BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kesehatan
ibu mencakup kesehatan wanita dalam usia subur, termasuk kesehatan mereka dalam
periode prakehamilan, mereka yang tengah mengandung, dan kesehatam mereka yang
menyusui anaknya. Pengaruh kehamilan dan persalinan pada wanita merupaka
indikator penting kesehatan mereka. Kehamilan dan persalinan dapat
mengakibatkan masalh kesehatan yang serius. Angka kematian ibu merupakan ukuran
sehat-sakit yang paling buruk untuk ibu hamil. Mortalitas (kematian) ibu didefinisikan oleh World Health
Organization (WHO) sebagai “kematian ibu saat mengandung atau 42 hari setelah
kehamilan berakhir mengenyampingkan durasi dan lokasi bayi dalam rahim, dari
penyebab apapun yang berkaitan dengan atau diperburuk oleh kehamilan atau
penatalaksanaannya”. Angka kematian ibu merupakan jumlah ibu yang meninngal per
100.000 kelahiran hidup dalam tahun tertentu. Jumlah kelahiran hidup digunakan
sebagai penyebut karena jumlah total ibu hamil tidak diketahui.
Angka kematian ibu secara
keseluruhan untuk Amerika Serikat relatif konstan selama dua dekade terakhir,
yaitu, sekitar tujuh sampai delapan kematian per 100.000 kelahiran hidup.
Dibandingkan pada awal abad kedua puluh (saat angka kematian ibu mencapai 100
kali lipat angka sekarang), angka ini memperlihatkan penurunan yang sangat besar.
Kemajuan dalam menurunkan angka kematian ibu itu sebagian besar disebabkan oleh
meningkat dan membaiknya praktik persalinan dan perawatan obstetrik.
Namun, tanggapan tetap ada. Biarpun
kenyataan menujukkan bahwa lebih dari separuh kasus kematian ibu dapat dicegah
dengan intervensi yang ada, dalam dua dekade terakhir ini belum terlihat adanya
penurunan. Saat ini sebagian besar kematian ibu di Amerika Serikat terjadi
akibat hemoragi, hipertensi terinduksi kehamilan, embolisme, infeksi, dan
kondisi terkait anestesi. Selain itu, kesenjangan antara wanita kulit putih dan
wanita kulit hitam masih terlihat, dengan kemungkinan yang dialami wanita kulit
hitam untuk meninggal akibat kehamilan dan komplikasinya tiga kali lipat lebih
besar dari kemungkinan yang dialami wanita kulit putih. Dengan memastikan
diberikannya layanan pranatal secara dini selama kehamilan sangat memengaruhi
penurunan angka kasus kesakitan perinatal, ketidakmampuan, dan kematian baik
bagi ibu maupun bayinya. Selain itu, beberapa penyebab dasar tingginya angka
kesakitan dan kematian ibu maupun bayinya. Selain itu, penyebab dasar tingginya
angka kesakitan dan kematian ibu, antara lain, kemiskinan, terdapat faktor
sosiobudaya, dan kurangnya pendidikan.
1.2 Rumusan
Masalah
-
Apa saja faktor yang
mempengaruhi kematian ibu melahirkan dan bayi ?
-
Berapa banyak angka
kematian ibu melahirkan dan bayi selama beberapa tahun ?
-
Apa saja langkah yang
dapat dilakukan untuk mengurangi kematian ibu melahirkan dan bayi ?
1.3 Tujuan
-
Untuk mengetahui faktor
yang mempengaruhi kematian ibu melahirkan dan bayi.
-
Untuk mengetahui angka
kematian ibu melahirkan dan bayi selama
beberapa tahun.
-
Untuk mengetahui
langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi kematian ibu melahirkan dan bayi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kematian Ibu
Kematian ibu
(maternal death) menurut definisi WHO adalah kematian selama kehamilan
atau dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, akibat semua
sebab yang terkait dengan atau diperberat oleh kehamilan atau
penanganannya, tetapi bukan disebabkan oleh kecelakaan/cedera. Penyebab utama
kematian ibu diklasifikasikan sebagai langsung dan tidak langsung.
- Penyebab langsung: berhubungan dengan komplikasi obstetrik selama masa kehamilan, persalinan dan masa nifas (post-partum). Mayoritas penyebab kematian ibu adalah penyebab langsung.
- Penyebab tidak langsung: diakibatkan oleh penyakit yang telah diderita ibu, atau penyakit yang timbul selama kehamilan dan tidak ada kaitannya dengan penyebab langsung obstetrik, tapi penyakit tersebut diperberat oleh efek fisiologik kehamilan.
1.
Perdarahan
Perdarahan
yang tidak terkontrol menyumbang sekitar 20%-25% kematian ibu sehingga
merupakan risiko yang paling serius. Kehilangan darah dapat terjadi selama
kehamilan, selama persalinan, atau setelah persalinan (post partum). Perdarahan
post partum yang menyebabkan kehilangan darah lebih dari 1.000 ml
adalah penyebab utama kematian. Meskipun dapat dicegah, tidak semua kasus
perdarahan post partum dapat dihindari. Atonia uterus (uterine atony),
yaitu kondisi di mana otot rahim kehilangan kemampuan untuk berkontraksi
setelah melahirkan, adalah penyebab utama perdarahan post partum. Penyebab
lain yang lebih jarang adalah retensi plasenta (retained placenta), di
mana seluruh atau sebagian jaringan plasenta tertinggal di rahim.
Penyebab trauma termasuk luka, ruptur uterus, dan inversi uterus. Komplikasi
dari perdarahan postpartum termasuk hipotensi ortostatik, anemia,
dan kelelahan, yang dapat menyulitkan perawatan pasca melahirkan. Anemia post-partum
meningkatkan risiko depresi post-partum.
Perdarahan
post partum dapat ditangani dengan cara siaga
pada kasus-kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan
pencegahan tidak saja dilakukan waktu bersalin, namun sudah dimulai sejak ibu
hamil dengan melakukan antenatal care
yang baik. Ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan
postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit. Di
rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah,
dan bila mungkin tersedia donor darah. Sambil mengawasi persalinan,
dipersiapkan keperluan untuk infuse dan obat-obatan penguat rahim(uterotonika).
2.
Eklampsia
Eklampsia
adalah kondisi yang ditandai dengan gagal ginjal, kejang, dan koma saat
kehamilan atau pasca melahirkan, sehingga dapat berujung pada kematian ibu.
Eklampsia biasanya terjadi setelah trimester ketiga kehamilan, mayoritas pada
saat persalinan (intrapartum) dan 48 jam pertama setelah
melahirkan (postpartum). Eklampsia merupakan komplikasi berat dari kondisi
yang mendahuluinya, yaitu preeklampsia. Preeklampsia, juga dikenal sebagai toxemia
kehamilan, ditandai dengan hipertensi (tekanan darah tinggi), proteinurea
(protein dalam urin), edema (pembengkakan) umum, dan kenaikan berat badan
secara tiba-tiba. Preeklampsia dapat diidentifikasi pada masa kehamilan dengan
memantau tekanan darah, tes protein urin, dan pemeriksaan fisik. Deteksi dini
dan pengelolaan preeklampsia dapat mencegah perkembangannya menjadi
eklampsia.
3.
Sepsis
Sepsis maternal
adalah infeksi bakteri yang parah, biasanya pada uterus (rahim), umumnya
terjadi beberapa hari setelah melahirkan. Sepsis dapat menyebar dari
rahim ke saluran tuba dan ovarium atau ke dalam aliran darah. Infeksi yang
terjadi setelah melahirkan ini juga dikenal sebagai sepsis puerperalis. Penyebab utamanya adalah bakteri yang disebut Group
A Streptococcus (GAS) yang memasuki tubuh melalui kulit atau jaringan yang
rusak saat melahirkan.
Sepsis
maternal menyebabkan demam dan satu atau lebih gejala berikut:
- Menggigil dan perasaan tidak sehat secara umum
- Nyeri perut bawah
- Keputihan berbau busuk
- Perdarahan dari vagina
- Pusing dan pingsan
Sepsis
umumnya terjadi karena standar kebersihan yang buruk selama proses persalinan,
misalnya persalinan atau aborsi yang dibantu oleh dukun beranak. Sepsis juga
dapat disebabkan oleh infeksi menular seksual yang tidak diobati selama
kehamilan. Penyakit ini dapat dicegah atau dikelola dengan pemeriksaan lab yang
tepat, standar pengendalian infeksi yang tinggi selama persalinan dan
pengobatan antibiotik selama dan sesudah persalinan.
4.
Infeksi
Infeksi yang
menyebabkan kematian ibu termasuk dalam kelompok penyebab tidak langsung.
Infeksi yang paling umum adalah malaria, tuberkulosis, dan hepatitis. Ibu
hamil yang terinfeksi penyakit-penyakit tersebut biasanya memiliki gejala yang
lebih parah dan memiliki tingkat risiko tinggi keguguran, kematian janin,
persalinan prematur, berat badan lahir rendah, kematian bayi dan/atau ibu.
·
Malaria merupakan
infeksi parasit yang ditularkan oleh nyamuk dan menewaskan lebih dari 1 juta
orang setiap tahunnya. Penyakit ini lebih umum pada wilayah Indonesia
bagian timur. Malaria dapat dicegah dengan obat-obatan yang tepat dan perangkat
antinyamuk.
·
Tuberkulosis
(TB) adalah infeksi yang termasuk dalam target kedaruratan
WHO sejak tahun 2005. Sekitar sepertiga dari populasi dunia (diperkirakan
sekitar 1,75 miliar) terinfeksi basil tuberculosis. Penyakit ini
dapat diperberat oleh kehamilan dan menyebabkan kematian ibu dan/ atau janin.
TB dapat disembuhkan dengan obat-obatan seperti Rifampisin, INH dan
Etambutol.
·
Hepatitis adalah
infeksi virus yang menyerang fungsi hati. Virus hepatitis B (HBV) adalah
penyebab paling umum hepatitis pada ibu hamil, namun
virus hepatitis E (HEV) adalah yang paling dikaitkan dengan peningkatan
risiko kematian ibu. Hepatitis E akut dapat memberikan gejala tiba-tiba dalam
beberapa hari atau minggu sebelum kematian. Hepatitis dapat dicegah dengan
kewaspadaan, imunisasi, dan sanitasi yang lebih baik.
5.
Gagal Paru
Kegagalan
pernafasan akut adalah salah satu penyebab umum kedaruratan kebidanan yang
berisiko kematian tinggi. Penyebab umum kegagalan pernapasan akut adalah
embolisme paru (pulmonary embolism) dan paling sering terjadi pada
periode setelah melahirkan (postpartum). Kehamilan meningkatkan risiko
embolisme paru karena peningkatan kemampuan untuk membekukan darah (yang
bermanfaat untuk menghentikan perdarahan saat persalinan). Sayangnya, kemampuan
ini juga meningkatkan risiko trombosis (bekuan) darah yang secara mendadak
menyumbat arteri paru-paru–kondisi yang disebut embolisme paru.
Tanda-tanda
embolisme paru termasuk sesak napas tiba-tiba dan tanpa sebab, nyeri dada, dan
batuk yang dapat disertai darah. Embolisme paru dapat dikelola segera dengan
obat-obatan anti trombosis dan perawatan kedaruratan.
2.2
Kematian Bayi
Kematian
bayi merupakan ukuran penting kesehatan nasional karena variabel itu berkaitan dengan
berbagai faktor antara
lain ;
a. Kesehatan ibu
b. Mutu akses ke layanan medis
c. Kondisi sosioekonomi
d. Praktik kesehatan masyarakat
Kematian
bayi (mortalitas bayi) merupakan kematian anak usia kurang dari satu tahun.
Angka kematian bayi didefinisikan sebagai jumlah kematian anak usia kurang dari
1 tahun per 1.000 kelahiran hidup. Diakhir abad kedua puluh, angka kematian
bayi diperkirakan mencapai 7,0 kematian per 1.000 kelahiran hidup, yang secara
bermakna lebih rendah dari angka tahun 1940-47,0. Penurunan selama paruh abad
terakhir itu disebabkan oleh perbaikan dalam status sosioekonomi, perumahan,
gizi, cakupan imunisasi, dan ketersediaan air bersih, susu terpasteurisasi, dan
antibiotik. Penurunan angka kematian bayi akhir-akhir ini lebih disebabkan oleh
peningkatan dalam ketersediaan layanan pranatal dan pascanatal serta teknologi
modern untuk membantu perawatan persalinan yang mengalami komplikasi.
Pada
tahun 1998 lebih dari separuh kasus kematian bayi anomali kongenital (cacat
lahir), gangguan yang berkatian dengan gestasi singkat dan berat badan lahir
rendah yang tidak jelas, Sudden Infant
Death Syndrom (SIDS), dan bayi baru lahir yang terkena dampak komplikasi
kehamilan. Kematian bayi, atau mortalitas bayi, dapat dibagi lagi kedalam
kematian neonatal dan kematian pascaneonatal. Kematian neonatal adalah kematian
yang terjadi selama 28 hari pertama setelah kelahiran. Saat ini, dua pertiga
kasus kematian bayi terjadi selama periode tersebut. Kematian ini paling lazim
disebabkan oleh kejadian pranatal dan kejadian tepat setelah lahir. Layanan
pranatal yang memadai, dilengkapi dengan pengkajian dan manajemen resiko, serta
kemajuan dalam teknologi perawatan intensif bayi baru lahir dapat membantu
menurunkan kasus kematian bayi neonatal. Kematian pascaneonatal (mortalitas
pascaneonatal) adalah kematian yang terjadi diantara 28 hari dan 365 hari
setelah kelahiran. Kesehatan bayi selama periode pascanatal lebih bergantung
pada lingkungan bayi, yang mencakup keterampilan menjadi orangtua dan
ketersediaan serta pemanfaatan layanan pediatrik.
2.3
Angka Kematian Ibu dan Bayi Pertahun
Persentasi Kematian Bayi Dari Tahun
1991-2012
2.4 Langkah Yang Dapat Dilakukan Untuk Mengurangi
Kematian Ibu Melahirkan Dan Bayi
1.
Keluarga berencana
Jika para ibu yang tidak ingin hamil lagi dapat
memperoleh pelayanan kontrasepsi efektif sebagaimana diharapkan, maka akan
berkuranglah prevalensi abortus provokatus serta prevelensi wanita hamil pada
usia lanjut dan paritas tinggi. Dengan berkurangnya faktor resiko tinggi ini
maka kematian maternal akan turun pula secara bermakna. Oleh karena itu
pelayanan ke;uarga berencana harus dapat mencapai sasaran seluas-luasnya
dimasyarakat, khususnya golongan resiko tinggi.
2. Pemeriksaan
kehamilan dan pelayanan rujukan
Pemeriksaan anternal yang baik dan tersedianya
fasilitas rujukan bagi kasus resiko tinggi dapat menurunkan angka kematian
maternal petugas kesehatan seyogyanyadapat mengidentifikasi faktor-faktor
resiko yang berhubungan dengan usia, paritas, riwayat obstetrik buruk, dan
perdarahan selama kehamilan.mereka harus mampu memberi pengobatan pada
penyakit-penyakit yang menyertai kehamilan, misalnya anemia. Mereka juga harus
mampu mengenal tanda-tanda dini infeksi, partus lama, perdarahan berlebihan,
dan mengetahui bila mana saat yang tepat untuk merujuk kefasilitas pelayanan
kesehatan yang lebih lengkap.
3.
Perbaikan pelayanan gawat darurat
Walaupun upaya
pencegahan dengan identifikasi faktor-faktor resiko telah dilakukan sebagai
mana di uraikan diatas, namun masih ada kemungkinan komplikasi berat terjadi
sewaktu-waktu.Dalam hal ini rujukan segera harus dilakukan, karena kematian
dapat terjadi dalam waktu singkat.Oleh karena itu petugas kesehatan di lini
terdepan harus dibekali dengan kempuan tindakan-tindakan darurat secara tepat.
4.
Perdarahan
Perdarahan
postpartum sering melakukan tindakan cepat dari penolong persalinan, misalnya
pengeluaran plasenta secara manual, memberikan obat-obat oksitosin, massase
uterus, dan pemberian tranfusi darah.
5.
Infeksi nifas
Kematian karena infeksi nifas dapat dikurangi dengan
meningkatkan kebersihan selama persalinan.Kepada penolong persalinan senatiasa
perlu diingatkan tentang tindakan asepsispada pertolongan
persalinan.Antibiotika perlu diberikan pada persalinan lama dan pada ketuban
pecah dini.parturin dan keluarganya perlu diberi penerangan tentang tanda-tanda
dini infeksi nifas.
6.
Gestosis
Petugas
kesehatan harus mampu mengenal tanda-tanda awal gestosis seperti edema,
hipertensi, hiperrefleksia, dan jika mungkin, proteinuria.Jika gestosis
memberat, maka diperlukan rujukan.
7.
Distosia
Gravida dengan
postur tubuh kecil atau terlalu pendek, primi atau grandemultigravida, perlu
dicurigai akan kemungkinan terjadinya distosia oleh karena disproporsi
sefalopelvik.pemanfaatan partograf untuk mendeteksi secara dini persalinan lama
terbukti dapat menurunkan angka kematian maternal.
8.
Abortus provokatus
Kematian karena
abortus provokatus seharusna dapat dicegah karena antara lain dengan pelayanan
kontrasepsi efektif sehingga kehamilan yang tidak diinginkan dapat
dihindari.pengobatan pada aborrtus inkomplit adalah kuretase, yang seyogianya
dapat dilakukan lini terdepan. Jika diragukan apakah sebelumnya telah
dilakukan usaha abortus provokatus,
perlu diberikan antibiotika, walaupun belum ada tanda-tanda infeksi. Jika sudah
terjadi infeksi, perlu diberikan antibiotika dosis tinggi secara intravena.
9.
Perbaikan jaringan pelayanan kesehatan
a.
Pengadaan
tenaga terlatih dipedesaan
Di Indonesia sebagian besar pesalinan masih ditolong
oleh dukun, khususnya yang berlangsung didesa-desa. Para dukun ini harus
dimanfaatkan dan diajak berkerja sama antara lain dengan melatih mereka dam
teknik asepsis dan pengenalan dini tanda-tanda bahaya, secaya kemampuan
pertolongan pertama dan mengetahui kemana rujukan harus dilakukan pada
waktunya. Pada saat ini pemerintah sedang mngupayakan pengadaan tenaga bidan
untuk setiap desa, sehingga diperlukan perlu dididik sekitar 80.000 orang bidan
untuk memenuhi kebutuhan tersebut sampai Pelita VI.
b.
Peningkatan
kemampuan puskesmas
Puskesmas yang merupakan fasilitas rujukan
pertama dari petugas lini terdepan perlu dilengkapi dengan dokter terlatih
serta kelengkapan yang diperlukan untuk mencegah kematian maternal. Puskesmas
seyogianya mampu mengatasi perdarahan akut, tersedia antibiotika dan cairan
yang cukup, dan mampu memberikan pertolongan bedah obstetri sederhana.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
-
Penyebab kematian ibu
melahirkan dan bayi dapat disebabkan oleh beberapa faktor pada kematian ibu
melahirkan dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti; perdarahan, eklampsia, sepsis, infeksi, gagal paru. Sedangkan pada
kematian bayi dapat disebabkan beberapa faktor ; kesehatan
ibu, mutu akses ke layanan medis, kondisi sosioekonomi, praktik kesehatan
masyarakat.
-
Angka
kematian ibu dan bayi per tahun semakin mengalami penurunan ini terkait dengan
target MDGs untuk mengurangi kematian ibu dan bayi.
-
Upaya yang dapat
dilakukan untuk mengurangi angka kematian ibu melahirkan dan bayi adalah dengan
melakukan; Keluarga
berencana, pemeriksaan kehamilan dan pelayanan rujukan, perbaikan pelayanan
gawat darurat, gestosis, distosia, abortus provokatus, perbaikan jaringan
pelayanan kesehatan dengan memberikan pengadaan tenaga terlatih dipedesaan, dan
peningkatan kemampuan puskesmas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar