Bismillah,,
Sudah lama nanda ingin menulis
tulisan ini untuk ummi dan abi. Sungguh hati nanda teriris ketika menulis
tulisan ini. Tulisan yang menurut nanda sangat penting untuk nanda ingat dalam
perjalanan hidup nanda. Nanda hanya ingin bercerita kejadian waktu itu, yang
sebelumnya ummi sudah menceritakan dengan panjang lebar runtutan peristiwa itu.
Begini ummi cerita pada nanda . . .
Fajar itu adalah hari yang dinantikan oleh sepasang
malaikat tanpa sayap. Untuk menyambut malaikat kecilnya. Hari itu hujan gerimis
membasahi bumi ditempat mereka berada. Saat itu abi sedang terburu-buru karena
ingin pergi keluar kota untuk urusan dinas. Namun, dengan hati yang tenang dan
sabar abi menunggu kabar dari balik sebuah pintu kamar milik bidan Masriah. Tak
berapa lama kemudian setelah adzan subuh terdengar pintu itu terbuka. Ada
senyuman di wajah bidan itu. Disusul dengan sujud syukur dan air mata bahagia
abi. Dari perjuangan panjang sang Bunda ,
setelah ia mengucapkan sumpahnya pada Rabb-nya, bayi itu lahir kedunia.
Perjuangan lelah, air mata, darah dan nafas tak pernah sama sekali membuat ummi
mengeluh. Saat itu ummi percaya bahwa semua rasa sakit yang ummi rasakan akan
terbayar dengan bayaran yang tak terhitung. Kalau tidak didunia pasti
diakhirat. Sungguh ummi tak berharap apapun, kecuali bayi yang lembut hatinya
itu dapat lahir kedunia ini. Bahkan ia rela menyerahkan jiwa dan raganya pada
sang Khalik demi bayi itu. Ummi sangat ingin mendengar suara tangisannya.
Tangisan itu pecah .Semua peluh kini sudah terbayar, bayi yang dinantikan kini
sudah berada dalam pelukannya. Ummi menyentuh pipinya yang halus dan lembut.
Hatinya kini telah menyatu dengan malaikat kecilnya. Ada ikatan yang terjalin
diantara mereka. Ummi memberinya sebuah kekuatan baru dari air susunya. Bayi
itu menikmati tegukan pertamanya.
Allahu Akbar, dari fajar
itulah dimulai sejarah sang bayi...
Setelah abi memberikan adzan
dan iqamah di kedua telinganya. Abi mengecup kening bayi itu dengan penuh kasih
sayang. Sayang abi tak bisa berlama-lama untuk bercengkrama dengan bayi
mungilnya. Karena tugas yang harus diembannya.
Alangkah indahnya hari itu.
Melalui abi dan ummi, Allah memberinya anugerah. Anugerah sebuah nama. Nama
yang singkat . Singkat tapi indah. Indah penuh makna. Amalia Mumtaza . Abi dan ummi berharap
bayi itu menjadi seorang perempuan yang shalehah, memiliki akhlak mulia,seorang
perempuan yang dapat melahirkan pemimpin-pemimpin bangsa yang amanah, jujur,
fathanah. Menjadi panutan dan teladan minimal untuk anak-anaknya kelak. Menjadi
seorang ummi yang dapat mendidik anak-anaknya dengan penuh kasih sayang.
Menjadi seorang istri yang taat pada suaminya. Menjadikan Asiyah r.a, Aisyah
r.a, Fatimah, Ummu Sulaim, dan sahabiyah-sahabiyah lainnya sebagai panutan.
Yang rela mempersembahkan jiwa dan raganya demi membela agama Allah, seorang
perempuan yang baik budi pekertinya, perempuan yang menjaga izzah dan iffahnya
untuk Tuhannya. Dan masih banyak do’a dan harapan yang ummi dan abi panjatkan
atas bayi itu.
Bayi mungil itu pun mulai belajar sedikit demi
sedikit untuk duduk, merangkak, berjalan dan akhirnya bisa berlari. Memang membutuhkan
waktu yang lama, namun dengan penuh kesabaran ummi mengajarinya secara
perlahan. Tak lupa ummi mengajarinya untuk berdo’a, minimal memulai sesuatu dengan
membaca basmallah. Ummi mengajarinya banyak hal adab-adab berdo’a, shalat, dan
lain-lain. Sedini mungkin ummi mengajari bayi itu untuk menutup aurat. Karena ummi
sadar bahwa aurat itu adalah sebuah martabat yang harus dijaga oleh pemiliknya.
Bayi itu pun kini tumbuh menjadi seorang gadis. Namun
entah mengapa seiring dengan perjalanan waktu gadis itu semakin buruk akhlaqnya.
Semua do’a-do’a yang pernah diajarkan ia lupa begitu saja. Semua tahfidzul qur’an
yang pernah ia hafalkan tak bisa mengingat. Hatinya yang putih kini mulai
menghitam, seiring dengan kesalahan-kesalahan yang diperbuat. Ia mengingkari
janjinya pada Tuhan. Bahkan pada malaikat tanpa sayap ia berani membangkang dan
durhaka. Sungguh hina ia saat itu. Gadis itu salah bergaul. Ia begitu cepat
terpengaruh oleh kawan-kawannya. Tapi sungguh Allah, ummi dan abi memiliki
kesabaran dan ketabahan yang sungguh sangat. Dengan penuh kelembutan ummi dan
abi tetap membimbing dan meluruskan apa saja hal yang harus diperbaiki. Tapi memang
dasar, si gadis tak menggubris semua nasihat dari ummi dan abi. Ia tetap
membangkang. Semua nasihat itu seperti angin lalu yang tak berarti apa-apa bagi
dirinya. Oh... Allah cara apa yang bisa menyadarkan gadis ini agar mau kembali
kepada-Mu.
Dan suatu hari, ada kejadian yang tak bisa dilupakan
oleh sang gadis. Ia begitu berharap Tuhannya dapat membantu menyelesaikan semua
masalah yang dihadapi. Padahal masalah itu begitu kecil. Namun hatinya yang
sempit tak bisa mengatasi. Ia berharap dan memohon pada Tuhan dengan penuh
kekhusyukan. Ia kembali hanya ketika ada maunya. Ketika do’a yang ia pinta
sudah terkabul. Ia pun kembali seperti dulu. Namun dari kejadian demi kejadian
ia merasakan indahnya dan nikmatnya hidup bersama Sang Pencipta yang selalu ada
disisi. Masalah yang ia hadapi begitu indah dirasa. Hatinya yang kosong dan
hampa kini sedikit demi sedikit mulai terisi oleh cahaya keimanan. Namun begitulah
iman terkadang naik dan turun. Suatu ketika ia bisa menjadi orang yang baik,
dan suatu ketika ia bisa menjadi orang yang paling buruk. Memang begitulah
hakikatnya.
Lagi-lagi sedikit demi sedikit ia mulai mengerti arti
kehidupan ini. Semua semu dan hidup ini adalah sebuah perjalanan. Perjalanan yang
dapat mengantarkan kita ke alam akhirat yang kekal abadi. Ia mulai menyadari
bahwa semua yang dilakukannya sia-sia tiada guna. Tak ada yang berarti bila ia
mengejar dunia. Sesuai fitrahnya manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah
semata. Dari amal-amal ibadah itulah akan diperoleh pahala yang menjadi bekal
untuk alam akhirat. Alhamdulillah, sudah ia tekadkan untuk merubah dirinya
menjadi insan yang baik. Memang tak ada yang sempurna, selalu saja ada
kekurangan yang nampak. Ia terus belajar dari kekurangan itu dan terus
memperbaiki diri.
Suatu saat ia bertanya pada
sang ummi.
“ ummi, adakah yang ummi
inginkan atas diri nanda ?”
Pertanyaan itu terlontar
begitu saja dari bibirnya .
“ yang paling ummi inginkan
didunia ini adalah anak-anak yang shaleh. Tak ada yang lebih berarti bagi ummi
daripada itu. Ummi hanya ingin ,kelak diakhirat kita semua bisa berkumpul lagi
di surga-Nya Allah.”
Sungguh ummi hati nanda
teriris mendengar jawaban yang keluar dari bibir ummi. Nanda tak sanggup untuk
mengembannya. Ummi, bagaimana dengan do’a dan harapan ummi abi atas diri nanda ketika
Allah memberi nanda anugerah sebuah nama ? jujur nanda tak sanggup untuk
melakukannya. Nanda tahu ummi dan abi sadar betul akan hakikat dari anak-anak
yang shaleh. Seandainya nanti nanda menjadi orang tua, apalah yang nanda
harapkan selain anak-anak yang shaleh shalehah. Oh...ummi Oh...abi. maafkan
anakmu yang belum bisa menjadi anak yang shaleh. Namun nanda tetap berusaha
semampu nanda untuk menjadi anak yang shaleh.
Suatu hari ia dituntut untuk mandiri. Menuntut ilmu
yang bisa menjadi bekal masa depannya kelak. Sungguh hatinya tak ingin berpisah
dengan ummi dan abi. Sebenarnya pun, ia pergi ke tempat itu dengan hati yang
setengah enggan dan tak ikhlas. Kerana ia menginginkan tempat yang jauh di
pulau sana. Namun lagi-lagi abi mempertimbangkan semua konsekuensinya. Anaknya yang
satu ini tak bisa dilepas begitu saja. Jauh dari pantauan orang tua. Apalagi abi
sudah tahu tabiat dari anaknya yang satu ini. Yang gampang sekali terpengaruh
oleh kawan-kawannya. Abi takut bila disana nanti ia terpengaruh oleh hal yang
tidak-tidak. Abi sangat menjaga putri-putrinya dari hal-hal buruk.
To be continued ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar