BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dalam GBHN, dinyatakan bahwa pola dasar pembangunan Nasional
pada hakekatnya adalah Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat Indonesia. Jadi jelas bahwa hubungan antara usaha
peningkatan kesehatan masyarakat dengan pembangunan, karena tanpa modal
kesehatan niscaya akan gagal pula pembangunan kita.
Usaha peningkatan kesehatan masyarakat pada kenyataannya
tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan saja, karena masalah ini
sangatlah kompleks, dimana penyakit yang terbanyak diderita oleh masyarakat
terutama pada yang paling rawan yaitu ibu dan anak, ibu hamil dan ibu meneteki
serta anak bawah lima tahun.
Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama
adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut
saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan bagian
bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh anak- anak, baik
dinegara berkembang maupun dinegara maju dan sudah mampu. dan banyak dari
mereka perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat.
Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula
memberi kecacatan sampai pada,masa dewasa. dimana ditemukan adanya hubungan
dengan terjadinya Chronic
Obstructive Pulmonary Disease
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena
menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4
kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA
setiap tahunnya. 40 % -60 % dari kunjungan diPuskesmas adalah oleh penyakit
ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20 % -30 %.
Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada bayi berumur
kurang dari 2 bulan.
Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih
sangat tinggi. Kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk
berobat dalam keadaan berat dan sering disertai penyulit-penyulit dan kurang
gizi .Data morbiditas penyakit pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara
10 -20 % dari populasi balita. Hal ini didukung oleh data penelitian dilapangan
(Kecamatan Kediri, NTB adalah 17,8 % ; Kabupaten Indramayu adalah 9,8 %). Bila
kita mengambil angka morbiditas 10 % pertahun, ini berarti setiap tahun jumlah
penderita pneumonia di Indonesia berkisar 2,3 juta .Penderita yang dilaporkan
baik dari rumah sakit maupun dari Puskesmas pada tahun 1991 hanya berjumlah
98.271. Diperkirakan bahwa separuh dari penderita pneumonia didapat pada
kelompok umur 0-6 bulan
Tercatat, pada 2011, terdapat 13.529 bayi atau sekitar 68,5
persen yang terkena Ispa dari jumlah bayi 0-1 tahun, yakni 19.750 orang.
Sedangkan jumlah kematian bayi sendiri, berjumlah 44 orang yang didominasi
akibat infeksi, diare, Asfiksia dan BBLR. Sedangkan sepanjang tahun 2012, ada
sebanyak 86.429 kasus ditemukan. Ispa merupakan penyakit yang paling banyak dan masuk
10 besar penyakit yang menyerang masyarakat, terutama untuk kesehatan
bayi,”kata Kepala Bidang Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat (PKM) pada Dinas
Kesehatan Kota samarinda. Di puskesmas
sempaja sendiri terdapat 980 orang penderita ISPA yang masing” kebanyakan
adalah balita.
Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak
tahun 1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA ,
B. RUMUSAN MASALAH
1. Sebutkan identitas responden yang
terkena ISPA yang memeriksa di Puskesmas Sempaja?
2. Sebutkan Faktor-faktor yang
menyebabkan ISPA yang sesuai dengan pernyataan responden?
3. Bagaimana riwayat alamiah penyakit
yang dialami responden?
4. Apa saja upaya pencegahan penyakit
ISPA?
5. Apa saja program-program penannganan
penyakit ISPA yang di laksanakan di Puskesmas Sempaja?
C. Tujuan
Makalah
1. Mengetahui Identitas responden yang
terkena ISPA yang memeriksakan dirinya di Puskesmas Sempaja.
2. Mengetahui factor-faktor pnyebab
penyakit ISPA
3. Mengetahui riwayat alamiah penyakit
ISPA
4. Mengetahui upaya pencegahan penyakit
ISPA
5. Mengetahui Program-program yang
dilaksanakan Puskesmas Sempaja untuk penanganan penyakit ISPA.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi epidemologi dan Peran dalam penanggulangan
penyakit menular
Epidemologi
merupakan salah satu bagian dari ilmu kesehatan masyarakat yang menekankan
perhatiannya terhadap keberadaan penyakit dan masalah kesehtan lainnya dalam
masyarakat.Menurut asal katanya secara etimologis epidemologi berarti ilmu
mengenai kejadian yang menimpa penduduk. Epidemologi sebagai suatu ilmu tidak
hanya sekedar untuk dikembangkan sebagai ilmu pengetahuan semata. Arah
perkembangan epidemologi harus mampu menggembangakan konsep baru sesuai dengan
tantangan masalah yang dihadapinya.Dari sekian yang ada epidemologi
mengemukakan konsep faktor resiko dan penyebab multi kausal yang banyak
memberikan sumbangan dalam menjawab beberapa masalah kesehatan
masyarakat.Sejarah epidemologi bermula dengan peranan dan kesuksesannya dalam
pencegahan penyakit menular.
Penyakit
menular adalah penyakit yang ditularkan melalui berbagai media. Penyakit
menular merupakan hasil perpaduan berbagai faktor yang saling mempengaruhi,
diantaranya faktor lingkungan (environment),
agen penyebab penyakit (agent), dan
penjamu (host). Ketiga faktor ini penting, disebut segitiga
epedimiologi (epidemiological triangle).Penyakit
menular merupakan masalah kesehatan yang besar dihampir semua negara berkembang
karena angka kesakitan dan kematiannya yang relatif tinggi dalam waktu yang
relatif singkat. Berbeda dengan penyakit tidak menular yang biasanya bersifat
menahun dan banyak disebabkan oleh gaya hidup (life style), penyakit menular umumnya bersifat akut atau mendadak
dan menyerang semua lapisan masyarakat. Penyakit jenis ini masih diprioritaskan
mengingat sifat menularnya yang bisa menyebabkan wabah dan menimbulkan kerugian
yang besar.
Bagian
penting dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit menular adalah dengan
memutuskan rantai penularan. Pada tahap ini peran serta epidemiologi dalam
pemetaan dan prediksi timbulnya suatu penyakit pada suatu wilayah memberikan
kontribusi serta petunjuk penting atas perlakuan dan intervensi tepat yang
harus dilakukan. Hal itu dapat dilakukan dengan cara menghentikan kontak agen
penyebab penyakit dengan penjamu. Faktor pencegahan penyakit menular
menitikberatkan pada penanggulangan faktor resiko seperti lingkungan dan perilaku
pejamu.
Aplikasi
epidemologi telah membawa keberhasilan dalam pencegahan penyakit menular.
Penerapan epidemologi dalam imunisasi membawa beberapa penyakit seperti campak
dan polio dapat tertanggulangi. Penjejakan pasien penyakit menular seksual telah
memberikan kemampuan dalam mengidentifikasikan sumber penularan. Perbaikan
dalam system Survellance telah membawa para pengamat penyakit dalam masyarakat.
B.
Pengertian Penyakit ISPA
infeksi saluran napas akut dalam bahasa
Indonesia juga di kenal sebagai ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)
atau URI dalam bahasa Inggris adalah penyakit infeksi akut
yang melibatkan organ saluran pernapasan, hidung, sinus,faring, atau laring. ispa adalah infeksi yang
berlangsung sampai 14 hari. Yang
dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai
gelembung paru, beserta organ-organ di sekitarnya seperti : sinis, ruang
telinag tengah dan selaput paru (Setiowulan, 2001).
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya
bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan anti
biotic. Etiologi dari sebagian besar
penyakit jalan napas bagian atas ini ialah virus dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik.Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang ditemukan pada balita. Bila ditemukan
harus diobati dengan antibiotik
penisilin, semua radang telinga akut harus mendapat anti bioyik(depkes RI ,
2007)Infeksi saluran pernafasan bagian atas terutama yang disebabkan
oleh virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan
musim dingin (Pusdiknakes, 1990). Resiko terutama terjadi pada anak-anak
karena meningkatnya kemungkinan infeksi silang,beban immunologisnya terlalu
besar karena dipakai untuk penyakit parasitdan cacing, serta tidak
tersedianya atau berlebihannya pemakaian antibiotik.(Setiowulan, 2001).
C.
Klasifikasi ISPA
WHO (1986) telah merekomendasikan pembagian ISPA menurut
derajat keparahannya. Pembagian ini dibuat berdasarkan gejala-gejala klinis
yang timbul dan telah ditetapkan dalam lokakarya Nasional II ISPA tahun 1988.
Adapun pembagiannya sebagai berikut :
Secara
anatomis yang termasuk Infeksi saluran pernapasan akut :
a. ISPA ringan
Ditandai dengan satu atau lebih
gejala berikut :
-
Batuk.
-
Pilek dengan atau tanpa demam.
b. ISPA sedang
Meliputi gejala ISPA ringan ditambah
satu atau lebih gejala berikut :
o Pernapasan cepat.
o Wheezing(nafas menciut-ciut).
o Sakit atau keluar cairan dari
telinga.
o Bercak kemerahan (campak).
o Khusus untuk bayi
c. ISPA berat
Meliputi gejala sedang atau ringan ditambah
satu atau lebih gejala berikut :
o Penarikan sela iga kedalam sewaktu
inspirasi
o Kesadaran menurun
o Bibir/kulit pucat kebiruan
o Stridor (nafas ngorok) sewaktu
istirahat
o Adanya selaput membrane difteri
D.
Faktor-Faktor Pendorong Ternjadinya ISPA
HOST
AGENT
ENVIRONMENT
a. Faktor Agent
Agent dari ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Mayoritas penyebab ISPA adalah virus dengan frekuensi lebih dari 90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan ISPA untuk bagian bawah frekuensinya lebih kecil (WHO, 1995). Penyakit infeksi saluran nafas akut bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis sampai dengan laring hampir 90% disebabkan oleh viral, sedangkan infeksi akut saluran nafas bagian bawah hamper 50 % diakibatkan oleh bakteri streptococcus pneumonia adalah yang bertanggung jawab untuk kurang lebih 70-90%, sedangkan stafilococcus aureus dan H influenza sekitar 10-20%. Saat ini telah diketahui bahwa infeksi saluran pernapasan akut ini melibatkan lebih dari 300 tipe antigen dari bakteri maupun virus tersebut (WHO, 1995).
Agent dari ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Mayoritas penyebab ISPA adalah virus dengan frekuensi lebih dari 90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan ISPA untuk bagian bawah frekuensinya lebih kecil (WHO, 1995). Penyakit infeksi saluran nafas akut bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis sampai dengan laring hampir 90% disebabkan oleh viral, sedangkan infeksi akut saluran nafas bagian bawah hamper 50 % diakibatkan oleh bakteri streptococcus pneumonia adalah yang bertanggung jawab untuk kurang lebih 70-90%, sedangkan stafilococcus aureus dan H influenza sekitar 10-20%. Saat ini telah diketahui bahwa infeksi saluran pernapasan akut ini melibatkan lebih dari 300 tipe antigen dari bakteri maupun virus tersebut (WHO, 1995).
b.
Faktor Host
-
Usia
Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita
atau terkena penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang
usianya lebih tua karena daya tahan tubuhnya lebih rendah.
-
Jenis kelamin
Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang
seperti Indonesia masalah ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak
penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan prevelensi penyakit ISPA terhadap
jenis kelamin tertentu. Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang
dari 2 tahun, dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada
laki-laki di negara Denmark
-
Status gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP)
telah lama dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang
satu merupakan predisposisi yang lainnya (Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan
tubuh menurun dan virulensi pathogen lebih kuat sehingga menyebabkan
keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu
determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi
anak.
-
Status imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau
resisten. Anak yang diimunisasi berarti diberikan kekebalan terhadap suatu
penyakit tertentu. Dalam imunologi, kuman atau racun kuman (toksin) disebut
sebagai antigen. Imunisasi merupakan upaya pemberian ketahanan tubuh yang
terbentuk melalui vaksinasi. Imunisasi bermamfaat untuk mencegah beberapa jenis
penyakit infeksi seperti, Polio, TBC, difteri, pertusis, tetanus dan hepatitis
B. Bahkan imunisasi juga dapat mencegah kematian dari akibat penyakit-penyakit
tersebut. Sebagian besar kasus ISPA merupakan penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi, penyakit yang tergolong ISPA yang dapat dicegah dengan
imunisasi adalah difteri, dan batuk rejan. Anak balita yang telah
memperoleh imunisasi yang lengkap sesuai dengan umurnya otomatis sudah memiliki
kekebalan terhadap penyakit tertentu maka jika ada kuman yang masuk ketubuhnya
secara langsung tubuh akan membentuk antibodi terhadap kuman tersebut.
-
Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada
bulan-bulan pertama kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi
bayi tetapi juga sebagai sumber zat antimikroorganisme yang kuat, karena adanya
beberapa faktor yang bekerja secara sinergis membentuk sistem biologis. ASI
dapat memberikan imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan sel-sel
imunokompeten ke permukaan saluran pernafasan atas (William and Phelan, 1994).
c.
Environment
Lingkungan yang udaranya tidak baik,
seperti polusi udara di kota-kota besar dan asap rokok dapat menyebabkan
timbulnya penyakit ISPA.
Pada
ISPA, dikenal 3 cara penyebaran infeksi, yaitu
1. Melalui areosol (partikel halus)
yang lembut, terutama oleh karena batuk-batuk.
2. Melalui areosol yang lebih berat,
terjadi pada waktu batuk-batuk dan bersin.
3. Melalui kontak langsung atau tidak
langsung dari benda-benda yang telah dicemari oleh jasad renik.
Faktor lingkungan
-
Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik,
dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung yang dilengkapi dengan
fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk
kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan
individu. Anak-anak yang tinggal di apartemen memiliki faktor resiko lebih
tinggi menderita ISPA daripada anak-anak yang tinggal di rumah culster di
Denmark .
-
Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang
per orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor
risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et al (2003)
membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara
bermakna prevalensi ISPA berat.
-
Status sosioekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan
penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah mempunyai hubungan yang erat
dengan kesehatan masyarakat. Tetapi status keseluruhan tidak ada hubungan
antara status ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi didapatkan korelasi yang
bermakna antara kejadian ISPA berat dengan rendahnya status sosioekonomi .
-
Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara
statistik anaknya mempunyai kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan
dengan anak dari keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain
didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok
-
Polusi udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya
ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara
didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Adanya
ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti
yang terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak. Lingkungan
yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota besar dan asap
rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada anak.
E. Penularan Penyakit ISPA
Penyakit ISPA dapat ditularkan melalui udara
pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup orang sehat lewat saluran
pernapasan.
Ada 3 cara penyebaran ISPA, yaitu :
-
Melalui aerosol (partikel halus) yang
lembut, terutama oleh karena batuk-batuk.
-
Melalui aerosol yang lebih berat, terjadi pada
waktu batuk-batuk dan bersin.
-
Melalui kontak langsung atau tidak langsung dari
benda-benda yang telah dicemari oleh virus
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Identitas Responden
1. Responden Balita
No
|
Nama
|
Alamat
|
Umur
|
Jenis kelamin
|
Pernah berada
di bawah garis KMS?
|
Berat badan
saat lahir>2,5 kg
|
Pendidikan
Ibu
|
1
|
Noval Zaky
|
Jln. Sempaja
|
3 tahun
|
Laki-laki
|
Ya
|
Ya
|
S1
|
2
|
Sabil
|
Jln.Perjuangan 9
|
5 tahun
|
Laki-laki
|
tidak
|
Ya
|
SMA
|
3
|
Andi Badi Saputra
|
Jln. Gg.Karya Mandiri
|
3 tahun
|
Laki-laki
|
Tidak tau
|
Ya
|
SMP
|
4
|
Mirna
|
Jln. Karya Baru
|
4 tahun
|
Perempuan
|
Tidak tau
|
Tidak
|
SD
|
5
|
Inaya Azmiati
|
Jln. Karya Baru
|
3 bulan
|
Perempuan
|
Tidak
|
Ya
|
SMA
|
6
|
Revandika
|
Jln. Karya Baru
|
16 bulan
|
Laki-laki
|
Tidak
|
Ya
|
-
|
7
|
M. Rizky Alfiano
|
Jln.Batu Cermin
|
4,5 tahun
|
Laki-laki
|
Tidak
|
Ya
|
SMA
|
8
|
Rahmat
|
Jln. Sempaja
|
10 bulan
|
Laki-laki
|
Ya
|
Ya
|
SMP
|
9
|
Selda
|
Gg. Salam
|
3 tahun
|
Perempuan
|
Tidak
|
Ya
|
SMA
|
10
|
Jahra Abelia
|
Jln. Perjuangan
|
3 bulan
|
perempuan
|
Tidak tau
|
Ya
|
SMP
|
No
|
Nama
|
Alamat
|
Umur
|
Jenis kelamin
|
Pernah berada di bawah garis
KMS?
|
Berat badan saat lahir>2,5
kg
|
Pendidikan Ibu
|
11
|
Ahmad Husni Mubaro
|
Jln. Batu Cermin
|
3,5 tahun
|
Laki-laki
|
Tidak
|
Ya
|
SMA
|
12
|
Ardil
|
Jln. Gunung Mulia
|
3 tahun
|
Laki-laki
|
Tidak
|
Ya
|
SD
|
13
|
Kaiyla
|
Jln. Perjuangan
|
1,5 tahun
|
Perempuan
|
Tidak tau
|
Ya
|
SD
|
14
|
Nur Cahya
|
Jln.Batu Cermin
|
3 tahun
|
Perempuan
|
Tidak tau
|
Tidak tau
|
SD
|
15
|
Rika Desi Kurniawati
|
JLN. Batu ermin6
|
6 bulan
|
Perempuan
|
Tidak
|
Iya
|
SMA
|
16
|
Najwa Rahmadani
|
Jln. Ahim
|
1,6 tahun
|
Perempuan
|
Tidak
|
Tidak tau
|
SD
|
17
|
Amanda
|
Jln. Batu Cermin
|
1,2
tahun
|
Perempuan
|
Tidak
|
Ya
|
SMA
|
18
|
Doni
|
Jln. Wahid Hasyim
|
1,5 tahun
|
Laki-laki
|
tidak
|
Ya
|
SD
|
19
|
Alifia
|
Jln. Mess SPMA
|
18 bulan
|
Laki-laki
|
Tidak
|
Ya
|
SMA
|
20
|
Antas
|
Jln. Wahab Syahrani
|
2 tahun
|
Laki-laki
|
Tidak
|
Iya
|
D3
|
2.
Responden Dewasa
No
|
Nama
|
Alamat
|
Umur
|
JenisKelamin
|
Jumlah orang
dalam rumah
|
Pekerjaan
|
Pendidikan
|
1
|
Eko
|
Jl. Suwandi RT 23
|
21 tahun
|
Laki-laki
|
4
|
Mahasiswa
|
S1
|
2
|
Farida
|
Jl.Perjuangan 3
|
32
Tahun
|
Perempuan
|
4
|
Pedagang
|
SD
|
3
|
Gibran
|
Jl.Perjuangan 9
|
8
Tahun
|
Laki-laki
|
8
|
Siswa
|
SD
|
4
|
Laimu
|
Jl.Sempaja RT.5
|
59
Tahun
|
Laki-laki
|
3
|
Wiraswasta
|
SD
|
5
|
Eti Emiati
|
Jl.Wahid Hasyim
|
38
Tahun
|
Perempuan
|
6
|
IRT
|
SD
|
B.
Factor- factor penyebab ISPA
1.
Faktor Host
a.
Usia
Dari 25 responden yang kami wawancarai terdapat 20 responden
yang balita hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita ISPA adalah balita. dari tadi yang kami
temukan ISPA paling banyak di derita oleh balita yang berusia 0-2 tahun yaitu
sebanyak 11 responden hal ini di disebabkan masih rendahnya antibody anak
sehingga rentan terserang penyakit ispa apalagi jika ditambah dengan berat
badan balita di bawah garis KMS dan berat badan saat lahir kurang dari 2,5 kg.
b.
Jenis kelamin
Meskipun belum jelas apa hubungan antara ISPA dan jenis
kelamin tetapi data yang kami dapat meunjukkan bahwa dari 25 responden sebanyak 16 respon adalah
laki-laki sedangkan perempuan hanya sebanyak 9 responden
c.
Status gizi
Status gizi anak saat lahir dari
kartu KMS. Saat kami tanya kepada ibu balita “ apakah balita ibu pernah berada
dibawah garis KMS?” Sebanyak 2 orang mengatakan iya pernah, 14 ibu mengatakan
tidak dan sebanyak 4 ibu mengatakan tidak tau jadi dapat di simpulkan bahwa
status gizi balita penderita ISPA di wilayah kerja puskesmas sempaja masih
dalam keadaan baik walapun masih ada 2 orang anak berada di bawah garis KMS,
walaupun dari segi jumlah lebih banyak anak berada di atas garis median tetapi sebanyak 4 orang ibu mengatakan tidak tau
apakah anaknya berada dibawah garis KMS atau tidak hal ini mungkin disebabkan oleh ibu balita tersebut tidak rutin membawa
balitanya ke posyandu setiap bulannya padahal pergi ke posyandu adalah hal yang
penting dengan pergi ke posyandu ibu akan mengetahui bagaimana status gizi anak
dan dapat menrima syaran dari etugas kesehatan jika anak berda di bawah garis
KMS. Gizi yang baik akan membuat kekebalan tubuh anak kuat sehingga tidak mudah
terserang penyakit.
d.
Status imunisasi
Status
imunisasi balita penderita ispa di wilayah kerja puskesmas sempaja telah baik
dari 20 responden yang kami wawancarai semuanya telah mendapat inmunisasi yang
lengkap.
e.
Status ASI Eksklusif
Dari 20 responden yang kami tanya soal pemberian ASI
ekslusif sebanyak 13 ibu mengatakan telah memberikan ASI ekslusif kepada
anaknya tetapi 7 ibu yang belum dapat memberikan ASI ekslusif pada
anaknyabanyak factor yang menyebabkan hal itu baik kerena ASInya tidak keluar
maupun karena ibunya yang terlalu sibuk sehingga tidak dapat selalu memberikan
ASI pada anaknya, menurut Djaja ASI dapat melindungi bayi terhadap infeksi
saluran pernapasan berat karena Jika produksi ASI cukup, pertumbuhan bayi umur
4-5 bulan pertama akan memuaskan, pada umur 5-6 bulan berat badan bayi menjadi
2 kali lipat dari pada berat badan lahir, maka sampai umur 4-5 bulan tidak
perlu memberi makanan tambahan pada bayi tersebut (Pudjiadi, 2000). Lemahnya
koordinasi menelan pada bayi umur dibawah 4 bulan dapat menimbulkan aspirasi
kedalam saluran pernapasan menjadi pemicu untuk terjadinya infeksi saluran
pernapasan hal inilah yang dpat
menyebabkan ISPA.
f.
Berat Badan Lahir
Dari data yang kami dapat sebanyak 8 ibu dari 20 ibu
mengatakan berat bada anaknya saat lahir kurang dari 2,5 kg hal itu menunjukkan
bahwa status gizi anaka saat di dalam kandungan rendah. Menurut Sulistyowati
dalam Djaja (2000) bayi dengan berat badan lahir rendah mempunyai angka
kematian lebih tinggi dari pada bayi berat badan lebih dari 2500 gram saat
lahir selama satu tahun pertama kehidupannya. Pneumonia adalah penyebab
terbesar kematian akibat infeksi pada bayi yang baru lahir dengan berat badan
rendah, bila dibandingkan dengan bayi yang beratnya diatas 2500 garam.
2. Factor lingkungan
a.
Rumah
Kategori
|
Ya
|
Tidak
|
Lantai rumah keramik
|
10 responden
|
15 responden
|
Dinding rumah
Permanen
|
17 responden
|
8 responden
|
atap rumah seng/ genteng sesuai standar
|
12 responden
|
13 responden
|
Jendela rumah baik
|
25 responden
|
0 responden
|
Menggunaan listrik
|
24 responden
|
1 responden
|
Bahan bakar untuk masak
menghasilkan asap
|
6 responden
|
19 responden
|
Penggunaan pembasmi serangga
|
18 responden
|
7 responden
|
Rumah
merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung
yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan untuk melakukan melakukan segala aktifitas
sehari-hari jika kondisi rumah bersih maka sehatlah semua penghuninya. Lantai,
dinding, jendela dan atap yang tidak memenuhi
memliki potensi untuk mengeluarkan, menyimpan dan menyalurkan debu dari
lingkuan luar yang dapat mengganggu kesehatan. Selain itu penggunaan bahan
bakar yang menghasilkan asap sepeti penggunaan kompor minyak tanah dan kayu
dari data di atas dapat di lihat masih banyak 6 responden yang menggunakan
bahan bakar untuk memasak menghasilkan asap. Tentu hal itu tidak baik buat
kesehatan kita. 18 responden menggunakan pembasmi serangga dalam kehidupan sehari-hari.
b.
Kepadatan hunian (crowded)
Dari data yang kami dapat rata-rata rumah responden di huni
oleh 4 orang tetapi ada pula responden yang hidup dengan 8 dan ada pula yang
tinggal dengan 14 orang keluarganya. Apalagi jika kamar di huni lebih dari 2
orang dari data yang kami dapat 12 responden mengatakan bahwa dalam satu kamar
dapat di huni oleh 3-5 orang yang tentu tidak baik apalagi kamat tersebut
memiliki ukuran yang kecil. Hal itu tentu tidak baik buat kesehatan penghuni
rumah terutama jika ada salah satu orang yang menderita ISPA makan semua orang
dalam rumah memiliki potensi untuk terkena ISPA pula dan benar saja 18
responden sakit karena ketularan dengan keluara dalam rumahnya baik oleh kaka
maupun dari adiknya.
c.
Kebiasaan merokok
Dari data yang kami dapat sebanyak
16 orang dari 25 responden memiliki keluarga yang mempunyai kebiasaan merokok
dalam rumahnya. Pada keluarga yang perokok, secara statistik anaknya mempunyai
kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga
yang tidak merokok karena di dalam rokok tersdapat zat yang dapat merusak
saluran pernapasan. Selain ISPA banyak penyakit lain yang dapat timbul karena
asap rokok.
d.
Polusi udara dari jalan raya
Jika rumah terletak dipinggir jalan maka rumah tersebut
memiliki potensi yang cukup besar terpapar dari data yang kami dapat sebanayk
15 pasien meiliki rumah yang berada di pinggir jalan bahkan ada yang tinggal
dekat dengan tempat pengambilan pasir
sehingga membuat truk pengangat pasir sering lewat di depan rumah,
sehingga membuat keluarga tersebut semakin sering terpapar oleh partikel debu.
C.
Riwayat Alamiah Penyakit ISPA
Perjalanan
alamiah penyakit ISPA dibagi 3 tahap yaitu :
a. Tahap prepatogenesis : agent
penyakit (bakteri: Streptokokus Hemolitikus, Stafilokokus, Pneumokokus,
Hemofilus Influenza, Bordetella Pertusis, dan Korinebakterium Diffteria
dan virus: golongan miksovirusAdenovirus, Koronavirus,
Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus)telah ada tetapi
belum menunjukkan reaksi apa-apa
b. Tahap inkubasi : virus dan
bakteri merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi
bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.
c. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya
gejala penyakit,timbul gejala demam dan batuk untuk penemonia ringan
d. Tahap lanjut penyaklit, dibagi
menjadi empat yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh dengan atelektasis,menjadi
kronos dan meninggal akibat pneumonia
D. Upaya
pencegahan
1. Primordial prevention ( Pencegahan Awal /
Tingakt Dasar )
Kegiatan
yang dilakukan melalui upaya tersebut adalah :
a. Health promotion (promosi kesehatan)
o Pendidikan kesehatan, penyuluhan
o Gizi yang cukup sesuai dengan
perkembangan
o Penyediaan perumahan yg sehat
o Rekreasi yg cukup
o Pekerjaan yg sesuai
o Konseling perkawinan
o Genetika
o Pemeriksaan kesehatan berkala
b. Specific protection (perlindungan khusus )
o Imunisasi
o Kebersihan perorangan
o Sanitasi lingkungan
o Perlindungan thdp kecelakaan
akibat kerja
o Penggunaan gizi tertentu
o \Perlindungan terhadap zat yang
dapat menimbulkan kanker
2. Primary prevention ( pencegahan
tingkat pertama )
Ditujukan kepada orang sehat dengan
usaha peningkatan derajat kesehatan (health promotion) dan pencegahan khusus
(specific prevention),diantaranya:
a.
Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan oleh tenaga
ksehatan dimana kegiatan in diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku
masyarakat terhadap hal-hal yang dapat meningkatkan faktor resiko terjadinya
ISPA.kegiatan penyuluhan ini dapat berupa penyuluhan penyakit ISPA,penyuuhan
ASI eksklusif,penyuluhan gizi seimbang paa ibu dan anak,penyuluhan kesehatan
lingkungan,penyuluhan bahaya rokok.
b.
Imunisasi
Mengusahakan kekebalan anak dengan
imunisasi agar anak memperoleh kekebalan dalam tubuhnya anak perlu mendapatkan
imunisasi yaitu DPT. Imunisasi DPT salah satunya dimaksudkan untuk mencegah
penyakit Pertusis yang salah satu gejalanya adalah infeksi saluran nafas[.
c.
Mengusahakan agar anak mempunyai
gizi yang baik
o
Bayi harus disusui sampai usia dua tahun karena ASI adalah
makanan yang paling baik untuk bayi.
o
Beri bayi makanan padat sesuai dengan umurnya.
o
Pada bayi dan anak, makanan harus mengandung gizi cukup
yaitu mengandung cukup protein (zat putih telur), karbohidrat, lemak, vitamin
dan mineral.
o
Makanan yang bergizi tidak berarti makanan yang mahal.
Protein misalnya dapat di peroleh dari tempe dan tahu, karbohidrat dari nasi
atau jagung, lemak dari kelapa atau minyak sedangkan vitamin dan mineral dari
sayuran,dan buah-buahan.
o
Bayi dan balita hendaknya secara teratur ditimbang untuk
mengetahui apakah beratnya sesuai dengan umurnya dan perlu diperiksa apakah ada
penyakit yang menghambat pertumbuhan.
d.
Program KIA yang menangani kesehatan
ibu dan bayi berat badan lahir rendah
e.
Program penyehatan lingkungan pemukiman
(PLP)
yang menangani masalah polusi baik di dalam maupun di luar rumah. Perilaku
hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA,
sebaliknya perilaku yang tidak mencerminkan hidup sehat akan menimbulkan
berbagai penyakit. Perilaku ini dapat dilakukan melalui upaya memperhatikan
rumah sehat, desa sehat dan lingkungan sehat
3. Secondary prevention (pencegahan tingkat ke dua)
Dalam
penanggulangan ISPA dilakukan dengan upaya pengobatan dan diagnosis sedini
mungkin.Adapun beberapa hal yang perlu dilakukan ibu untuk mengatasi
anaknya yang menderita ISPA adalah :
a. Mengatasi panas (demam)
-
Untuk orang dewasa, diberikan obat penurun panas yaitu
parasetamol.
-
Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun, demam diatasi dengan
memberikan parasetamol dan dengan kompres.
o Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6
jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan
dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan.
o Memberikan kompres, dengan
menggunakan kain bersih, celupkan pada air biasa (tidak perlu air es).
-
Bayi di bawah 2 bulan dengan demam sebaiknya segera dibawa
ke pusat pelayanan kesehatan.
b. Mengatasi batuk
-
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman, yaitu ramuan
tradisional berupa jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½
sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
-
Dapat digunakan obat batuk lain yang tidak mengandung zat
yang merugikan seperti kodein, dekstrometorfan, dan antihistamin.
c. Pemberian makanan
-
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi
berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah.
-
Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
d. Pemberian minuman
Kekurangan cairan akan menambah
parah sakit yang diderita. Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah, dan
sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak
dan mencegah kekurangan cairan.
e. Lain-lain
-
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang
terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam à menghambat
keluarnya panas.
-
Jika pilek, bersihkan hidung untuk mempercepat kesembuhan
dan menghindari komplikasi yang lebih parah.
-
Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat, yaitu yang
berventilasi cukup, dengan pencahayaan yang memadai, dan tidak berasap.
-
Apabila selama perawatan dirumah keadaan memburuk, maka
dianjurkan untuk membawa ke dokter.
-
Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, obat yang
diperoleh tersebut harus diberikan dengan benar sampai habis.
-
Dan untuk penderita yang tidak mendapatkan antibiotik,
usahakan agar setelah 2 hari kembali ke dokter untuk pemeriksaan ulang
4.Tertiary
prevention ( pencegahan tingkat ke tiga )
Tingkat
Pencegahan ini ditujukan kepada balita yang bukan pneumonia agar tidak menjadi
lebih parah (pneumonia)dan mengakibatkan kecacatan dan berakhir kematian.Upaya
yang dapat dilakukan pada pencegahan penyakit bukan pneumonia pada bayi dan
balita yaitu perhatikan apabila timbul gejala pneumonia seperti nafas menjadi
sesak,anak tidak mampu minum,dan sakit bertambah menjadi parah,agar tidak
menjadi parh bwalah anak kembali ke petugas kesehatan dan melakukan perawatan
spesifik dirumah dengan memberikan asupan gizi dan lebih sering memberikan
ASI.
E. Program Yang Di Lakukan Puskesmas
Sempaja Untuk Mencegah dan Menanggulangi ISPA
Program yang telah dilakukan pihak
puskesmas dalam pencegahan kasus ISPA
yaitu dengan melakukan pemeriksaan pada anak dan memberikan pengarahan kepada
Ibu yang membawa anak yang menderita penyakit ISPA agar lebih memperhatikan
gizi anak, pemberian ASI ekslusif dan juga menganjurkan ibu utuk terus membawa
anak ke posyandu setiap bulannya agar anak terus dapat di control kesehatannya.
Setiap Jika ada masyarakat yang menderita pneumonia barat setelah mendapat pemeriksaan
maka pihak poli umum dan poli KIA akan menganjurkan masyarakat untuk
berkonsultasi dengan poli promkes dan sanitasi lingkungan agar dapat mengetahui
lebih jauh bagaimana lingkungan rumah dan hal-hal yang harus di lakukan
masyarakat selain meminum obat agar penyakit ISPA tersebut dapat segera sembuh.
Pihak puskesmas hanya dapat
menangaini pasien yang datang ke puskesmas,
sehingga masyarakat yang tidak pernah datang ke puskesmas tidak akan mengenahui
bagaimana penanganan dan pencegahan penyakit ISPA. Pihak puskesmas tidak dapat
melakukan penyuluhan secara door to door karena kurangnya dana untuk melakukan
kegiatan itu. Tidak ada program khusus
yang di lakukan puskesmas menangani masalah ISPA karena kurangnya dana dari
pemerintah (wawancara dengan ibu Erlina penanggung jawab penyakit ISPA)
BAB 4
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
a. Identitas Respondes terdapat 25
responden yang menderita ISPA yang memeriksakan dirinya di Puskesmas Sempaja
yang terdiri dari 20 responden balita dan 5 responden dewasa
b. Faktor-faktor yang menyebabkan ISPA
yang sesuai dengan kehidupan sehari-hari responden adalah dilihat dari factor
host (usia,jenis kelamin,status gizi, status imunisasi,berat badan lahir, dan
pemberian ASI ) dan factor lingkungan (rumah, kepadatan hunian, kebiasaan merokok, polusi udara dari
jalan raya)
c. Riwayat alamiah penyakit terdiri
dari Tahap prepatogenesis agent penyakit (bakteri, tahap inkubasi yaitu virus
dan bakteri merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa, tahap dini penyakit
dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala demam dan batuk untuk
penemonia ringan lalu tahap lanjut penyaklit, dibagi menjadi empat yaitu dapat
sembuh sempurna, sembuh dengan atelektasis,menjadi kronos dan meninggal akibat
pneumonia
d. Upaya pencegahan ada 3 yaitu
primodial prevention ,primary prevention, dan secondary prevention.
e. Program Puskesmas untuk penyakit
ISPA yaitu melakukan pemeriksaan kepada anak, memberikan pengarahan kepada Ibu,
dan adanya wadah konsultasi di poli promkes dan sanitasi lingkungan.
B.
SARAN
a. Seharusnya penelitian dilakukan dalam jangka waktu yang
lama, tidak dalam beberapa minggu saja. Karena melihat penderita yang cukup
banyak di Kelurahan Sempaja sehingga perlu penanganan yang lebih tepat dan
cepat untuk penyakit ISPA
b. Perlu dilakukan pendekatan atau
kerjasama terhadap pihak tenaga kesehatan Puskesmas Sempaja agar hasil data
yang dibutuhkan dapat diperoleh. Sehingga hasil peneitian dapat maksimal.
c. Mengharapkan hasil penelitiannya
dapat spesifik, bilayang diteliti adalah balita yang menjadi responden hanyalah
balita.
DAFTAR PUSTAKA
Bustan, M.N.
2000. Epidemiologi
Penyakit Tidak Menular. Rineka Cipta: Jakarta.
Depkes
RI,1994. Pedoman Program P2 ISPA dan Penanggulangan Pneumonia Pada
Balita. Depkes RI: Jakarta.
Doenges,
Marlyn E . Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien
Nindya, T.
S. 1998 Hubungan Sanitasi Rumah Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Balita. www.
Google. Com 14 Desember 2007.
Santosa,
G. Masalah Batuk pada Anak. Continuing Education Anak. FK-UNAIR. 1980