Senin, 24 Maret 2014

MAKALAH PENGEMBANGAN DAN ORGANISASI “UNIT KESEHATAN TRADISIONAL”






DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
FKM 2012, KELAS A
1.      Mey Fita Sari Simalango                     ( 1211 015 003 )
2.      Ersa Novianti                                        ( 1211 015 015 )
3.      Rini Nur Hidayah                                ( 1211 015 019 )
4.      Anang Rizky                                         ( 1211 015 023 )
5.      Dara Sucia Iskandar                            ( 1211 015 039 )
6.      Selmi Gusti Bulan                                ( 1211 015 043 )
7.      Amalia Mumtaza                                  ( 1211 015 057 )
8.      Sitohang Raphita                                 ( 1211 015 071 )
9.      Dian Permatasari                                 ( 1211 015 073 )
10.  Andry Rachmadani                             ( 1211 015 089 )

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2014


KATA PENGANTAR

            Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang atas rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan baik. Terima kasih kami ucapkan kepada ibu Nur Rohmah SKM, M.Kes sebagai dosen mata kuliah “Pengembangan dan Pengorganisasian Masyarkat” yang dengan dukungannya sehingga tugas kuliah ini selesai tepat pada waktunya. Terima kasih juga diucapkan kepada teman-teman serekan yang telah bekerjasama dan bersusah payah, sehingga tugas ini selesai dengan baik.
Kami sebagai penulis pemula merasa banyak sekali kekurangan dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhirnya, kami berharap semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi kita semua sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

         

                                                               Samarinda, 17 Maret 2014


                                                                                                    Tim Penyusun






DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................ .... ii
DAFTAR ISI................................................................................................ iii
BAB I   PENDAHULUAN
               1.1. Latar Belakang......................................................................... 1
               1.2. Tujuan....................................................................................... 2
BAB II  TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Upaya Kesehatan Tradisional.................................      3
2.2 Tujuan Usaha Kesehatan Tradisional...................................      3
2.3 Pembinaan dan Pengawasan Pelayanan Kesehatan
      Tradisional............................................................................      3
2.4 Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional..........................      5         
2.5 Pemberdayaan Masyarakat dalam Pelayanan Kesehatan
      Tradisional melalui TOGA...................................................      7
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Contoh Desa yang telah Sukses Melaksanakan Program
TOGA..................................................................................      9         
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan..........................................................................     13
4.2. Saran....................................................................................     14        
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 15





 


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah mewujudkan Indonesia Sehat antara lain memuat harapan agar penduduk Indonesia memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut telah dilaksanakan berbagai upaya pembangunan kesehatan dan telah menunjukkan perubahan yang bermakna berupa peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Walau demikian, berbagai fakta menyadarkan bahwa pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata itu masih jauh dari harapan masyarakat dan membutuhkan upaya yang sungguh-sungguh untuk mencapainya.
Berkembangnya pengobatan tradisional belum sepenuhnya dilakukan penataan secara menyeluruh, sehingga pelayanan pengobatan tradisional masih apa adanya dan belum sepenuhnya mendapat pembinaan, serta masih diragukan bila ditinjau dari segi hygienis, seyogianya dilakukan penataan yang menyeluruh dan bertahap agar pelayanan pengobatan tradisional aman digunakan, bermutu, bermanfaat, dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan hukum.
Ramuan yang digunakan oleh Batantra hampir keseluruhannya terdiri lebih dari satu jenis tanaman obat. Pengembangan pengobatan tradisional ramuan sarat dengan nuansa pembinaan berbasis pada studi epidemilogik, mulai dari observasi. Sementara itu rencana pengembangan obat bahan alam di Badan POM, mengarah pada pengembangan produk yang terdiri dari atas satu jenis tanaman obat, melalui pendekatan pengembangan obat pada umumnya yang berbasis pada uji klinik dan banyak istilah penggunaan nama seperti obat bahan alam, obat asli Indonesia, Obat tradisional, biofarmaka, jamu, ramuan yang semuanya menunjukkan pada satu arti yaitu tanaman berkhasiat obat baik empirik maupun ilmiah, yang telah beredar dan digunakan oleh masyarakat, baik diproduksi oleh industri (obat tradisional pabrikan) maupun dibuat sendiri dalam rumah tangga.
Perkembangan di bidang informasi dewasa ini telah mempermudah akses masyarakat terhadap informasi tentang pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional tidak hanya diminati oleh sekelompok masyarakat desa atau mereka yang pendidikannya rendah tetapi juga mereka yang berpendidikan tinggi.

1.2 Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengembangan dalam upaya kesehatan tradisional (UKESTRA).




















BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN

2.1 Definisi Upaya Kesehatan Tradisional
Upaya pelayanan kesehatan tradisional merupakan pelayanan kesehatan yang secara tidak langsung memiliki peranan dalam menunjang pencapaian indikator Renstra Kementerian Kesehatan melalui pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional ramuan dan ketrampilan dalam tumbuh kembang balita, kesehatan ibu hamil dan nifas, maupun pemanfaatan pijat untuk kesegaran tubuh.

2.2 Tujuan Usaha Kesehatan Tradisional
Pelayanan Kesehatan Tradisional sendiri dapat digunakan masyarakat dalam mengatasi gangguan kesehatan secara mandiri (self-care), baik untuk pribadi maupun untuk keluarga melalui pemanfaatan Taman Obat Keluarga (TOGA). Hal ini sangat berguna, khususnya di daerah yang mengalami keterbatasan dalam memperoleh akses pelayanan kesehatan.

2.3 Pembinaan Dan Pengawasan Pelayanan Kesehatan Tradisional
Dalam kebijakan Kementerian Kesehatan RI, pembinaan dan pengawasan Pelayanan Kesehatan Tradisional dilakukan melalui 3 (tiga) pilar. Pilar pertama adalah Regulasi, adapun dukungan regulasi terhadap Pelayanan Kesehatan Tradisional telah dituangkan dalam Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 yang telah disebutkan diatas, SKN tahun 2009 yang menyebutkan bahwa Pengobatan Tradisional merupakan bagian sub sistem Upaya Kesehatan, Kepmenkes RI Nomor 1076/Menkes/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional dan  Kepmenkes No 1/2010 tentang Saintifikasi Jamu berbasis pelayanan. Pilar kedua adalah Pembina Kemitraan dengan berbagai Lintas Sektor terkait dan organisasi (asosiasi) pengobat tradisional termasuk pengawasan terhadap tenaga pengobat tradisional baik yang asli Indonesia maupun yang berasal dari luar negeri. Pilar ketiga adalah Pendayagunaan Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional (Sentra P3T) untuk menapis metode Pelayanan Kesehatan Tradisional di masyarakat dan melakukan pembuktian melalui pengkajian, penelitian, uji klinik, baik terhadap cara maupun terhadap manfaat dan keamanannya. Pada saat ini sudah ada 11 Sentra P3T tersebar di 11 Provinsi yaitu Sumatera Utara, Jawa Barat, DKI, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, Bali, NTB, Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara serta adanya Balai Kesehatan Tradisional Masyarakat (BKTM) di Makassar dan Loka Kesehatan Tradisional Masyarakat (LKTM) di Palembang.
Pembinaan dan pengawasan terhadap pelayanan kesehatan tradisional dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat rumah tangga, masyarakat, Pelayanan Kesehatan Dasar di Puskesmas, Kabupaten/Kota, Provinsi & Kementerian Kesehatan bersama lintas sektor terkait dan mengikut sertakan asosiasi pengobat tradisional. Sementara ini Kementerian Kesehatan telah bermitra atau bekerja dengan beberapa jenis Asosiasi Pengobat Tradisional (Battra) yang terkelompokkan sesuai dengan metodenya masing-masing. Diharapkan asosiasi Battra bisa membantu Kementrian Kesehatan dalam pembinaan pengobat di Indonesia namun harus selalu dievaluasi kemitraannya. Terdapat asosiasi Battra yang ada antara lain :
a.       Ikatan Homoeopathy Indonesia (IHI)
b.      Persatuan Akupunktur Seluruh Indonesia (PAKSI)
c.       Perhimpunan  Chiroprakasi Indonesia (Perchirindo)
d.      Ikatan Naturopatis Indonesia (IKNI)
e.       Persatuan Ahli Pijat Tuna Netra Indonesia (Pertapi)
f.       Asosiasi Praktisi pijat Pengobatan Indonesia (AP3I)
g.      Asosiasi Reiki Seluruh Indonesia (ARSI)
h.      Asosiasi SPA Terapis Indonesia (ASTI)
i.        Asosiasi Pengobat Tradisional Ramuan Indonesia (ASPETRI)
j.        Ikatan Pengobat Tradisional Indonesia (IPATRI)
k.      Forum Komunikasi Paranormal dan Penyembuh Alternatif Indonesia (FKPPAI)
l.        Asosiasi Therapi Tenaga Dalam Indonesia (ATTEDA)
m.    Asosiasi Bekam Indonesia (ABI)
n.      Persatuan Ahli Kecantikan Tiara Kusuma.
Selain itu untuk pengawasan pengobat tradisional, Kementerian Kesehatan juga berkerjasama dengan Kantor Imigrasi, Mabes POLRI, Kejaksaan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, terutama untuk pengawasan Pengobat Tradisional Asing yang datang ke Indonesia.
Setiap Warga Negara Indonesia yang bekerja sebagai pengobat tradisional harus memiliki SIPT/STPT (Surat Izin/Terdaftar Pengobat Tradisional) yang didapatkan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Sampai saat ini, metode Pelayanan kesehatan tradisional yang telah diakui manfaat dan keamanannya oleh Indonesia adalah akupuntur. Oleh karena Untuk SIPT hanya dikeluarkan untuk Battra jenis akupuntur yang telah dilengkapi dengan sertifikat kompetensi, selain jenis akupuntur saat ini hanya mendapatkan STPT. Untuk Pengobat Tradisional Asing yang akan masuk ke Indonesia, harus memiliki rekomendasi dari Kementerian Kesehatan. Rekomendasi ini bisa didapatkan setelah yang bersangkutan dinyatakan lulus oleh tim penilai. Pengobat tradisional asing tidak diperkenankan berpraktek langsung ke masyarakat Indonesia melainkan hanya sebagia konsultan dalam rangka transfer ilmu pengetahuan kepada pengobatan tradisional Indonesia.

2.4 Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional
Pengobatan Tradisional, adalah program pembinaan  terhadap pelayanan pengobatan  tradisional, pengobat tradisional dan cara pengobatan tradisional. Oleh karena itu yang dimaksud pengobatan  tradisional adalah  pengobatan yang dilakukan secara turun temurun, baik yang menggunakan herbal (jamu), alat (tusuk jarum, juru sunat) maupun keterampilan (pijat).
Tujuan dari Pembinaan upaya pengobatan tradisional adalah :
a)      Melestarikan bahan-bahan tanaman yang dapat digunakan untuk pengobatan tradisional
b)      Melakukan pembinaan terhadap cara-cara pengobatan tradisional

Pada tingkat rumah tangga pelayanan kesehatan oleh individu dan keluarga memegang peran utama. Pengetahuan tentang obat tradisional dan pemanfaatan tanaman obat merupakan unsur penting dalam meningkatkan kemampuan individu/keluarga untuk memperoleh hidup sehat.
Di tingkat masyarakat peran pengobatan tradisional termasuk peracik obat tradisional/jamu mempunyai peranan yang cukup penting dalam pemerataan pelayanan kesehatan untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Kebijakan peningkatan peran pengobatan tradisional dalam system pelayanan kesehatan, dapat disarikan sebagai berikut:
1.   Pengobatan tradisional perlu dikembangkan dalam rangka peningkatan peran serta masyarakat dalam pelayanan kesehatan primer.
2.   Pengobatan tradisional perlu dipelihara dan dikembangkan sebagai warisan budaya bangsa, namun perlu membatasi praktek-praktek yang membahayakan kesehatan.
3.   Dalam rangka peningkatan peran pengobatan tradisional, perlu dilakukan penelitian, pengujian dan pengembangan obat-obatan dan cara-cara pengobatan tradisional.
4.   Pengobatan tradisional sebagai upaya kesehatan nonformal tidak memerlukan izin, namun perlu pendataan untuk kemungkinan pembinaan dan pengawasannya. Masalah pendaftaran masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
5.   Pengobatan tradisional yang berlandaskan pada cara-cara organobiollogik, setelah diteliti, diuji dan diseleksi dapat diusahakan untuk menjadi bagian program pelayanan kesehatan primer. Contoh dukun bayi, tukang gigi, dukun patah tulang. Sedangkan cara-cara psikologik dan supernatural perlu diteliti lebih lanjut, sebelum dapat dimanfaatkan dalam program.
6.   Pengobatan tradisional tertentu yang mempunyai keahlian khusus dan menjadi tokoh masyarakat dapat dilibtkan dalam upaya kesehatan masyarakat, khususnya sebagai komunikator antara pemerintah dan masyarakat.
Upaya kesehatan di Indonesia dikembangkan berdasarkan pola upaya kesehatan Puskesmas, peran serta masyarakat dan rujukan kesehatan. Peran serta masyarakat pada hakikatnya merupakan suatu proses agar masyarakat makin mampu untuk menyelenggarakan berbagai upaya kesehatan, baik yang dilakukan diantara masyarakat sendiri atau membantu pemerintah.

2.5 Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pelayanan Kesehatan Tradisional        Melalui Toga
Pelayanan Kesehatan Tradisional sendiri dapat digunakan masyarakat dalam mengatasi gangguan kesehatan secara mandiri (self-care), baik untuk pribadi maupun untuk keluarga melalui pemanfaatan Taman Obat Keluarga (TOGA). Hal ini sangat berguna, khususnya di daerah yang mengalami keterbatasan dalam memperoleh akses pelayanan kesehatan.
Bila dilihat lebih jauh manfaat TOGA dalam mendukung masyarakat yang sehat secara mandiri, akan berdampak pada upaya untuk mewujudkan pencapaian tujuan MDG’s di bidang Kesehatan, yaitu Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan, Menurunkan Angka Kematian Anak, Meningkatkan Kesehatan Ibu, dan Memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan Penyakit Menular Lainnya.
Upaya dukungan dari Pelayanan Kesehatan Tradisional dalam mencapai tujuan MDG’s antara lain perawatan ibu setelah bersalin dengan memanfaatkan daun Katuk dan Lobak sebagi sayur dan biji jagung tua yang disangrai untuk memperlancar keluarnya ASI dalam mendukung pencapaian ASI Eksklusif. Pemanfaatan daun Kacang Panjang, daun Dadap Serep, dan  Bawang Merah untuk mengobati payudara bengkak (mastitis) dengan cara ditumbuk dan ditempelkan ke seluruh payudara, kecuali pada puting susu.  Jeruk nipis dicampur dengan kapur sirih dan minyak kayu putih juga dapat dimanfaatkan untuk perawatan perut setelah melahirkan. Dalam menjaga kesehatan anak, bisa menggunakan Temulawak dan Beras Kencur untuk menambah nafsu makan. Jika anak demam, dapat diobati dengan memanfaatkan daun Sambiloto dan Pule yang didihkan dengan air kemudian diminum, selain itu dapat memanfaatkan daun Dadap Serep dan daun Kembang Sepatu yang diremas-remas dan ditempelkan di kepala anak. Pemanfaatan pijat pada anak yang sudah ada turun temurun di Indonesia untuk memperlancar peredaran darah dan meningkatkan kebugaran pada anak. Pemanfaatan daun Jambu Biji yang masih muda dapat digunakan dalam penanggulangan diare pada Balita sedangkan untuk mengobati disentri, bisa memanfaatkan daun Sambiloto kering yang direbus atau menggunakan daun Patikan Cina yang dicampur dengan Bawang Merah dan Pulosari. Tanaman Serai dan Lavender bisa dimanfaatkan sebagai pengusir nyamuk. Pemanfaatan TOGA/Jamu untuk memelihara kesehatan yang berimplikasi pada peningkatan Usia harapan Hidup seperti daun Landep Segar dan Gandarusa sebagai obat pegal linu dan masih banyak hal-hal lain dari bumi Indonesia yang belum tergali pemanfaatannya untuk kesehatan.
















BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Contoh Desa Yang Telah Sukses Melaksanakan Program TOGA
1.      Desa Merden
Salah satu kegiatan ekonomi produktif yang dikembangkan di desa ini adalah membudidayakan Tanaman Obat Keluarga (TOGA). Di daerah ini, hampir tidak ada lahan kosong, semuanya sudah dimanfaatkan untuk berbagai tanaman produktif. Tak hanya di pekarangan yang luas, di pekarangan yang sempit sekalipun, masyarakat sudah memanfaakannya dengan baik untuk menanam TOGA. Sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani dan pedagang. Aktivitas penduduknya sebagian besar sudah berada di atas rata-rata desa lain, dan pada umumnya mereka sudah paham tentang kegiatan ekonomi produktif.
Adapun tanaman yang menjadi andalannya adalah jenis tanaman jahe (mulai dari jahe merah, jahe wulung, maupun jahe putih). Menyadari akan manfaat TOGA, Pemerintah Desa Merden kini secara terus-menerus mempublikasikan kepada masyarakat dengan membuat sentra-sentra kegiatan tanaman obat di masing-masing dusun. Sumargo, misalnya, ia mengolah jahe instan dan jahe biang dalam bentuk cair dan serbuk melalui pelatihan yang diperolehnya dari Dinas Kesehatan, Pertanian, Perindustrian, dan dinas terkait lainnya.
Program pengembangan Tanaman Obat Keluarga (TOGA) memang sangat membantu persoalan-persoalan yang menyangkut kesehatan, kini masyarakat pun telah mampu mengatasi masalah-masalah tersebut dengan cara yang lebih alami. Hal ini menunjukkan bahwa obat yang berasal dari sumber bahan alam khususnya tanaman telah memperlihatkan peranannya dalam penyelenggaraan  upaya-upaya kesehatan masyarakat. Budidaya TOGA juga dapat memacu usaha kecil dan menengah di bidang obat-obatan herbal sekalipun dilakukan secara individual. Setiap keluarga dapat membudidayakan tanaman obat secara mandiri dan memanfaatkannya, sehingga akan terwujud prinsip kemandirian dalam pengobatan keluarga.
2.      Kecamatan Kayen
Pada tanggal 14 Januari 2012, di kecamatan Kayen, kabupaten Pacitan, presiden telah meresmikan gerakan pengembangan Rumah Pangan Lestari ke seluruh Indonesia. Kemudian Menteri Pertanian memerintahkan seluruh jajarannya agar mengembangkan KRPL di seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Termasuk Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, mendapat mandat untuk mengembangkan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL). Pengembangan KRPL ini diimplementasikan melalui pemanfaatan lahan pekarangan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, dengan menerapkan budidaya tanaman sayuran, buah-buahan, tanaman obat (TOGA), Komoditas yang dikembangkan yaitu berbagai tanaman sayuran diantaranya slada, kenikir, sawi, terong, lombok, tomat, kemangi, kangkung, bawang prey brokoli, brongkol, sledri dan bayam merah (13 jenis). Implementasi KRPL, memang diisesuaikan dengan kondisi lingkungan yaitu halaman dengan nuansa taman, maka budidaya tanaman dilakukan dalam polibag/pot plastik yang ditempatkan dan tertata secara berjajar di atas berbagai model rak bambu, sehingga melengkapi taman yang hijau dan keasrian lingkungan pendopo.

3.      Kabupaten Banyuwangi
Selain menjadi sumber pemenuhan gizi keluarga, pemanfaatan pekarangan juga dapat menjadi alternatif pengembangan kegiatan ekonomi produktif dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga. Kenyataan yang ada menunjukkan bahwa luasan lahan pekarangan di Kabupaten Banyuwangi mengisyaratkan masih terbukanya peluang dalam optimalisasi potensi lahan pekarangan dengan penanaman berbagai jenis tanaman hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi sekaligus sebagai penunjang kebutuhan nutrisi dan kesehatan keluarga. Selain berperan sebagai penunjang kebutuhan nutrisi dan kesehatan keluarga, jenis tanaman hortikultura seperti sayuran dan TOGA tidak membutuhkan areal yang luas dalam penanamannya serta perawatannya cukup mudah, sehingga sangat sesuai untuk dikembangkan di lahan pekarangan. Upaya ini akan berlangsung efektif jika dilaksanakan secara intensif dan berkelanjutan. Oleh karenanya perlu melibatkan peran serta aktif masyarakat, khususnya kaum wanita sebagai elemen penting pelaku pembangunan. Didasari oleh hal tersebut, Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Banyuwangi mengadopsi sistem verticultur dengan konstruksi vertical garden dalam konsep pemanfaatan lahan pekarangan. Struktur bertingkat yang diusung dalam model ini terbukti hemat ruang serta mampu menampung jauh lebih banyak populasi tanaman dalam polybag dibandingkan sistem konvensional sehingga terlihat artistik dari segi estetika. Sebagai wujud komitmen, sejak tahun 2012 Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan konsisten memfasilitasi pemberian bantuan vertical garden berikut bibit tanaman sayuran, buah dan TOGA dalam polybag kepada sejumlah Kelompok Wanita Tani (KWT) di Kabupaten Banyuwangi. Sebagai referensi, masyarakat dapat melihat secara langsung berbagai tanaman sayuran dan TOGA dalam polybag yang tertata rapi dalam konstruksi vertical garden di halaman kantor Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Banyuwangi.

4.      Desa Patemon
Desa Patemon dari arah Kota Kecamatan Tengaran siap menjadi Desa Toga (tanaman obat keluarga) Nasional. Aneka tanaman obat keluarga (Toga) tertanam rapi di sepanjang jalan desa dan pekarangan milik warga. Desa Patemon lebih mengenal toga dengan sebutan empon-empon. Warga menanam empon-empon di pekarangan rumah untuk menambah penghasilan keluarga. Diantaranya dengan menanam kunyit atau kunir yang memiliki nilai ekonomis lumayan tinggi. Menurut warga kunyit  mudah tumbuh dan berbuah pada jenis tanah mana saja. Dengan biaya perawatan yang rendah, tanaman kunyit dapat dipanen dan mendatangkan penghasilan yang lumayan bagi warga. Budidaya tanaman obat keluarga ini ada sejak jaman nenek moyang warga Desa Patemon. Upaya pelestarian terus berjalan turun temurun hingga saat ini, dari pengembangan massal tanaman kunyit hasil panen tahun lalu mencapai berat 41 ton.
Bupati mengakui usaha Toga di Desa Patemon telah menjadi semacam gaya hidup karena telah berlangsung lama. Sebagai gambaran, saat ini di Patemon hamparan tanaman kunyit mencapai 14 hektar dan jahe seluas 18 hektar. Setidaknya 900 kepala keluarga menanam aneka toga seperti temulawak, lempuyang di pekarangan rumah.

5.      Puskesmas Banyu Urip
Semangat kader Toga (Taman Obat Keluarga) di wilayah Puskesmas Banyu Urip tak pernah surut. Setelah menjadi juara III dalam lomba Toga yang dihelat pada pertengahan bulan Juli lalu, mereka tetap mengembangkan dan memanfaatkan keberadaan Toga di sekitar mereka. Hal ini diketahui dari hasil Monitoring dan Evaluasi (Monev) Toga oleh Dinas Kesehatan Kota Surabaya kepada Puskesmas Banyu Urip yang dilaksanakan hari Jum’at .
Kegiatan Monev ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pemanfaatan Toga, khususnya di wilayah Puskesmas Banyu Urip serta mengetahui persiapan para kader dalam menghadapi lomba Toga. Pada Monev yang pertama tersebut, Puskesmas Banyu Urip bersama kadernya sudah lama memanfaatkan Toga.
Terbukti Kader Toga dan masyarakat yang berada di wilayah Banyu Urip dan Kupang Krajan itu memanfaatkan tanaman Toga dengan melakukan demo Toga rutin setiap satu bulan sekali di Puskesmas Banyu Urip. Kali ini para kader dari RW IX membuat jus jambu dan jus tomat.Selain demo tersebut, para kader mamanfaatkan Toga dengan cara menjadikannya bubuk instan, sehingga mudah untuk dikonsumsi. Bubuk instan Toga itu kini banyak dipergunakan dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.


BAB IV
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
a.       Upaya pelayanan kesehatan tradisional merupakan pelayanan kesehatan yang secara tidak langsung berperan dalam menunjang pencapaian indikator Renstra Kementerian Kesehatan melalui pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional ramuan dan ketrampilan dalam tumbuh kembang balita, kesehatan ibu hamil dan nifas, maupun pemanfaatan pijat untuk kesegaran tubuh.
  1. Tujuan dari Ukestra adalah pelayanan kesehatan tradisional sendiri yang dapat digunakan masyarakat dalam mengatasi gangguan kesehatan secara mandiri (self-care).
  2. Pembinaan Dan Pengawasan Pelayanan Kesehatan Tradisional dapat dilakukan dengan cara Regulasi Pelayanan Kesehatan Tradisional yang telah dituangkan dalam Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009. Kedua adalah Pembina Kemitraan dengan berbagai Lintas Sektor terkait dan organisasi (asosiasi) pengobat tradisional termasuk pengawasan terhadap tenaga pengobat tradisional baik yang asli Indonesia maupun yang berasal dari luar negeri. Pilar ketiga adalah Pendayagunaan Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional (Sentra P3T).
  3. Upaya pembinaan pengobatan tradisional dapat dikembangkan berdasarkan pola upaya kesehatan Puskesmas, peran serta masyarakat dan rujukan kesehatan.
e.       Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pelayanan Kesehatan Tradisional Melalui Toga sangat membantu perekonomian masyarakat terutama pada daerah yang mengalami keterbatasan dalam memperoleh akses pelayanan kesehatan. Contoh daerah yang telah berhasil Desa Merden, Kecamatan Kayen, Kabupaten Banyuwangi, Desa Patemon dan Puskesmas Banyu Urip.


3.2  Saran
  1. Seharusnya informasi yang didapatkan mengenai upaya kesehatan tradisional didapatkan didaerah sendiri (Samarinda). Untuk mengetahui lebih dalam dan jauh mengenai upaya kesehatan tradisional itu sendiri.
  2. Upaya kesehatan tradisional yang dilakukan di berbagai daerah sudah mencapai titik keberhasilan. Namun belum ada upaya yang dilakukan untuk menaikkan tingkat keberhasilan tersebut. Agar semakin tahun atau bulan upaya kesehatan tradisional tersebut dapat berjalan dengan baik dan meningkat.
.
DAFTAR PUSTAKA

Dyson, Laurentus. 1998.Pola Tingkah Laku Masyarakat Dalam Mencari Kesembuhan (Berobat). Surabaya. Lembaga Penelitian UA.
Salan, Rudi dr. 1983. Perilaku, Perilaku Kesakitan, dan Peranan Sakit (Suatu Introduksi). Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menular. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan RI.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat
http://www.ilmukesehatangigi.com/2011/03/23/ http://www.scribd.com/doc/37664698/Referat-Puskesmas-Dan-Posyandu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar