Jumat, 26 April 2013

bismillahirrahmanirrahim,,,

assalamu'alaukum wr.wb.
apa yang harus dikatakan sekarang.. makasih ya Allah. tadi aku habis menghadiri pelatihan janaiz. subhanallah, Islam memang agama yang sempurna. telah mengatur semuanya. cara memandikan, mensholatkan dan menguburkan semua ada adabnya. dan gak boleh sembarangan.


fmrugfbrbgfytgyvgyv5gy5vgy54vyvhbv

emmmmm



Bismillahirrahmanirrahim,

Assalamu’alaykum wr.wb.

Emmm, hari ini aku mau nulis apa ya ? okey guys, seminggu kemarin aku kena thypus. Well, apakah aku harus bersyukur. Oh, itu tetep dong. Plus sabar. Mungkin udah banyak dosa yang telah kuperbuat. Dan Allah ngasih aku sakit ini sebagai pelebur dosaku. Sekali lagi Alhamdulillah. Ehm, dan seminggu kemaren itu banyak uts yang sudah terselenggarakan tanpa diriku. Tiga uts sekaligus, biokimia, anatomi fisiologi dan dasar gizi. Well, aku udah hubungi dr. Siti dan bu ratih. Minggu depan katanya uts susulan. Do’akan aku ya, semoga diberi kemudahan dan kelancaran. Tinggal dr. Eva yang belum aku hubungi. Beliau emang sibuk banget, ya udah terpaksa minggu depan.

Aku rindu sama seseorang...
Okee..baik... bukan rindu sama ummi atau abi atau adik-adik atau kakak atau saudara-saudara. Aku rindu pada seseorang yang nggak berhak untuk dirindui. Okee, karena memang dia bukan siapa-siapa aku. Inilah salah satu anugerah yang telah Allah berikan kepadaku dan mungkin kalian juga. Anugerah untuk merindui seseorang yang disana. Entah sekarang ia berada dimana. Sedang apa dia. Apa saja yang telah ia lakukan seharian ini. Atau bagaimana kabarnya. Well, mungkin kedengaran aneh bila orang sepertiku mengatakan seperti ini pada orang yang sudah kukenal. Mereka nggak bakalan percaya. Mereka bilang aku nggak bakal pernah suka sama seseorang sampai aku menikah nanti. But, heyyy... i’m normal like other people ??? aku juga pernah suka sama seseorang dan cinta itu emang anugerah dari Allah yang harus dikelola dengan baik. Jangan sampai kita terjerumus kedalam nafsu syaitoni yang bisa buat kita masuk kedalam neraka-Nya..naudzubillah.
Yup, of course but i’m not berlebihan like their. Dan aku bukan suka, aku kagum padanya. Yah, kadang-kadang terbersit dalam hati berharap agar dia yang akan menjadi imam. But, ummi say, aku nggak boleh kayak gitu, minta aja sama Allah jodoh yang terbaik yang telah dipersiapkannya untukmu. Karena kalau kita terlalu berharap sama seseorang dan pada suatu saat nanti kita tidak mendapatkannya atau ia punya pasangan lain. Maka, sudah dapat dipastikan kita akan kecewa. Yeah, that’s right. It’s true. Apakah kalian pernah merasakannya ???  aku pernah merasakannya suatu hari, memang tidak menyakitkan tapi hanya sedikit...
Yeah what should i do... ummi say, yang perlu kamu lakukan adalah memperbaiki dirimu sebaik-baiknya agar yang datang juga baik. Karena perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, begitu juga sebaliknya. Dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji. Ingat ajalah surat an-Nur ayat 26. Yah...yah... yang harus kita lakukan adalah memperbaiki diri sebaik-baiknya agar mendapat dia yang terbaik. Yeaah.... yeaahh,, cakep.

Sudah yah ... bye :)

Wassalamu’alaykum wr.wb

Senin, 22 April 2013

Pengolahan Tikus Menjadi Ayam Tiruan




Kalo makan diluar hati2 ya?! Jangan asal milih murah tapi sumbernya gak jelas?!

Berikut langkah2 pengolahan sesuai urutan nomor :

1. Sebelum diolah. Asli tikus banget wujudnya.

2. Dibakar dengan alat las untuk ngilangin bulu2nya.

3. Dicuci lalu dipotong2 untuk diserupakan dengan ayam.

4. Dikasi bumbu2... entah bumbu apa. Mungkin kaldu ayam juga biar bau ayam?

5. Siap untuk digoreng.

6. Hasil gorengan. Bener2 mirip ayam goreng.

7. Siap disantap pake bumbu.

8. Perbedaan dengan ayam: kalo kulitnya dikoyak, keliatan lemak2 gak jelas gitu, ga mungkin ada lemak sebanyak itu pada ayam.

Kakeknya Miskin Dan Renta, Justin Bieber Malah Kaya Raya Dan Tak Perduli

(PERINGATAN BAGI PENGGEMAR JUSTIN BIEBER)


Dengan kekayaan bernilai 1 triliun lebih, Justin Bieber niscaya mampu membeli apa pun yang dia inginkan. Akan tetapi tidak demikian dengan sang kakek, George Bieber. Ia harus hidup dalam kemiskinan sementara cucunya keliling dunia dengan mengenakan jet pribadi.

George Bieber harus tidur di atas matras kotor di ruangan kecil depan kamarnya yang lembab dan sempit di Mitchell, Kanada. Pria berusia 61 tahun ini bahkan terlalu lemah untuk sekadar menaiki atau menuruni tangga rumah. Dan lagi atap rumahnya lubang karena tertimpa pohon.

Dari pengakuan sang kakek, kondisinya itu sudah diketahui oleh cucunya. Namun, Justin hingga saat ini tak memberikan bantuan apap pun kepadanya. "Justin mungkin bergaji 1 triliun lebih, tapi kami tak pernah merasakannya sedikit pun," ujarnya secara eksklusif kepada The Sun.

George tak lagi dapat bekerja karena kondisi punggungnya dan juga kesehatannya yang makin menuruk karena keadaan rumahnya yang makin rusak. Ia mengaku sedih dengan perlakuan Justin yang seakan mengacuhkannya. Ia pun berujar bahwa satu-satunya hadiah yang pernah didapatnya dari cucunya itu adalah sebuah televisi.

Istrinya, Kathy (56) bekerja 40 jam setiap pekan di pabrik bubuk cat untuk sekadar menjaga dapur tetap mengepul. Keduanya pun tak pernah sekali pun merasakan rasanya berwisata karena tak punya dana. Hal tersebut sangat kontras dengan cucunya yang keliling dunia dengan menggunakan pesawat.(kl) SUARANEWS
(PERINGATAN BAGI PENGGEMAR JUSTIN BIEBER)
Kakeknya Miskin Dan Renta, Justin Bieber Malah Kaya Raya Dan Tak Perduli

Dengan kekayaan bernilai 1 triliun lebih, Justin Bieber niscaya mampu membeli apa pun yang dia inginkan. Akan tetapi tidak demikian dengan sang kakek, George Bieber. Ia harus hidup dalam kemiskinan sementara cucunya keliling dunia dengan mengenakan jet pribadi.

George Bieber harus tidur di atas matras kotor di ruangan kecil depan kamarnya yang lembab dan sempit di Mitchell, Kanada. Pria berusia 61 tahun ini bahkan terlalu lemah untuk sekadar menaiki atau menuruni tangga rumah. Dan lagi atap rumahnya lubang karena tertimpa pohon.

Dari pengakuan sang kakek, kondisinya itu sudah diketahui oleh cucunya. Namun, Justin hingga saat ini tak memberikan bantuan apap pun kepadanya. "Justin mungkin bergaji 1 triliun lebih, tapi kami tak pernah merasakannya sedikit pun," ujarnya secara eksklusif kepada The Sun.

George tak lagi dapat bekerja karena kondisi punggungnya dan juga kesehatannya yang makin menuruk karena keadaan rumahnya yang makin rusak. Ia mengaku sedih dengan perlakuan Justin yang seakan mengacuhkannya. Ia pun berujar bahwa satu-satunya hadiah yang pernah didapatnya dari cucunya itu adalah sebuah televisi.

Istrinya, Kathy (56) bekerja 40 jam setiap pekan di pabrik bubuk cat untuk sekadar menjaga dapur tetap mengepul. Keduanya pun tak pernah sekali pun merasakan rasanya berwisata karena tak punya dana. Hal tersebut sangat kontras dengan cucunya yang keliling dunia dengan menggunakan pesawat.(kl) SUARANEWS

Kartini Bukan Pahlawan

(MENELUSUR GELAR PAHLAWAN)

Raden Ajeng Kartini, yang secara resmi tercatat sebagai pahlawan nasional nomor 23, bukanlah pahlawan nasional perempuan yang pertama. Posisi Kartini dalam daftar urut pahlawan nasional berada di bawah Cut Nyak Dien dan Cut Meuthia, dua pejuang Aceh yang angkat senjata melawan pendudukan Belanda.

(Pahlawan nasional nomor 1 ditempati Abdoel Moeis, seorang lelaki-pengarang [alias bukan pejuang di medan perang] dari Sumatera.)

Cut Nyak Dien, Cut Nyak Meuthia, dan Kartini, bersama-sama ditetapkan sebagai pahlawan nasional melalui Keputusan Presiden [Keppres] No. 106/1964 yang ditandatangani Presiden Sukarno.

Sebelumnya, sudah ada 20 pahlawan nasional yang semuanya laki-laki. Komposisinya: 11 orang Jawa, 2 orang Sunda, 1 Betawi, 2 Batak, 1 Minahasa, 3 Melayu, 1 orang Indo (Douwes Dekker). Mayoritas di antaranya muslim, sisanya penganut Katolik dan Kristen, dan 1 ateis (Tan Malaka).

***

Saya sengaja membuka tulisan ini dengan paragraf yang berisi tetek-bengek nomor urut dan atribusi itu (perempuan, pengarang, pejuang yang angkat senjata, Sumatera, non-Jawa). Alasannya sederhana: wacana kepahlawan nasional di Indonesia memang sering kali diimbuhi oleh tetek-bengek atribusi macam itu.

Dan Kartini tepat sebagai contoh pokok persoalan satu ini.

Seperti yang sudah saya sebutkan, ketika belum ada Kartini, Cut Nyak Dien dan Cut Meuthia, daftar pahlawan nasional Indonesia hanya diisi nama laki-laki. Dan itulah sebabnya saat itu Sukarno dikritik sekaligus didesak untuk sesegera mungkin mengangkat perempuan sebagai pahlawan nasional.

Salah satu pihak yang mendesak penetapan Kartini sebagai pahlawan nasional adalah Gerwani, organ perempuan di lingkungan PKI. Tiga tahun sebelum Kartini ditetapkan sebagai pahlawan nasional, Gerwani bahkan sudah menerbitkan sebuah majalah perempuan yang dinamai "Api Kartini".

Pertanyaannya: kenapa harus ada perempuan dalam daftar pahlawan nasional? Sebagaimana kenapa harus ada Batak dalam daftar tersebut? Memangnya kenapa kalau tidak ada perempuan atau Batak dalam daftar?

(Ya, Batak juga perlu disebut. Orang Batak pertama yang ditetapkan sebagai pahlawan nasional adalah Sisingamangaraja XII dengan nomor urut 8. Dia ditetapkan setelah Sukarno mendengar aspirasi yang mempertanyakan kenapa tidak ada orang Batak yang jadi pahlawan nasional.)

Itu semua terjadi pada masa Soekarno. Kini, proses serupa nyaris menjadi baku karena memang prosedur penetapan pahlawan nasional memang seperti itu. Seseorang bisa ditetapkan sebagai pahlawan nasional setelah melewati berbagai tahap, salah satunya usulan dari masyarakat. Hampir semua usulan itu akhirnya datang dari mereka yang merasa diwakili oleh sang-calon pahlawan (baik diwakili secara kesukuan, kedaerahan maupun tentu saja kekeluargaan).

Di sinilah letak ironinya: penetapan seorang pahlawan nasional, yang mestinya berporoskan nilai nasionalisme, justru prosesnya sering dimulai oleh perayaan regionalisme, provinsialisme, etnisitas, atau bahkan — dalam kasus Kartini, Cut Nyak Dien dan Cut Meuthia — soal jenis kelamin.

Kartini lagi-lagi menjadi persimpangan yang menarik. Dia ditetapkan sebagai pahlawan nasional setelah ada gugatan segmentatif (“Kenapa tidak ada pahlawan nasional perempuan?”). Tetapi setelah menjadi pahlawan nasional, dia dipersoalkan dengan argumentasi yang tidak kalah segmentatif alias membawa-bawa regionalisme. Kartini orang Jawa, dan kepahlawanannya dipandang sebagai sebentuk jawanisasi.

Persoalan makin "rumit" karena tidak ada pahlawan nasional lain yang hari kelahirannya ditetapkan oleh negara sebagai hari khusus. Tidak ada Hari Cut Nyak Dien atau Hari Christina Tiahahu. Bahkan tidak ada Hari Sukarno, Hari Hatta apalagi Hari Tan Malaka yang ateis dan komunis.

Apa boleh bikin, Kartini memang sudah telanjur menjadi "kanvas" yang di berbagai zaman dan oleh berbagai kalangan pernah dan akan terus dicoreti pelbagai tafsir, kepentingan, sampai gugatan. Pendeknya, Kartini adalah objek.

Dan sebagai objek, Kartini diposisikan dan dipahami secara berbeda, mulai kalangan etisi (penganut politik etis) di masa kolonial, orang-orang kiri di masa Demokrasi Terpimpin, para teknokrat-birokrat Orde Baru, sampai para pengkritik yang mengalasdasari kritik mereka dengan visi desentralisasi seperti yang terlihat pada masa pasca-reformasi sekarang ini.

Dan Kartini tak bisa melawan coretan-coretan yang dibubuhkan pada riwayat hidupnya itu. Itulah sebabnya, dalam statusnya sebagai pahlawan, Kartini sebenarnya mengalami "penderitaan". Kartini, sebagaimana para pahlawan nasional lainnya, mengalami "penderitaan" dibingkai, dibakukan sekaligus dibukukan.

Pendeknya, Kartini "dikanonisasi"

Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pemberdayaan Sosial Departemen Sosial (Depsos) No.281/PS/X/2006, ada beberapa kriteria seseorang untuk bisa ditahbiskan sebagai pahlawan nasional. Di antaranya: perjuangannya konsisten, mempunyai semangat nasionalisme dan cinta tanah air yang tinggi, berskala nasional serta sepanjang hidupnya tidak pernah melakukan perbuatan tercela dan sang tokoh sudah meninggal.

Sepanjang proses itulah para kandidat pahlawan nasional diperiksa, diteliti, diselidiki: pendeknya dipilih, dipilah, diselidiki "secara klinis" untuk memastikan tidak ada virus, bakteri, cela dan dosa yang terlalu signifikan untuk diabaikan.

Tapi itu saja tak cukup. Begitu seseorang ditetapkan sebagai pahlawan, ada penambahan elemen-elemen yang dianggap bisa memperkokoh kekuatan naratifnya. Penambahan elemen itu bisa berupa pemilahan dan penyempurnaan foto atau lukisan si tokoh, mereproduksi serta menyebarkannya melalui banyak medium (terutama buku pelajaran atau biografi ringkas yang disebarkan ke sekolah), hingga ritual-ritual yang diulang pada momen penting dalam kehidupan si tokoh yang relevan untuk ditonjol-unggulkan.

Jika kita cermati gambar wajah para pahlawan nasional, terutama para pahlawan dari era sebelum dikenalnya fotografi, paras mereka rata-rata tampak meyakinkan, seakan tak mengandung keraguan. Wajah mereka memancarkan pamor keagungan. Gambaran auratik adalah bagian dari kanonisasi kepahlawanan nasional yang direproduksi terus-menerus itu.

Silakan ketik "RA Kartini" di mesin pencari. Anda akan disuguhkan ribuan foto Kartini yang berdaya auratik itu. Itulah Kartini yang yang telah dikanonisasi, Kartini semata-mata sebagai objek. Padahal, jika membaca surat-surat Kartini dengan lebih peka, dengan mudah Anda akan menemukan banyak keraguan, kebimbangan, kekalahan dan penderitaan. Dan Kartini memang wafat dalam situasi tragis seperti itu.

Pertanyaannya: masih bisakah memandang Kartini sebagai subjek?

Saya kira itu masih dimungkinkan jika bisa melepaskan selubung kepahlawanan yang melekat pada dirinya. Selama dibicarakan dalam selubung kepahlawanannya, selama itu pula Kartini akan terus menjadi objek, bahkan kendati posisi Anda sedang mengkritiknya sekalipun. Karena, baik membela maupun menggugat kepahlawanan Kartini sebenarnya berangkat dari posisi yang serupa: memperlakukan Kartini sebagai objek.

Maka tak ada salahnya saya bilang: Kartini bukanlah pahlawan, dia manusia biasa saja. Mudah-mudahan ini adalah sikap paling adil yang bisa saya berikan padanya.

*Zen Rs, Sastrawan penulis buku 'Pengakuan Para Sastrawan Dunia Pemenang Nobel'.
(tulisan dapat dilihat di Yahoo Newsroom Indonesia - Profil Zen RS)

Read more: http://www.atjehcyber.net/2013/04/kartini-bukan-pahlawan.html#ixzz2RBR1RnM4