat benar-benar diyakini bahwa bahan pewarna tersebut tidak mengandung dyes tekstik. Hal itu penting karena terkadang hasil penelitian terbaru dapat mencabut izin pemakaian bahan pewarna tertentu yang sebelumnya tercantum didalam daftar pewarna yang diizinkan, seperti yang terjadi di India mengenai pemakaian Fast Red E. Metode sederhana itu telah sukses dicoba di India pada beberapa obat dan kosmetik untuk diidentifikasi apakah terdapat dyes tekstil yang ditambahkan.

2.      Analisis Zat Warna yang Dilarang (Rhodamin B dan Methanyl Yellow)
a.      Cara Reaksi Kimia (SNI,1992)
Cara reaksi kimia dilakukan dengan cara menambahkan pereaksi-pereaksiberikut : HCl pekat,  pekat, NaOH 100%, dan  10%. Lalu diamati reaksi apa yang terjadi (reaksi perubahan warna) pada masing-masing sampel yang sudah dilakukan pemisahan dari bahan-bahan pengganggu (matriks).
b.      Cara Kromatografi Kertas (Charles, J.P.S., 1990, dan Tri Indraswari, W., 2000)
Sejumlah cuplikan 30-50 g ditimbang dalam gelas kimia 100 mi, ditambahkan asam asetat encer kemudian dimasukkan benang wool bebas lemak secukupnya, lalu dipanaskan diatas nyala api kecil selama 30 menit sambil diaduk. Benang wool dipanaskan dari larutan dan dicuci dengan air dingin berulang-ulang hingga bersih. Pewarna dilarutkan dari benang wool dengan penambahan ammonia diatas 10% diatas penangas air hingga sempurna. Larutan  bewarna yang dapat dicuci lagi dengan air hingga bebas amonia.
Totolkan pada kertas kromatografi, juga totolkan zat warna pembanding yang cocok (larutan pekatan yang berwarna merah gunakan pewarnazat warna merah). Jarak rambatan elusi 12 cm dari tepi bawah kertas. Elusi dengan eluen I (etilmetalketon: aseton: air= 70: 30: 30) dan eluen II (2 g NaCl dalam 100 ml etanol 50%). Keringkan kertas kromatografi diudara pada suhu kamar. Amati bercak-bercak yang timbul.
            Perhitungan/penentuan zat warna dengan cara mengukur nilai Rf dari masing-masing bercak tersebut, dengan cara membagi jarak gerak zat terlarut oleh jarak zat pelarut.
Rf =

E.      Bahaya Efek Samping Pewarna Buatan
Beberapa studi ilmiah telah mengaitkan penggunaan pewarna buatan dengan hiperaktivitas pada anak-anak. Hiperaktivitas adalah suatu kondisi di mana anak mengalami kesulitan untuk memusatkan perhatian dan mengontrol perilaku mereka.
Pada bulan November 2007, sebuah hasil penelitian yang diterbitkan di jurnal medis terkemuka Lancet mengungkapkan bahwa beberapa zat pewarna makanan meningkatkan tingkat hiperaktivitas anak-anak usia 3-9 tahun. Anak-anak yang mengkonsumsi makanan yang mengandung pewarna buatan  itu selama bertahun-tahun lebih berisiko menunjukkan tanda-tanda hiperaktif. Selain risiko hiperaktif, sekelompok sangat kecil dari populasi anak (sekitar 0,1%) juga mengalami efek samping lain seperti: ruam, mual, asma, pusing dan pingsan.
Berikut adalah beberapa jenis pewarna buatan yang populer dan efek samping yang ditimbulkan:
1. Tartrazine (E102 atau Yellow 5)
Tartrazine adalah pewarna kuning yang banyak digunakan dalam makanan dan obat-obatan. Selain berpotensi meningkatkan hiperaktivitas anak, pada sekitar 1- 10 dari sepuluh ribu orang , tartrazine menimbulkan efek samping langsung seperti urtikaria (ruam kulit), rinitis (hidung meler), asma, purpura (kulit lebam) dan anafilaksis sistemik (shock). Intoleransi ini tampaknya lebih umum pada penderita asma atau orang yang sensitif terhadap aspirin.
2. Sunset Yellow (E110, Orange Yellow S atau Yellow 6)
Sunset Yellow adalah pewarna yang dapat ditemukan dalam makanan seperti jus jeruk, es krim, ikan kalengan, keju, jeli, minuman soda dan banyak obat-obatan. Untuk sekelompok kecil individu, konsumsi pewarna aditif ini dapat menimbulkan urtikaria, rinitis, alergi, hiperaktivitas, sakit perut, mual, dan muntah.
Dalam beberapa penelitian ilmiah, zat ini telah dihubungkan dengan peningkatan kejadian tumor pada hewan dan kerusakan kromosom, namun kadar konsumsi zat ini dalam studi tersebut jauh lebih tinggi dari yang dikonsumsi manusia. Kajian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak menemukan bukti insiden tumor meningkat baik dalam jangka pendek dan jangka panjang karena konsumsi Sunset Yellow.
3.  Ponceau 4R (E124 atau SX Purple)
Ponceau 4R adalah pewarna merah hati yang digunakan dalam berbagai produk, termasuk selai, kue, agar-agar dan minuman ringan. Selain berpotensi memicu hiperaktivitas pada anak, Ponceau 4R dianggap karsinogenik (penyebab kanker) di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, Norwegia, dan Finlandia. US Food and Drug Administration (FDA) sejak tahun 2000 telah menyita permen dan makanan buatan Cina yang mengandung Ponceau 4R. Pewarna aditif ini juga dapat meningkatkan serapan aluminium sehingga melebihi batas toleransi.
4. Allura Red (E129)
Allura Red adalah pewarna sintetis merah jingga yang banyak digunakan pada permen dan minuman. Allura Red sudah dilarang di banyak negara lain, termasuk Belgia, Perancis, Jerman, Swedia, Austria dan Norwegia.
Sebuah studi menunjukkan bahwa reaksi hipersensitivitas terjadi pada 15% orang yang mengkonsumsi Allura Red. Dalam studi itu, 52 peserta yang telah menderita gatal-gatal atau ruam kulit selama empat minggu atau lebih diikutkan dalam program diet yang sama sekali tidak mengandung Allura Red dan makanan lain yang diketahui dapat menyebabkan ruam atau gatal-gatal. Setelah tiga minggu tidak ada gejala, para peserta kembali diberi makanan yang mengandung Allura Red dan dimonitor. Dari pengujian itu, 15% kembali menunjukkan gejala ruam atau gatal-gatal.
5. Quinoline Yellow (E104)
Pewarna makanan kuning ini digunakan dalam produk seperti es krim dan minuman energi. Zat ini sudah dilarang di banyak negara termasuk Australia, Amerika, Jepang dan Norwegia karena dianggap meningkatkan risiko hiperaktivitas dan serangan asma.