Senin, 24 Maret 2014

EPM



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
           
Dalam GBHN, dinyatakan bahwa pola dasar pembangunan Nasional pada hakekatnya adalah Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia. Jadi jelas bahwa hubungan antara usaha peningkatan kesehatan masyarakat dengan pembangunan, karena tanpa modal kesehatan niscaya akan gagal pula pembangunan kita.
Usaha peningkatan kesehatan masyarakat pada kenyataannya tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan saja, karena masalah ini sangatlah kompleks, dimana penyakit yang terbanyak diderita oleh masyarakat terutama pada yang paling rawan yaitu ibu dan anak, ibu hamil dan ibu meneteki serta anak bawah lima tahun.
Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh anak- anak, baik dinegara berkembang maupun dinegara maju dan sudah mampu. dan banyak dari mereka perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada,masa dewasa. dimana ditemukan adanya hubungan dengan terjadinya Chronic Obstructive Pulmonary Disease  
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari kunjungan diPuskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20 % -30 %. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan.
Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi. Kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat dan sering disertai penyulit-penyulit dan kurang gizi .Data morbiditas penyakit pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10 -20 % dari populasi balita. Hal ini didukung oleh data penelitian dilapangan (Kecamatan Kediri, NTB adalah 17,8 % ; Kabupaten Indramayu adalah 9,8 %). Bila kita mengambil angka morbiditas 10 % pertahun, ini berarti setiap tahun jumlah penderita pneumonia di Indonesia berkisar 2,3 juta .Penderita yang dilaporkan baik dari rumah sakit maupun dari Puskesmas pada tahun 1991 hanya berjumlah 98.271. Diperkirakan bahwa separuh dari penderita pneumonia didapat pada kelompok umur 0-6 bulan
Tercatat, pada 2011, terdapat 13.529 bayi atau sekitar 68,5 persen yang terkena Ispa dari jumlah bayi 0-1 tahun, yakni 19.750 orang. Sedangkan jumlah kematian bayi sendiri, berjumlah 44 orang yang didominasi akibat infeksi, diare, Asfiksia dan BBLR. Sedangkan sepanjang tahun 2012, ada sebanyak 86.429 kasus ditemukan. Ispa merupakan penyakit yang paling banyak dan masuk 10 besar penyakit yang menyerang masyarakat, terutama untuk kesehatan bayi,”kata Kepala Bidang Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat (PKM) pada Dinas Kesehatan Kota  samarinda. Di puskesmas sempaja sendiri terdapat 980 orang penderita ISPA yang masing” kebanyakan adalah balita.
Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak tahun 1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA ,







B. RUMUSAN MASALAH
1.      Sebutkan identitas responden yang terkena ISPA  yang memeriksa  di Puskesmas Sempaja?
2.      Sebutkan Faktor-faktor yang menyebabkan ISPA yang sesuai dengan pernyataan responden?
3.      Bagaimana riwayat alamiah penyakit yang dialami responden?
4.      Apa saja upaya pencegahan penyakit ISPA?
5.      Apa saja program-program penannganan penyakit ISPA yang di laksanakan di Puskesmas Sempaja?

C. Tujuan Makalah
1.      Mengetahui Identitas responden yang terkena ISPA yang memeriksakan dirinya di Puskesmas Sempaja.
2.      Mengetahui factor-faktor pnyebab penyakit ISPA
3.      Mengetahui riwayat alamiah penyakit ISPA
4.      Mengetahui upaya pencegahan penyakit ISPA
5.      Mengetahui Program-program yang dilaksanakan Puskesmas Sempaja untuk penanganan penyakit ISPA.










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Deskripsi epidemologi dan Peran dalam penanggulangan penyakit menular
Epidemologi merupakan salah satu bagian dari ilmu kesehatan masyarakat yang menekankan perhatiannya terhadap keberadaan penyakit dan masalah kesehtan lainnya dalam masyarakat.Menurut asal katanya secara etimologis epidemologi berarti ilmu mengenai kejadian yang menimpa penduduk. Epidemologi sebagai suatu ilmu tidak hanya sekedar untuk dikembangkan sebagai ilmu pengetahuan semata. Arah perkembangan epidemologi harus mampu menggembangakan konsep baru sesuai dengan tantangan masalah yang dihadapinya.Dari sekian yang ada epidemologi mengemukakan konsep faktor resiko dan penyebab multi kausal yang banyak memberikan sumbangan dalam menjawab beberapa masalah kesehatan masyarakat.Sejarah epidemologi bermula dengan peranan dan kesuksesannya dalam pencegahan penyakit menular. 
Penyakit menular adalah penyakit yang ditularkan melalui berbagai media. Penyakit menular merupakan hasil perpaduan berbagai faktor yang saling mempengaruhi, diantaranya faktor lingkungan (environment), agen penyebab penyakit (agent), dan penjamu (host).  Ketiga faktor ini penting, disebut segitiga epedimiologi (epidemiological triangle).Penyakit menular merupakan masalah kesehatan yang besar dihampir semua negara berkembang karena angka kesakitan dan kematiannya yang relatif tinggi dalam waktu yang relatif singkat. Berbeda dengan penyakit tidak menular yang biasanya bersifat menahun dan banyak disebabkan oleh gaya hidup (life style), penyakit menular umumnya bersifat akut atau mendadak dan menyerang semua lapisan masyarakat. Penyakit jenis ini masih diprioritaskan mengingat sifat menularnya yang bisa menyebabkan wabah dan menimbulkan kerugian yang besar.
Bagian penting dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit menular adalah dengan memutuskan rantai penularan. Pada tahap ini peran serta epidemiologi dalam pemetaan dan prediksi timbulnya suatu penyakit pada suatu wilayah memberikan kontribusi serta petunjuk penting atas perlakuan dan intervensi tepat yang harus dilakukan. Hal itu dapat dilakukan dengan cara menghentikan kontak agen penyebab penyakit dengan penjamu. Faktor pencegahan penyakit menular menitikberatkan pada penanggulangan faktor resiko seperti lingkungan dan perilaku pejamu.
Aplikasi epidemologi telah membawa keberhasilan dalam pencegahan penyakit menular. Penerapan epidemologi dalam imunisasi membawa beberapa penyakit seperti campak dan polio dapat tertanggulangi. Penjejakan pasien penyakit menular seksual telah memberikan kemampuan dalam mengidentifikasikan sumber penularan. Perbaikan dalam system Survellance telah membawa para pengamat penyakit dalam masyarakat.
B.       Pengertian Penyakit ISPA
infeksi saluran napas akut dalam bahasa Indonesia juga di kenal sebagai ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) atau URI dalam bahasa Inggris adalah penyakit infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernapasan, hidung, sinus,faring, atau laring. ispa adalah infeksi yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru, beserta organ-organ di sekitarnya seperti : sinis, ruang telinag tengah dan selaput paru (Setiowulan, 2001).
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan anti biotic. Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini ialah virus dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik.Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang ditemukan pada balita. Bila ditemukan harus diobati dengan antibiotik penisilin, semua radang telinga akut harus mendapat anti bioyik(depkes RI , 2007)Infeksi saluran pernafasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin (Pusdiknakes, 1990). Resiko terutama terjadi pada anak-anak karena meningkatnya kemungkinan infeksi silang,beban immunologisnya terlalu besar karena dipakai untuk penyakit parasitdan cacing, serta tidak tersedianya atau berlebihannya pemakaian antibiotik.(Setiowulan, 2001).

C.    Klasifikasi ISPA
WHO (1986) telah merekomendasikan pembagian ISPA menurut derajat keparahannya. Pembagian ini dibuat berdasarkan gejala-gejala klinis yang timbul dan telah ditetapkan dalam lokakarya Nasional II ISPA tahun 1988. Adapun pembagiannya sebagai berikut :
Secara anatomis yang termasuk Infeksi saluran pernapasan akut :
a.       ISPA ringan
Ditandai dengan satu atau lebih gejala berikut :
-        Batuk. 
-        Pilek dengan atau tanpa demam.
b.      ISPA sedang
Meliputi gejala ISPA ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut :
o   Pernapasan cepat.
o   Wheezing(nafas menciut-ciut).
o   Sakit atau keluar cairan dari telinga.
o   Bercak kemerahan (campak).
o   Khusus untuk bayi
c.     ISPA berat
    Meliputi gejala sedang atau ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut :
o   Penarikan sela iga kedalam sewaktu inspirasi
o   Kesadaran menurun
o   Bibir/kulit pucat kebiruan
o   Stridor (nafas ngorok) sewaktu istirahat
o   Adanya selaput membrane difteri

D.    Faktor-Faktor Pendorong Ternjadinya ISPA

                    HOST
 


AGENT                       ENVIRONMENT

a.      Faktor Agent
Agent dari ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Mayoritas penyebab ISPA adalah virus dengan frekuensi lebih dari 90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan ISPA untuk bagian bawah frekuensinya lebih kecil (WHO, 1995). Penyakit infeksi saluran nafas akut bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis sampai dengan laring hampir 90% disebabkan oleh viral, sedangkan infeksi akut saluran nafas bagian bawah hamper 50 % diakibatkan oleh bakteri streptococcus pneumonia adalah yang bertanggung jawab untuk kurang lebih 70-90%, sedangkan stafilococcus aureus dan H influenza sekitar 10-20%. Saat ini telah diketahui bahwa infeksi saluran pernapasan akut ini melibatkan lebih dari 300 tipe antigen dari bakteri maupun virus tersebut (WHO, 1995).





b.      Faktor Host
-        Usia
Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau terkena penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih tua karena daya tahan tubuhnya lebih rendah.
-        Jenis kelamin
Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia masalah ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan prevelensi penyakit ISPA terhadap jenis kelamin tertentu. Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark
-        Status gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu merupakan predisposisi yang lainnya (Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan virulensi pathogen lebih kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi anak.
-        Status imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Anak yang diimunisasi berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Dalam imunologi, kuman atau racun kuman (toksin) disebut sebagai antigen. Imunisasi merupakan upaya pemberian ketahanan tubuh yang terbentuk melalui vaksinasi. Imunisasi bermamfaat untuk mencegah beberapa jenis penyakit infeksi seperti, Polio, TBC, difteri, pertusis, tetanus dan hepatitis B. Bahkan imunisasi juga dapat mencegah kematian dari akibat penyakit-penyakit tersebut. Sebagian besar kasus ISPA merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, penyakit yang tergolong ISPA yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah difteri, dan batuk rejan. Anak balita yang telah memperoleh imunisasi yang lengkap sesuai dengan umurnya otomatis sudah memiliki kekebalan terhadap penyakit tertentu maka jika ada kuman yang masuk ketubuhnya secara langsung tubuh akan membentuk antibodi terhadap kuman tersebut.
-        Pemberian air susu ibu (ASI)                                             
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-bulan pertama kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai sumber zat antimikroorganisme yang kuat, karena adanya beberapa faktor yang bekerja secara sinergis membentuk sistem biologis. ASI dapat memberikan imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan sel-sel imunokompeten ke permukaan saluran pernafasan atas (William and Phelan, 1994).

c.       Environment
Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota besar dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA.
Pada ISPA, dikenal 3 cara penyebaran infeksi, yaitu
1.      Melalui areosol (partikel halus) yang lembut, terutama oleh karena batuk-batuk.
2.      Melalui areosol yang lebih berat, terjadi pada waktu batuk-batuk dan bersin.
3.      Melalui kontak langsung atau tidak langsung dari benda-benda yang telah dicemari oleh jasad renik.
Faktor lingkungan
-        Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu. Anak-anak yang tinggal di apartemen memiliki faktor resiko lebih tinggi menderita ISPA daripada anak-anak yang tinggal di rumah culster di Denmark .
-        Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat.
-        Status sosioekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat. Tetapi status keseluruhan tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi didapatkan korelasi yang bermakna antara kejadian ISPA berat dengan rendahnya status sosioekonomi .
-        Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok
-        Polusi udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak. Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota besar dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada anak.

E.     Penularan Penyakit ISPA
Penyakit ISPA dapat ditularkan melalui udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup orang sehat lewat saluran pernapasan.
Ada 3 cara penyebaran ISPA, yaitu :
-        Melalui aerosol (partikel halus) yang lembut, terutama oleh karena batuk-batuk.
-         Melalui aerosol yang lebih berat, terjadi pada waktu batuk-batuk dan bersin.
-        Melalui kontak langsung atau tidak langsung dari benda-benda yang telah dicemari oleh virus

















BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.  Identitas Responden
1.      Responden Balita

No

Nama

Alamat

Umur

Jenis kelamin
Pernah berada di bawah garis KMS?
Berat badan saat lahir>2,5 kg

Pendidikan Ibu
1
Noval Zaky
Jln. Sempaja
3 tahun
Laki-laki
Ya
Ya
S1
2
Sabil
Jln.Perjuangan 9
5 tahun
Laki-laki
tidak
Ya
SMA
3
Andi Badi Saputra
Jln. Gg.Karya Mandiri
3 tahun
Laki-laki
Tidak tau
Ya
SMP
4
Mirna
Jln. Karya Baru
4 tahun
Perempuan
Tidak tau
Tidak
SD
5
Inaya Azmiati
Jln. Karya Baru
3 bulan
Perempuan
Tidak
Ya
SMA
6
Revandika
Jln. Karya Baru
16 bulan
Laki-laki
Tidak
Ya
-
7
M. Rizky Alfiano
Jln.Batu Cermin
4,5 tahun
Laki-laki
Tidak
Ya
SMA
8
Rahmat
Jln. Sempaja
10 bulan
Laki-laki
Ya
Ya
SMP
9
Selda
Gg. Salam
3 tahun
Perempuan
Tidak
Ya
SMA
10
Jahra Abelia
Jln. Perjuangan
3 bulan
perempuan
Tidak tau


Ya
SMP

No

Nama

Alamat

Umur

Jenis kelamin
Pernah berada di bawah garis KMS?
Berat badan saat lahir>2,5 kg

Pendidikan Ibu
11
Ahmad Husni Mubaro
Jln. Batu Cermin
3,5 tahun
Laki-laki
Tidak
Ya
SMA
12
Ardil
Jln. Gunung Mulia
3 tahun
Laki-laki
Tidak
Ya
SD
13
Kaiyla
Jln. Perjuangan
1,5 tahun
Perempuan
Tidak tau
Ya
SD
14
Nur Cahya
Jln.Batu Cermin
3 tahun
Perempuan
Tidak tau
Tidak tau
SD
15
Rika Desi Kurniawati
JLN. Batu ermin6
6 bulan
Perempuan
Tidak
Iya
SMA
16
Najwa Rahmadani
Jln. Ahim
1,6 tahun
Perempuan
Tidak
Tidak tau
SD
17
Amanda
Jln. Batu Cermin
1,2
tahun
Perempuan
Tidak
Ya
SMA
18
Doni
Jln. Wahid Hasyim
1,5 tahun
Laki-laki
tidak
Ya
SD
19
Alifia
Jln. Mess SPMA
18 bulan
Laki-laki
Tidak
Ya
SMA
20
Antas
Jln. Wahab Syahrani
2 tahun
Laki-laki
Tidak
Iya
D3




2.      Responden Dewasa

No

Nama

Alamat

Umur

JenisKelamin
Jumlah orang dalam rumah

Pekerjaan

Pendidikan
1
Eko
Jl. Suwandi RT 23
21 tahun
Laki-laki
4
Mahasiswa
S1
2
Farida
Jl.Perjuangan 3
32
Tahun
Perempuan
4
Pedagang
SD
3
Gibran
Jl.Perjuangan 9
8
Tahun
Laki-laki
8
Siswa
SD
4
Laimu
Jl.Sempaja RT.5
59
Tahun
Laki-laki
3
Wiraswasta
SD
5
Eti Emiati
Jl.Wahid Hasyim
38
Tahun
Perempuan
6
IRT
SD

B.     Factor- factor penyebab ISPA
1.      Faktor Host
a.      Usia
Dari 25 responden yang kami wawancarai terdapat 20 responden yang balita hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita  ISPA adalah balita. dari tadi yang kami temukan ISPA paling banyak di derita oleh balita yang berusia 0-2 tahun yaitu sebanyak 11 responden hal ini di disebabkan masih rendahnya antibody anak sehingga rentan terserang penyakit ispa apalagi jika ditambah dengan berat badan balita di bawah garis KMS dan berat badan saat lahir kurang dari 2,5 kg.
b.      Jenis kelamin
Meskipun belum jelas apa hubungan antara ISPA dan jenis kelamin tetapi data yang kami dapat meunjukkan bahwa  dari 25 responden sebanyak 16 respon adalah laki-laki sedangkan perempuan hanya sebanyak 9 responden
c.       Status gizi
Status gizi anak saat lahir dari kartu KMS. Saat kami tanya kepada ibu balita “ apakah balita ibu pernah berada dibawah garis KMS?” Sebanyak 2 orang mengatakan iya pernah, 14 ibu mengatakan tidak dan sebanyak 4 ibu mengatakan tidak tau jadi dapat di simpulkan bahwa status gizi balita penderita ISPA di wilayah kerja puskesmas sempaja masih dalam keadaan baik walapun masih ada 2 orang anak berada di bawah garis KMS, walaupun dari segi jumlah lebih banyak anak berada di atas garis median tetapi  sebanyak 4 orang ibu mengatakan tidak tau apakah anaknya berada dibawah garis KMS atau tidak hal ini  mungkin disebabkan  oleh ibu balita tersebut tidak rutin membawa balitanya ke posyandu setiap bulannya padahal pergi ke posyandu adalah hal yang penting dengan pergi ke posyandu ibu akan mengetahui bagaimana status gizi anak dan dapat menrima syaran dari etugas kesehatan jika anak berda di bawah garis KMS. Gizi yang baik akan membuat kekebalan tubuh anak kuat sehingga tidak mudah terserang penyakit.  
d.      Status imunisasi
Status imunisasi balita penderita ispa di wilayah kerja puskesmas sempaja telah baik dari 20 responden yang kami wawancarai semuanya telah mendapat inmunisasi yang lengkap.
e.       Status ASI Eksklusif
Dari 20 responden yang kami tanya soal pemberian ASI ekslusif sebanyak 13 ibu mengatakan telah memberikan ASI ekslusif kepada anaknya tetapi 7 ibu yang belum dapat memberikan ASI ekslusif pada anaknyabanyak factor yang menyebabkan hal itu baik kerena ASInya tidak keluar maupun karena ibunya yang terlalu sibuk sehingga tidak dapat selalu memberikan ASI pada anaknya, menurut Djaja ASI dapat melindungi bayi terhadap infeksi saluran pernapasan berat karena Jika produksi ASI cukup, pertumbuhan bayi umur 4-5 bulan pertama akan memuaskan, pada umur 5-6 bulan berat badan bayi menjadi 2 kali lipat dari pada berat badan lahir, maka sampai umur 4-5 bulan tidak perlu memberi makanan tambahan pada bayi tersebut (Pudjiadi, 2000). Lemahnya koordinasi menelan pada bayi umur dibawah 4 bulan dapat menimbulkan aspirasi kedalam saluran pernapasan menjadi pemicu untuk terjadinya infeksi saluran pernapasan  hal inilah yang dpat menyebabkan ISPA.
f.       Berat Badan Lahir
Dari data yang kami dapat sebanyak 8 ibu dari 20 ibu mengatakan berat bada anaknya saat lahir kurang dari 2,5 kg hal itu menunjukkan bahwa status gizi anaka saat di dalam kandungan rendah. Menurut Sulistyowati dalam Djaja (2000) bayi dengan berat badan lahir rendah mempunyai angka kematian lebih tinggi dari pada bayi berat badan lebih dari 2500 gram saat lahir selama satu tahun pertama kehidupannya. Pneumonia adalah penyebab terbesar kematian akibat infeksi pada bayi yang baru lahir dengan berat badan rendah, bila dibandingkan dengan bayi yang beratnya diatas 2500 garam.
2.      Factor lingkungan
a.      Rumah


Kategori
Ya
Tidak
Lantai rumah keramik
10 responden
15 responden
Dinding rumah
Permanen
17 responden
8 responden
atap  rumah seng/ genteng sesuai standar
12 responden
13 responden
Jendela rumah baik
25 responden
0 responden
Menggunaan listrik
24 responden
1 responden
Bahan bakar untuk masak menghasilkan asap
6 responden
19 responden
Penggunaan pembasmi serangga
18 responden
7 responden

Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan  untuk melakukan melakukan segala aktifitas sehari-hari jika kondisi rumah bersih maka sehatlah semua penghuninya. Lantai, dinding, jendela dan atap yang tidak memenuhi  memliki potensi untuk mengeluarkan, menyimpan dan menyalurkan debu dari lingkuan luar yang dapat mengganggu kesehatan. Selain itu penggunaan bahan bakar yang menghasilkan asap sepeti penggunaan kompor minyak tanah dan kayu dari data di atas dapat di lihat masih banyak 6 responden yang menggunakan bahan bakar untuk memasak menghasilkan asap. Tentu hal itu tidak baik buat kesehatan kita. 18 responden menggunakan pembasmi serangga dalam kehidupan sehari-hari.
b.      Kepadatan hunian (crowded)
Dari data yang kami dapat rata-rata rumah responden di huni oleh 4 orang tetapi ada pula responden yang hidup dengan 8 dan ada pula yang tinggal dengan 14 orang keluarganya. Apalagi jika kamar di huni lebih dari 2 orang dari data yang kami dapat 12 responden mengatakan bahwa dalam satu kamar dapat di huni oleh 3-5 orang yang tentu tidak baik apalagi kamat tersebut memiliki ukuran yang kecil. Hal itu tentu tidak baik buat kesehatan penghuni rumah terutama jika ada salah satu orang yang menderita ISPA makan semua orang dalam rumah memiliki potensi untuk terkena ISPA pula dan benar saja 18 responden sakit karena ketularan dengan keluara dalam rumahnya baik oleh kaka maupun dari adiknya.
c.       Kebiasaan merokok
Dari data yang kami dapat sebanyak 16 orang dari 25 responden memiliki keluarga yang mempunyai kebiasaan merokok dalam rumahnya. Pada keluarga yang perokok, secara statistik anaknya mempunyai kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak merokok karena di dalam rokok tersdapat zat yang dapat merusak saluran pernapasan. Selain ISPA banyak penyakit lain yang dapat timbul karena asap rokok.
d.   Polusi udara dari jalan raya
Jika rumah terletak dipinggir jalan maka rumah tersebut memiliki potensi yang cukup besar terpapar dari data yang kami dapat sebanayk 15 pasien meiliki rumah yang berada di pinggir jalan bahkan ada yang tinggal dekat dengan tempat pengambilan pasir  sehingga membuat truk pengangat pasir sering lewat di depan rumah, sehingga membuat keluarga tersebut semakin sering terpapar oleh partikel debu.





C.    Riwayat Alamiah Penyakit ISPA
Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 3 tahap yaitu :
a.       Tahap prepatogenesis : agent penyakit (bakteri: Streptokokus Hemolitikus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofilus Influenza, Bordetella Pertusis, dan Korinebakterium Diffteria dan virus: golongan  miksovirusAdenovirus, Koronavirus,  Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus)telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-apa
b.      Tahap inkubasi : virus dan bakteri merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.
c.       Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala demam dan batuk untuk penemonia ringan
d.      Tahap lanjut penyaklit, dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh dengan atelektasis,menjadi kronos dan meninggal akibat pneumonia

D. Upaya pencegahan
1. Primordial prevention ( Pencegahan Awal / Tingakt Dasar )
Kegiatan yang dilakukan melalui upaya tersebut adalah :
a.      Health promotion (promosi kesehatan)
o   Pendidikan kesehatan, penyuluhan
o   Gizi yang cukup sesuai dengan perkembangan
o   Penyediaan perumahan yg sehat
o   Rekreasi yg cukup
o   Pekerjaan yg sesuai
o   Konseling perkawinan
o   Genetika
o   Pemeriksaan kesehatan berkala
b.      Specific protection (perlindungan khusus )
o   Imunisasi
o   Kebersihan perorangan
o   Sanitasi lingkungan
o   Perlindungan thdp kecelakaan akibat kerja
o   Penggunaan gizi tertentu
o   \Perlindungan terhadap zat yang dapat menimbulkan kanker

2.    Primary prevention ( pencegahan tingkat pertama )
Ditujukan kepada orang sehat dengan usaha peningkatan derajat kesehatan (health promotion) dan pencegahan khusus (specific prevention),diantaranya:
a.      Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan oleh tenaga ksehatan dimana kegiatan in diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-hal yang dapat meningkatkan faktor resiko terjadinya ISPA.kegiatan penyuluhan ini dapat berupa penyuluhan penyakit ISPA,penyuuhan ASI eksklusif,penyuluhan gizi seimbang paa ibu dan anak,penyuluhan kesehatan lingkungan,penyuluhan bahaya rokok.
b.      Imunisasi
Mengusahakan kekebalan anak dengan imunisasi agar anak memperoleh kekebalan dalam tubuhnya anak perlu mendapatkan imunisasi yaitu DPT. Imunisasi DPT salah satunya dimaksudkan untuk mencegah penyakit Pertusis yang salah satu gejalanya adalah infeksi saluran nafas[.
c.       Mengusahakan agar anak mempunyai gizi yang baik
o   Bayi harus disusui sampai usia dua tahun karena ASI adalah makanan yang paling   baik untuk bayi.
o   Beri bayi makanan padat sesuai dengan umurnya.
o   Pada bayi dan anak, makanan harus mengandung gizi cukup yaitu mengandung cukup protein (zat putih telur), karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral.
o   Makanan yang bergizi tidak berarti makanan yang mahal. Protein misalnya dapat di peroleh dari tempe dan tahu, karbohidrat dari nasi atau jagung, lemak dari kelapa atau minyak sedangkan vitamin dan mineral dari sayuran,dan buah-buahan.
o   Bayi dan balita hendaknya secara teratur ditimbang untuk mengetahui apakah beratnya sesuai dengan umurnya dan perlu diperiksa apakah ada penyakit yang menghambat pertumbuhan.
d.      Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi berat badan lahir rendah
e.       Program penyehatan lingkungan pemukiman (PLP) yang menangani masalah polusi baik di dalam maupun di luar rumah. Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA, sebaliknya perilaku yang tidak mencerminkan hidup sehat akan menimbulkan berbagai penyakit. Perilaku ini dapat dilakukan melalui upaya memperhatikan rumah sehat, desa sehat dan lingkungan sehat

3. Secondary prevention (pencegahan tingkat ke dua)
Dalam penanggulangan ISPA dilakukan dengan upaya pengobatan dan diagnosis sedini mungkin.Adapun beberapa hal yang perlu dilakukan ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA adalah :
a. Mengatasi panas (demam)
-        Untuk orang dewasa, diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol.
-        Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun, demam diatasi dengan memberikan parasetamol dan dengan kompres.
o   Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan.
o   Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air biasa (tidak perlu air es).
-        Bayi di bawah 2 bulan dengan demam sebaiknya segera dibawa ke pusat pelayanan kesehatan.
b. Mengatasi batuk
-        Dianjurkan memberi obat batuk yang aman, yaitu ramuan tradisional berupa jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
-        Dapat digunakan obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein, dekstrometorfan, dan antihistamin.
c. Pemberian makanan
-        Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah.
-        Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
d. Pemberian minuman
Kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita. Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah, dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak dan mencegah kekurangan cairan.
e. Lain-lain
-        Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam à menghambat keluarnya panas.
-        Jika pilek, bersihkan hidung untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah.
-        Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat, yaitu yang berventilasi cukup, dengan pencahayaan yang memadai, dan tidak berasap.
-        Apabila selama perawatan dirumah keadaan memburuk, maka dianjurkan untuk membawa ke dokter.
-        Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, obat yang diperoleh tersebut harus diberikan dengan benar sampai habis.
-        Dan untuk penderita yang tidak mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari kembali ke dokter untuk pemeriksaan ulang

4.Tertiary prevention ( pencegahan tingkat ke tiga )
Tingkat Pencegahan ini ditujukan kepada balita yang bukan pneumonia agar tidak menjadi lebih parah (pneumonia)dan mengakibatkan kecacatan dan berakhir kematian.Upaya yang dapat dilakukan pada pencegahan penyakit bukan pneumonia pada bayi dan balita yaitu perhatikan apabila timbul gejala pneumonia seperti nafas menjadi sesak,anak tidak mampu minum,dan sakit bertambah menjadi parah,agar tidak menjadi parh bwalah anak kembali ke petugas kesehatan dan melakukan perawatan spesifik dirumah dengan memberikan asupan gizi dan lebih sering memberikan ASI.

E. Program Yang Di Lakukan Puskesmas Sempaja Untuk Mencegah dan Menanggulangi ISPA
Program yang telah dilakukan pihak puskesmas dalam pencegahan  kasus ISPA yaitu dengan melakukan pemeriksaan pada anak dan memberikan pengarahan kepada Ibu yang membawa anak yang menderita penyakit ISPA agar lebih memperhatikan gizi anak, pemberian ASI ekslusif dan juga menganjurkan ibu utuk terus membawa anak ke posyandu setiap bulannya agar anak terus dapat di control kesehatannya. Setiap Jika ada masyarakat yang menderita pneumonia barat setelah mendapat pemeriksaan maka pihak poli umum dan poli KIA akan menganjurkan masyarakat untuk berkonsultasi dengan poli promkes dan sanitasi lingkungan agar dapat mengetahui lebih jauh bagaimana lingkungan rumah dan hal-hal yang harus di lakukan masyarakat selain meminum obat agar penyakit ISPA tersebut dapat segera sembuh.
Pihak puskesmas hanya dapat menangaini  pasien yang datang ke puskesmas, sehingga masyarakat yang tidak pernah datang ke puskesmas tidak akan mengenahui bagaimana penanganan dan pencegahan penyakit ISPA. Pihak puskesmas tidak dapat melakukan penyuluhan secara door to door karena kurangnya dana untuk melakukan kegiatan itu. Tidak ada  program khusus yang di lakukan puskesmas menangani masalah ISPA karena kurangnya dana dari pemerintah (wawancara dengan ibu Erlina penanggung jawab penyakit ISPA)
























BAB 4
PENUTUP

A.        KESIMPULAN
a.       Identitas Respondes terdapat 25 responden yang menderita ISPA yang memeriksakan dirinya di Puskesmas Sempaja yang terdiri dari 20 responden balita dan 5 responden dewasa
b.      Faktor-faktor yang menyebabkan ISPA yang sesuai dengan kehidupan sehari-hari responden adalah dilihat dari factor host (usia,jenis kelamin,status gizi, status imunisasi,berat badan lahir, dan pemberian ASI ) dan factor lingkungan (rumah, kepadatan  hunian, kebiasaan merokok, polusi udara dari jalan raya)
c.       Riwayat alamiah penyakit terdiri dari Tahap prepatogenesis agent penyakit (bakteri, tahap inkubasi yaitu virus dan bakteri merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa, tahap dini penyakit dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala demam dan batuk untuk penemonia ringan lalu tahap lanjut penyaklit, dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh dengan atelektasis,menjadi kronos dan meninggal akibat pneumonia
d.      Upaya pencegahan ada 3 yaitu primodial prevention ,primary prevention, dan secondary prevention.
e.       Program Puskesmas untuk penyakit ISPA yaitu melakukan pemeriksaan kepada anak, memberikan pengarahan kepada Ibu, dan adanya wadah konsultasi di poli promkes dan sanitasi lingkungan.
B.         SARAN
a.       Seharusnya  penelitian dilakukan dalam jangka waktu yang lama, tidak dalam beberapa minggu saja. Karena melihat penderita yang cukup banyak di Kelurahan Sempaja sehingga perlu penanganan yang lebih tepat dan cepat untuk penyakit ISPA
b.      Perlu dilakukan pendekatan atau kerjasama terhadap pihak tenaga kesehatan Puskesmas Sempaja agar hasil data yang dibutuhkan dapat diperoleh. Sehingga hasil peneitian dapat maksimal.
c.       Mengharapkan hasil penelitiannya dapat spesifik, bilayang diteliti adalah balita yang menjadi responden hanyalah balita.






















DAFTAR PUSTAKA

Bustan, M.N. 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Rineka Cipta: Jakarta.

Depkes RI,1994. Pedoman Program P2 ISPA dan Penanggulangan Pneumonia Pada Balita. Depkes RI: Jakarta.

Doenges, Marlyn E . Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien
Nindya, T. S. 1998 Hubungan Sanitasi Rumah Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Balita.  www. Google. Com 14 Desember 2007.
Santosa, G. Masalah Batuk pada Anak. Continuing Education Anak. FK-UNAIR. 1980












Tidak ada komentar:

Posting Komentar