Penentuan mutu bahan
pangan pada umumnya sangat tergantung pada beberapa faktor, seperti cita rasa,
tekstur, dan nilai gizinya, juga sifat mikrobiologis. Tetapi, sebelum
faktor-faktor lain dipertimbangkan, secar visual faktor warna tampil lebih
dahulu, dan kadang-kadang sangat menentukan.
Selain
sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai
indikator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau cara
pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata.
Zat warna yang sudah sejak lama
dikenal dan digunakan, misalnya daun pandan atau daun suji untuk warna hijau
dan kunyit untuk warna kuning. Kini dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi telah ditemukan zat warna sintetis, karena penggunaannya lebih
praktis dan harganya lebih murah.
Ada beberapa hal yang
dapat menyebabkan suatu bahan pangan berwarna, antara lain dengan penambahan
zat pewarna. Secara garis besar, berdasrkan sumbernya dikenal dua jenis zat
pewarna yang termasuk dalam golongan bahan tambahan pangan, yaitu pewarna alami
dan pewarna sintetis.
A.
Pewarna Alami
Banyak warna cemerlang yang dipunyai
oleh tanaman dan hewan dapat digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa
pewarna alami ikut menyumbangkan nilai nutrisi (karotenoid, riboflavin, dan
kobalamin), merupakan bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa karamel ke
bahan olahannya.
Konsumen
dewasa ini banyak menginginkan bahan alami yang masuk dalam daftar diet mereka.
Banyak pewarna olahan yang tadinya menggunakan pewarna sintetik berpindah ke
pewarna alami. Sebagai contohnya serbuk beet menggantikan pewarna merah
sintetiuk FD fan C No.2. Namun, penggantian dengan pewarna alami secara
keseluruhan harus menunggu para ahli untuk dapat menghilangkan kendala, seperti
bagaimana menghilangkan rasa beet-nya, mencegah penggumpalan dalam penyimpanan,
dan menjaga kestabilan dalam penyimpanan. Beberapa pewarna alami yang berasal
dari tanaman dan hewan diantaranya adalah klorofil, mioglobin, dan hemoglobin,
anthosianin, flavonoid, tannin, betalain, quinon dan xanthon, serta karotenoid.
Tabel
3.1 Sifat-Sifat Bahan Pewarna Alami
Kelompok
|
Warna
|
Sumber
|
Kelarutan
|
Stabilitas
|
Karamel
|
Cokelat
|
Gula
dipanaskan
|
Air
|
Stabil
|
Anthosianin
|
Jingga
merah biru
|
Tanaman
|
Air
|
Peka
terhadap panas
|
Flavonoid
|
Tanpa
kuning
|
Tanaman
|
Air
|
Stabil
terhadap panas
|
Leucoanthosianin
|
Tidak
berwarna
|
Tanaman
|
Air
|
Stabil
terhadap panas
|
Tannin
|
Tidak
berwarna
|
Tanaman
|
Air
|
Stabil
terhadap panas
|
Batalain
|
Kuning,
merah
|
Tanaman
|
Air
|
Sensitif
terhadap panas
|
Quinon
|
Kuning-hitam
|
Tanaman
bakteria lumut
|
Air
|
Stabil
terhadap panas
|
Xanthon
|
Kuning
|
Tanaman
|
Air
|
Stabil
terhadap panas
|
Karotenoid
|
Tanpa
kuning- merah
|
Tanaman/hewan
|
Lipida
|
Stabil
terhadap panas
|
Klorofil
|
Hijau, cokelat
|
Tanaman
|
Lipida dan Air
|
Sensitif terhadap panas
|
Heme
|
Merah, cokelat
|
Hewan
|
Air
|
Sensitif terhadap panas
|
B.
Pewarna sintetis
Di negara maju, suatu zat pewarna
buatan harus melalui berbagai prosedur pengujian sebelum dapat digunakan
sebagai pewarna pangan. Zat pewarna yang diizinkan penggunaannya dalam pangan
disebut sebagai permitted color atau certified color.
Zat
warna yang akan digunakan harus menjalani pengujian dan prosedur penggunaannya,
yang disebut proses sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi pengujian
kimia, biokimia, toksikologi, dan analismedia terhadap zat warna tersebut.
Proses
pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat
atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat
lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat warna organik sebelum mencapai
produk akhir, harus melalui suatu senyawa antara dulu yang kadang-kadang
berbahaya dan seringkali tertinggal dalam hal akhir, atau terbentuk
senyawa-senyawa baru yang berbahaya. Untuk zat pewarna yang dianggap aman,
ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,0004 persen dan
timbal tidak boleh lebih dari 0,0001; sedangkan logam berat lainnya tidak boleh
ada.
Di
Indonesia peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diinginkan dan
dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor
722/Menkes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan pangan.
Akan
tetapi, seringkali terjadi penyalahgunaan zat pewarna untuk sembarang bahan
pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai
bahan pangan. Hal ini jelas berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam
berat pada zat pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara lain
disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, dan
disamping itu harga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah dibandingkan
dengan harga zat pewarna untuk pangan. Hal ini disebabkan bea masuk zat pewarna
untuk bahan pangan jauh lebih tinggi daripada zat pewarna bahan nonpangan. Lagi
pula, warna dari zat pewarna tekstil atau kulit biasanya lebih menarik.
Tabel
3.2 Bahan Pewarna Sintetis yang Diizinkan di Indonesia
Pewarna
|
Nomor Indeks Warna (C.I.No.)
|
Batas Maksimum Penggunaan
|
|
Amaran
|
Amaranth : Cl Food Red 9
|
16185
|
Secukupnya
|
Biru berlian
|
Brilliant blue FCF : Cl
|
42090
|
Secukupnya
|
Eritrosin
|
Food red 2 Erithrosin :
Cl
|
45430
|
Secukupnya
|
Hijau FCF
|
Food red 14 Fast green
FCF : Cl
|
42053
|
Secukupnya
|
Hijau S
|
Food green 3 Green S :
Cl.Food
|
44090
|
Secukupnya
|
Indigotin
|
Green 4 Indigotin : Cl.Food
|
73015
|
Secukupnya
|
Ponceau 4R
|
Blue I Ponceau 4R : Cl
|
16255
|
Secukupnya
|
Kuning
|
Food red 7
|
74005
|
Secukupnya
|
Kuinelin
|
Quineline yellow Cl.
Food yellow 13
|
15980
|
Secukupnya
|
Kuning FCF
|
Sunset yellow FCF Cl.
Food yellow 3
|
-
|
Secukupnya
|
Riboflavina
Tartrazine
|
Riboflavina
Tartrazine
|
19140
|
Secukupnya
|
Sedangkan berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Soleh (2003), menunjukan bahwa dari 25
sampel makanan dan minuman jajanan yang beredar diwilayah kota Bandung,
terdapat 5 sampel yang positif mengandung zat warna yang dilarang oleh
pemerintah, yaitu Rhodamin B (produk sirup jajanan, kerupuk dan terasi merah),
sedangkan untuk methnyl yellow tidak terdapat dalam sampel.
Beberapa
pedangang karena ketidaktahuannya telah menggunakan beberapa bahan pewarna yang
dilarang untuk bahan pangan seperti Rhodamin B, Methnyl yellow, dan amaranth.
Dari 251 jenis minuman yang diambil contoh, ternyata rhodamin B , diBogor
sebanyak 14,5% dan Rangkasbitung 17 %
sedangkan dikota-kota kecil dan didesa-desa 24% minuman yang berwarna merah
ternyata mengandung rhodamin B. Tetapi, beberapa pedagang ada pula yang
mengunakan pewarna alami, sepeti karamel, coklat, dan daun suji
Tabel
3.3 Bahan Pewarna Sintetis yang Dilarang di Indonesia
Bahan Pewarna
|
Nomor Indeks Warna (C.l.No.)
|
|
Citrus red No.2
|
12156
|
|
Ponceau 3R
|
(Red G)
|
16155
|
Ponceau SX
|
(Food Red No.1)
|
14700
|
Rhodamine B
|
(Food Red No.5)
|
45170
|
Guinea Green B
|
(Acid Green No.3)
|
42085
|
Magenta
|
(Basic Violet No.14)
|
42510
|
Chrysoidine
|
(Basic Orange No.2)
|
11270
|
Butter Yellow
|
(Solveent Yellow No.2)
|
11020
|
Sudan I
|
(Food Yellow No.2)
|
12055
|
Methanil Yellow
|
(Food Yellow No.14)
|
13065
|
Auramine
|
(Ext. D & C Yellow
No.1)
|
41000
|
Oil Oranges SS
|
(Basic Yellow No.2)
|
12100
|
Oil Oranges XO
|
(Solvent Oranges No.7)
|
12140
|
Oil Yellow AB
|
(Solvent Oranges No.5)
|
11380
|
Oil Yellow OB
|
(Solvent Oranges No.6)
|
11390
|
Sedangkan penelitian yang
lakukan oleh YLKI pada tahun 1990
terhadap pangan jajanan di daerah Jakarta
dan Semarang, menunjukan bahwa pisang
molen dan manisan kedondong yang dijual diwilayah Jakarta setelah diuji
ternyata positif mengandung methnyl yellow , dan didalam limun merah yang diuji
terdapat amaranth.Sedangkan diSemarang, minuman yang mengandungRhodamin B
ternyata mencapai 54,55 % dari 22 contoh yang
diuji, dan 31, 82% dari 44 contoh pangan yang diuji juga positif
mengunakan pewarna terlarang seperti rhodamin B , methnyl yellow , atau orange
RN. 1.
Tabel
3.4 Daftar Pewarna Pangan yang Terdapat dalam Jenis Minuman yang Diambil Contoh
Warna
|
Zat Pewarna Buatan
|
Jenis Minuman
|
Merah
|
Carmoissine
|
Es ampere, es limun
|
Merah
|
Rhodamin B
|
Es campur, es cendol, es
kelapa, es sirup, es cincau
|
Merah
|
Amaranth
|
Es campur
|
Merah
|
Scarlet 4R
|
Es campur
|
Kuning
|
Tartazine
|
Es limun, es sirup
|
Kuning
|
Sunset Yellow
|
Es limun, es sirup, es
campur
|
Kuning
|
Methanil Yellow
|
Es sirup
|
Hijau
|
Fast Green FCF
|
Es limun, es cendol
|
Biru
|
Brilliant Blue
|
Es mambo
|
Menurut Joint FAC/WHO Expert Committee on Food Additives(JECFA)
zat pewarna buatan dapat digolongkan dalam beberapa kelas berdasarkan rumus
kimianya, yaitu azo,triarilmetana, quinolin, xanten, dan indigoid. Sedangkan berdasarkan
kelarutannya dikenal dua macam pewarna buatan, yaitu dyes dan lakes.
Kelas azo merupakan zat
warna sintetis yang paling banyak jenisnya dan mencakup warna kuning, merah,
ungu, dan cokelat; sedangkan kelas triarilmetana yang mencakup warna biru dan
hijau.
Kelas azo terdiri dari :
-
Mono
azo R-N = N-
-
Biazo
R-N=N-
-
N=N-
dan
adalah gugus aromatik (untuk tartrazin
ringpirazoion)
Tabel
3.5 Kelas-Kelas Zat Pewarna Buatan Menurut JECFA
Nama
|
Warna
|
Azo
:
|
|
1.
Tartrazin
|
Kuning
|
2.
Sunset Yellow
FCF
|
Oranye
|
3.
Allura Red AC
|
Merah
(kekuningan)
|
4.
Ponceau 4R
|
Merah
|
5.
Red 2G
|
Merah
|
6.
Azorubine
|
Merah
|
7.
Fast Red E
|
Merah
|
8.
Amaranth
|
Merah (kebiruan)
|
9.
Brilliant Black
BN
|
Ungu
|
10.
Brown FK
|
Kuning
cokelat
|
11.
Brown HT
|
Cokelat
|
Triarilmetana
:
|
|
12. Brilliant Blue FCF
|
Biru
|
13.
Patent Blue V
|
Biru
|
14.
Green S
|
Biru kehijauan
|
15.
Fast Green FCF
|
Hijau
|
Quinolin
|
|
16.
Quinoline
Yellow
|
Kuning
kehijauan
|
Xanten
|
|
17.
Erythrosine
|
Merah
|
Indigoid
|
|
18.
Indigotine
|
Biru
kemerahan
|
Tabel
3.6 Pewarna Pangan (Sintetik) “Certified” Jenis Dyes dan Lakes
Tipe
Daftar Permanen
|
Tipe
Daftar Provisional
|
FD
& C Red No.3
|
FD
& C Yellow No.
|
FD
& C Blue No.2
|
FD
& C Yellow No. 6 Lakes
|
FD
& C Yellow No.5
|
FD
& C Red No. 3 Lakes
|
FD
& C Green No. 3
|
FD
& C Red No. 1 Lakes
|
FD
& C Blue No. 1
|
FD
& C Blue No. 2 Lakes
|
FD
& C Red No. 401
|
FD
& C Green No. 3 Lakes
|
FD
& C Red No. 40 Lakes
|
FD
& C Yellow No. 5 Lakes
|
Oranges
|
|
Citrus
Red No.
|
Keterangan :
Terdapat secara pemisahan atau
provisional terhitung mulai Januari 1986
a. Menunggu publikasi FDA colour additives scientific review panel
report.
b. Hanya untuk pewarnaan kulit/permukaan
sosis atau frakfurter dengan
konsentrasi maksimum 150 ppm (satuan berat).
c. Hanya untuk pewarnaan kulit jeruk
yang tidak akan diolah lebih lanjut, dengan konsentrasi maksimum 2 ppm (satuan
berat).
Sedangkan
kelas triarilmetana mengandung gugus M dan
berupa gugus aliftik atau benzil dan R adalah
ring aromatis yang mengandung muatan negatif yang dapat memungkinkan
pembentukan garamnya. Kelarutannya dalam air dihasilkan dengan masuknya gugus –
(atau gugus-COONa untuk erotrosin) pada saat
proses pengujiannya.
Zat warna yang termasuk golongan dyes telah melalui prosedur
sertifikasi yang ditetapkan oleh US-FDA. Sedangkan zat warna lakes yang hanya
terdiri dari satu warna, tidak merupakan warna campuran, juga harus mendapat
sertifikat. Dalam certified colour
terdapat spesifikasi yang mencantumkan keterangan yang penting mengenai zat
pewarna tertentu, misalnya bentuk garam, kelarutan, dan residu yang terdapat
didalamnya.
Tabel 3.7 Zat Pewarna Alami yang Diizinkan Terdapat
dalam Pangan di Amerika Serikat Berlaku Mulai Januari 1986
Jenis
Pewarna
|
Pembatasan
|
Tepung
algae, kering
|
Hanya
untuk pangan unggas
|
Ekstrak
annato
|
t.a
|
Beta-apo-8’-karotenal
|
15
mg/lb atau/pt
|
Beta-karoten
|
t.a
|
Tepung
bit
|
t.a
|
Canthaxanthin
|
30
mg/lb atau/pt
|
4,4
mg.kg (pangan unggas)
|
|
Karamel
|
t.a
|
Minyak
wortel
|
t.a
|
Ekstrak
cochineal
|
t.a
|
Minyak
endosperma jagung
|
Hanya
untuk pangan unggas
|
Tepung
biji kapas
|
t.a
|
Ferrous
gluconate
|
Hanya
untuk mewarnai buah zaitun
|
Jus
buah-buahan
|
t.a
|
Ekstrak
warna anggur
|
Hanya
untuk minuman nonbeverage
|
(enocianiana)
|
Untuk
minuman bekarbonat
|
Minuman
beralkohol
|
|
Iron
oxide, sintetis
|
Hanya
untuk pangan anjing
|
Kucing
(Maksimum 0.25%)
|
t.a
|
Paprika
dan oleoresin paprika
|
t.a
|
Riboflavin
|
t.a
|
Saffranon
|
Hanya
untuk pangan unggas
|
Tepung
dan ekstrak pengujian
|
Maksimum
1%
|
(Aztec
marigoid)
|
|
Titanium
dioksida
|
t.a
|
Tumeric
dan tumeric aleoressin
|
Untuk
mewarnai garam bagi pangan
|
Ultramarine
blue
|
Ternak
(maksimum 0,05%)
|
Sari
sayur-sayuran
|
t.a
|
Keterangan : t.a = tidak
ada pembatasan
Pada tahun 1986 tercatat
sudah 40 macam zat pewarna pangan yang diizinkan oleh US-FDA, dan dapat
digolongkan kedalam 9 jenis dyes dan
7 lakes dan sisanya terdiri dari
pewarna alami dan pewarna identik alami.
Pewarnaan identik alami adalah pewarna yang dihasilkan dengan
cara sintesis kimia, jadi bukan dengan cara ekstraksi atau isolasi, akan tetapi
mempunyai komposisi yang identik dengan pewarna alami. Jenis yang sudah banyak
diproduksi, antara lain beta karoten, cantoxantin, apo karotenal.
1.
Dyes
Dyes adalah zat pewarna yang umumnya bersifat larut dalam air, sehingga
larutannya menjadi berwarna dan dapat digunakan untuk mewarnai bahan. Pelarut
yang dapat digunakan selain air adalah propelin glikol, gliserin, atau alkohol;
sedangkan dalam semua jenis pelarut organik, dyes tidak dapat larut. Dyes terdapat dalam bentuk bubuk,
granula, cairan, canpuran warna, pasta, dan dispersi.
Zat warna ini stabil dalam berbagai macam penggunaan
dalam pangan. Dalam bentuk kering, tidak memperlihatkan adanya kerusakan.
Tetapi, warna ini dapat menjadi tidak stabil bila dalam pangan tersebut
terkandung bahan-bahan pereduksi atau pangan tersebut berprotein dan diproses
dalam retort pada suhu tinggi, juga
jika zat warna tersebut kontak dengan logam (seng, timah, aluminium, atau
tembaga). Dalam minuman yang mengandung asam askorbat (bahan perduksi) dalam
batas tertentu, perubahan warnanya menjadi pucat dapat dicegah dengan
menambahkan ethylen diamintetra acid.
Pada umumnya, penggunaan dyes dilakukan untuk mewarnai roti dan kue, produk-produk susu,
kulit sosis, kembang gula, drymixes,
minuman ringan, minuman berkarbonat, dan lain-lain. Setiap penggunaan memerlukan dyes dalam bentuk tertentu, misalnya
bentuk bubuk atau granula untuk mewarnai minuman ringan pasta atau dispersi
untuk roti kue, kembang gula, dan cairan untuk produk-produk susu.
Konsentrasi pemakaian tidak dibatasi secara khusus,
tetapi di Amerika Serikat disarankan agar digunakan dengan memperhatikan Good Manufacturring Practices (GMP),
yang pada prinsipnya dapat digunakan dalam jumlah yang tidak melebihi keperluan
untuk memperoleh efek yang diinginkan, jadi rata-rata kurang dari 300 ppm.
Tetapi dalam praktiknya ternyata digunakan konsentrasi antara 5-600 ppm.
Umumnya dalam industri pengolahan pangan menimbulkan warna yang tidak wajar
pada produk. Selain itu, juga akan memengaruhi harga produk akhir.
2. Lakes
Zat
pewarna ini dibuat melalui proses pengendapan dan absorpsi dyes pada radikal (Al atau Ca) yang dilapisi dengan aluminium
hidrat (alumina). Lapisan alumina ini tidak larut dalam air, sehingga lakes ini tidak larut pada hampir semua
pelarut. Pada pH 3,5-9,5 stabil, dan diluar selang tersebut lapisan alumina
pecah sehingga dyes yang dikandungnya
terlepas.
Kandungan
dyes dalam lakes disebut pure dyes contents (pdc). Lakes umumnya
mengandung 10-40% dyes murni. Sesuai dengan sifatnya yang tidak larut dalam
air, maka zat pewarna ini digunakan untuk produk-produk yang tidak boleh
terkena air. Sehingga seringkali lakes
lebih baik digunakan untuk produk-produk yang mengandung lemak dan minyak dan
produk yang padat airnya rendah sehingga tidak cukup untuk melarutkan dyes, misalnya tabet, tablet yang diberi
pelapisan (coating), icing, pelapisan
pondan, pelapis berminyak, campuran adonan kue dan donat, permen, permen karet,
dan lain-lain. Pemakaian lakes dapat dilakukan dengan cara mendispersikan zat
warna tersebut dengan serbuk pangan sehingga pewarnaan akan terjadi, seperti
halnya mencampurkan pigmen ke dalam cat.
Dibandingkan dengan dyes,
maka lakes pada umumnya bersifat lebih stabil terhadap cahaya, kimia, dan panas
sehinggaharga lakes pada umumnya
lebih mahal daripada harga dyes.
Pada tahun 1959 pemakaian lakes
mulai diizinkan oleh US-FDA dan penggunaannya meluas dengan cepat. Akan tetapi,
sampai saat ini FDA belum menetapkan peraturan pemakaian lakes untuk pangan, sehingga semua pewarna lakes masih termasuk dalam daftar profesional, yaitu yang belum
disetujui untuk dimasukkan ke dalam daftar permanen pewarna untuk pangan,
terkecuali FD dan C Red No. 40 lakes.
C.
Efek Terhadap Kesehatan
Bahan pewarna sintetis
yang telah dihasilkan oleh para ahli kimia berasal dari coal-tar yang jumlahnya ratusan. Perwarna buatan sangat disenangi
oleh para ahli teknologi untuk pewarnaan barang-barang industri, baik untuk
industri pangan maupun industri nonpangan. Meskipun sebenarnya beberapa pewarna
tersebut bersifat toksik.
Mula-mula
para ahli teknologi ini tidak memikirkan pewarna buatan/sintetis coal-tar ada yang berbahaya bagi
kesehatan manusia, dalam kenyataannya bahkan ada yang bersifat karsinogenik.
Oleh karena itu, perlu diadakan pemisahan antara pewarna yang hanya digunakan
untuk industri nonpangan. Akan tetapi masih sering terjadi penyalahgunaan
pewarna sintetis nonpangan untuk pangan.
Bahan pewarna sintetis coal-tar
dyes dibagi menjadi dua golongan, yaitu
a. Diizinkan penggunaannya dalam
pembuatan pangan acid dyes (bahan
pewarna pangan sintetis asam), larut dalam air bahan pewarna pangan sintetis
yang larut dalam minyak.
b. Tidak diizinkan penggunaannya dalam
pembuatan bahan pangan :
-
Acid dyes (bahan pewarna pangan sintetis asam)
yang larut dalam air.
-
Basic dyes (bahan pewarna pangan sintetis basa)
yang larut dalam air.
-
Bahan
pewarna pangan yang larut dalam minyak.
Pemakaian bahan pewarna
sintetis dalam pangan walaupun mempunyai dampak positif bagi produsen dan
konsumen, diantaranya dapat membuat suatu pangan lebih menarik, meratakan warna
pangan, dan mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah
selama pengolahan, ternyata dapat pula menimbulkan hal-hal yang tidak
diinginkan dan bahkan mungkin memberi dampak negatif terhadap kesehatan manusia.
Beberapa hal yang mungkin memberi dampak negatif tersebut terjadi bila :
a. Bahan pewarna sintetis ini dimakan
dalam jumlah kecil, namun berulang.
b. Bahan pewarna sintetis dimakan dalam
jangka waktu lama.
c. Kelompok masyarakat luas dengan daya
tahan yang berbeda-beda, yaitu tergantung pada umur, jenis kelamin, berat
badan, mutu pangan sehari-hari, dan
keadaan fisik.
d. Berbagai lapisan masyarakat yang
mungkin menggunakan bahan pewarna sintetis secara berlebihan.
e. Penyimpanan bahan pewarna sintetis
oleh pedangang bahan kimia yang tidak memenuhi persyaratan.
Absorpsi Ekskresi (faeces)
Senyawa Terikat
Senyawa tidak terikat
|
dan konjugasi
(jaringan) Tempat
penyimpanan
(jaringan) Sirkulasi
enterohepatik
(empedu)
Ginjal Kandung kemih (urine)
Gambar
3.1
Skema Absorpsi, Distribusi, Metabolisme, dan Ekskresi Zat Pewarna (Schanker,
1964) dalam Cornellius, B., (1984)
Zat warna yang
dimetabolisme dan atau dikonjugasi dihati, selanjutnya ada juga yang ke empedu
memasuki jalur sirkulasi enterohepatik. Zat warna azo yang larut dalam air
diekskresi secara kuantitatif melalui empedu, sedangkan yang larut dalam lemak diabsorpsi
sempurna tanpa metabolisme dalam usus, melainkan dimetabolisme dalam hati oleh
azi-reduktase membentuk amin primer yang sesuai, atau dapat juga dihidrolisis
dan N atau O-dealkilasi oleh enzim mikrosomal hati, atau diikat oleh
protein-protein hati. Senyawa yang merupakan metabolit polar cepat dieliminasi
lewat urine. Beberapa senyawa azo, terurai padaikatan azo-nya membentuk ikatan
aminonaftol. Misalnya, Citrus Red No. 2 dalam ekskresinya pada urine tikus yang
telah diberi makan zat warna tersebut, ternyata menjadi senyawa
1-amino-2-naftilsulfat dan 1-amino-naftilglukuronida (Cornelius B.,1984).
Dr.
Kinosita telah melihat adanya efek karsinogenik pada iritasi kimia. Salah satu
percobaannya adalah dengan cara memberi makanan hewan-hewan percobaan dilaboratorium
dengan senyawa-senyawa zat warna yang dianggap karsinogen. Untuk dosis ± 3 mg/hari pada tikus-tikus, sebagian mati sebelum 30 hari,
sisanya yang mampu bertahan sampai hari ke-150, telah terkena macam-macam tumor
hati, dengan dosis kecil pun (± 1 mg/hari) pada
semua tikus berkembang tumor hati, dalam hal ini zat warna yang digunakan
adalah butter yellow. Keadaan kanker
pasti terjadi sesudah adanya iritasi pada tubuh tikus. Tahap demi tahap dicoba
dengan sungguh-sungguh meneliti bagaimana, kapan, dan dimana kanker terjadi.
Efek kronis yang
diakibatkan zat warna azo yang dimakan dalam jangka waktu lama, pada percobaan
dipakai ortoaminoazo-toluen yang menyebabkan kanker hati. Selain
senyawa-senyawa azo lain mengakibatkan kanker walaupun efeknya lebih kecil dan
waktunya lebih lama. Dan para ilmuwan pada umumnya mempergunakan zat warna azo
dalam penelitiannya, karena hampir 90% dari bahan pewarna pangan terdiri dari
zat warna azo.
Zat warna di
absorpsi dari dalam saluran pencernaan makanan dan sebagian dapat mengalami
metabolisme oleh mikroorganisme dalam usus. Dari saluran pencernaan dibawa
langsung ke hati, melalui vena portal atau melalui sistem limpatik ke vena kava
superior. Didalam hati, senyawa dimetabolisme dan atau dikonjugasi, lalu ditransportasikan
ke ginjal untuk diekskresikan bersama urine. Senyawa-senyawa tersebut dibawa
dalam aliran darah sebagai berikut : (1) sebagai molekul-molekul yang tersebar
dan melarut dalam plasma, (2) sebagai molekul-molekul yang terikat reversibel
dengan protein dan konstituen-konstituen lain dalam serum, dan (3) sebagai
molekul-molekul bebas atau terikat tanpa mengandung eritrosit dan unsur-unsur
lain dalam pembentukan darah.
D.
Analisis Bahan Pewarna Sintetis
Telah diketahui berbagai jenis pangan
dan minuman yang beredar di Indonesia, baik secara sengaja maupun tidak
disengaja telah diwarnai dengan pewarna tekstil atau yang bukan food grade, yang tidak diizinkan
digunakan dalam pangan. Pewarna-pewarna tersebut memang lebih banyak digunakan
untuk tekstil, kertas, atau kulit.
Seperti telah
diketahui, berdasarkan beberapa penelitian telah dibuktikan bahwa beberapa
pewarna tekstil yang tidaK diizinkan tersebut bersifat racun bagi manusia
sehingga dapat membahayakan kesehatan konsumen, dan senyawa tersebut mempunyai
peluang dapat menyebabkan kanker pada hewan-hewan percobaan.
Laboratorium
penelitian yang sudah maju, analisis pewarna pangan sudah rutin dilakukan
dengan berbagai metode, teknik, dan cara. Sebagian besar dari cara analisis
tersebut masih berdasarkan suatu prinsip kromatografi ataupun menggunakan alat
spektrofotometer. Cara tersebut digunakan untuk mendeteksi zat pewarna tersebut
secara teliti, karena itu minimal diperlukan fasilitas yang cukup serta
dituntut tersedianya pelarut organik yang biasanya cukup mahal harganya.
Disamping itu, teknik tersebut juga memerlukan waktu yang cukup lama.
Beberapa
penelitian telah dilakukan untuk mencari metode yang praktis, tetapi teliti
untuk mengidentifikasi adanya pewarnaan sintetis dan bila perlu dapat membedakan
jenis pewarna sintetis dalam pangan. Hal tersebut penting sekali bagi
laboratorium pangan, pembuat kebijaksanaan, dan organisasi pelindung konsumen
agar mempunyai suatu teknik atau metode
analisis yang cepat kerjanya dan dapat membedakan antara zat pewarna
pangan dengan pewarna tekstil. Teknik analisis tersebut seyogianya yang cukup
sederhana sehingga mudah dilakukan ditingakt rumah tangga dan dilapangan bagi
penjual zat pewarna atau penjual pangan. Adanya kebutuhan yang mendesak
tersebut juga ditegaskan oleh JECFA..
1. Teknik Analisis Sederhana
Babu, S. dan Indushekhar, S., (1990), dari NIN Hyderabad India,
telah melaporkan hasil penelitiannya, bahwa deteksi zat pewarna sintetis dapat
dilakukan secara sederhana dan dengan menggunakan peralatan yang sederhana,
seperti gelas, air, dan kertas saring. Sehingga tidak diperlukan adanya pelarut
ataupun memerlukan tersedianya peralatan khusus. Metode dapat dikerjakan di
rumah maupun di lapangan. Keistimewan atau keuntungan penting dari metode
tersebut karena cara analisisnya tidak membutuhkan ketersediaan zat
pewarna-pewarna standar apapun.
Ide dari metode
sederhana itu didasarkan pada kemampuan zat pewarna tekstil yang berbeda dengan
zat pewarna pangan sintetis, diantaranya karena daya kelarutannya dalam air yang
berbeda. Zat pewarna tekstil seperti Rhodamin B (merah), methanil yellow (kuning), dan malachite
green (hijau), bersifat tidak larut dalam air.
Sedangkan prinsip kerjanya adalah kromatografi dengan pelarut air
(PAM, destilasi, atau air sumur). Setelah zat pewarna diuji di ujung kertas
rembesan (elusi), air dari bawah akan mampu menyeret zat-zat pewarna yang larut
dalam air (zat pewarna pangan) lebih jauh dibandingkan dengan zat pewarna
tekstil.
Cara kerja
analisis tersebut adalah melarutkan suatu zat pewarna yang dicurigai kedalam
air destilasi, shingga diperoleh konsentrasi 1,0 mg/ml atau 1 g/l, kemudian
larutan tersebut diujikan (spot) pada
± 2 cm dari ujung kertas saring yang berukuran 20×20 cm. Selanjutnya, kertas
saring tersebut dimasukkan ke dalam gelas yang telah diisi air secukupnya
(diletakkan 1-1,5 cm dari dasar gelas). Air akan dihisap secara kapiler atau
merembes ke atas, dan air dibiarkan merembes sampai
tinggi gelas. Kertas saring diangkat dan
dikeringkan di udara. Setelah kering, kertas dilipat dua dan dilipat lagi
menjadi tiga, sehingga terdapat 8 bagian antara spot asli dan batas pelarut.
Seluruh analisi itu dapat selesai kurang dari 1,5 jam. Hasilnya, zat pewarna
tekstil tidak bergerak pada tempatnya.
Keunggulan cara
ini praktis untuk mengecek atau mengidentifikasi zat warna dan kemasan yang
akan digunakan untuk mengolah pangan secara spesifik. Bila akan menganalisis
zat warna yang terdapat dalam pangan, harus diekstraksi dulu sehingga
mendapatkan larutan dengan konsentrasi 1 g/l zat pewarna.
Tabel 3.8 Pembagian Pewarna Sintetis Berdasarkan Kemudahannya
Larut dalam Air
Pewarna
Sintetis
|
Warna
|
Mudah Larut
dalam Air
|
Rhodamin B
|
Merah
|
Tidak
|
Methanil Yellow
|
Kuning
|
Tidak
|
Malachite Green
|
Hijau
|
Tidak
|
Sunset Yellow
|
Kuning
|
Ya
|
Tartrazine
|
Kuning
|
Ya
|
Brilliant Blue
|
Biru
|
Ya
|
Carmosine
|
Merah
|
Ya
|
Erythrosine
|
Merah
|
Ya
|
Fast Red E
|
Merah
|
Ya
|
Amaranth
|
Merah
|
Ya
|
Imdigo Carmine
|
Biru
|
Ya
|
Ponceau 4R
|
Merah
|
Ya
|
Keunggulan lain dari metode sederhana
tersebut tidak diperlukannya standar pembanding (kecuali ingin mendeteksi zat
warna apa). Akan tetapi, hasil uji dengan metode tersebut perlu dikonfirmasi
lebih lanjut dengan uji yang dikerjakan di laboratorium dengan menggunakan
metode konvensional. Sehingga dapat benar-benar diyakini bahwa bahan pewarna
tersebut tidak mengandung dyes tekstik.
Hal itu penting karena terkadang hasil penelitian terbaru dapat mencabut izin
pemakaian bahan pewarna tertentu yang sebelumnya tercantum didalam daftar
pewarna yang diizinkan, seperti yang terjadi di India mengenai pemakaian Fast Red E. Metode sederhana itu telah
sukses dicoba di India pada beberapa obat dan kosmetik untuk diidentifikasi
apakah terdapat dyes tekstil yang
ditambahkan.
2. Analisis Zat Warna yang Dilarang (Rhodamin B dan Methanyl Yellow)
a. Cara Reaksi Kimia (SNI,1992)
Cara reaksi kimia
dilakukan dengan cara menambahkan pereaksi-pereaksiberikut : HCl pekat,
pekat, NaOH 100%, dan
10%. Lalu diamati reaksi apa yang terjadi
(reaksi perubahan warna) pada masing-masing sampel yang sudah dilakukan
pemisahan dari bahan-bahan pengganggu (matriks).
b. Cara Kromatografi Kertas (Charles, J.P.S., 1990, dan Tri Indraswari, W., 2000)
Sejumlah cuplikan 30-50 g
ditimbang dalam gelas kimia 100 mi, ditambahkan asam asetat encer kemudian
dimasukkan benang wool bebas lemak secukupnya, lalu dipanaskan diatas nyala api
kecil selama 30 menit sambil diaduk. Benang wool
dipanaskan dari larutan dan dicuci dengan air dingin berulang-ulang hingga
bersih. Pewarna dilarutkan dari benang wool
dengan penambahan ammonia diatas 10% diatas penangas air hingga sempurna.
Larutan bewarna yang dapat dicuci lagi
dengan air hingga bebas amonia.
Totolkan
pada kertas kromatografi, juga totolkan zat warna pembanding yang cocok
(larutan pekatan yang berwarna merah gunakan pewarnazat warna merah). Jarak
rambatan elusi 12 cm dari tepi bawah kertas. Elusi dengan eluen I
(etilmetalketon: aseton: air= 70: 30: 30) dan eluen II (2 g NaCl dalam 100 ml
etanol 50%). Keringkan kertas kromatografi diudara pada suhu kamar. Amati
bercak-bercak yang timbul.
Perhitungan/penentuan zat warna dengan cara mengukur
nilai Rf dari masing-masing bercak tersebut, dengan cara membagi jarak gerak
zat terlarut oleh jarak zat pelarut.
Rf =
E. Bahaya Efek Samping Pewarna Buatan
Beberapa studi ilmiah telah
mengaitkan penggunaan pewarna buatan dengan hiperaktivitas pada anak-anak.
Hiperaktivitas adalah suatu kondisi di mana anak mengalami kesulitan untuk
memusatkan perhatian dan mengontrol perilaku mereka.
Pada bulan November 2007,
sebuah hasil penelitian yang diterbitkan di jurnal medis terkemuka Lancet mengungkapkan bahwa beberapa zat pewarna
makanan meningkatkan tingkat hiperaktivitas anak-anak usia 3-9 tahun. Anak-anak yang mengkonsumsi makanan
yang mengandung pewarna buatan itu selama bertahun-tahun lebih
berisiko menunjukkan tanda-tanda hiperaktif. Selain risiko hiperaktif,
sekelompok sangat kecil dari populasi anak (sekitar 0,1%) juga mengalami efek
samping lain seperti: ruam, mual, asma, pusing dan pingsan.
Berikut adalah
beberapa jenis pewarna buatan yang populer dan efek samping yang ditimbulkan:
1. Tartrazine (E102 atau Yellow 5)
Tartrazine adalah pewarna kuning yang banyak digunakan dalam makanan dan
obat-obatan. Selain berpotensi meningkatkan hiperaktivitas anak, pada sekitar
1- 10 dari sepuluh ribu orang , tartrazine menimbulkan efek samping langsung seperti urtikaria (ruam kulit), rinitis
(hidung meler), asma, purpura (kulit lebam) dan anafilaksis sistemik (shock).
Intoleransi ini tampaknya lebih umum pada penderita asma atau orang yang
sensitif terhadap aspirin.
2. Sunset Yellow (E110, Orange Yellow S atau Yellow 6)
Sunset Yellow adalah pewarna yang dapat ditemukan dalam makanan seperti jus
jeruk, es krim, ikan kalengan, keju, jeli, minuman soda dan banyak obat-obatan. Untuk
sekelompok kecil individu, konsumsi pewarna aditif ini dapat menimbulkan
urtikaria, rinitis, alergi,
hiperaktivitas, sakit perut, mual, dan muntah.
Dalam beberapa penelitian ilmiah,
zat ini telah dihubungkan dengan peningkatan kejadian tumor pada hewan dan
kerusakan kromosom, namun kadar konsumsi zat ini dalam studi tersebut jauh
lebih tinggi dari yang dikonsumsi manusia. Kajian Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) tidak menemukan bukti insiden tumor meningkat baik dalam jangka
pendek dan jangka panjang karena konsumsi Sunset Yellow.
3. Ponceau 4R (E124 atau SX Purple)
Ponceau 4R adalah pewarna merah hati yang digunakan dalam berbagai
produk, termasuk selai, kue, agar-agar dan minuman ringan. Selain
berpotensi memicu hiperaktivitas pada anak, Ponceau 4R dianggap karsinogenik (penyebab
kanker) di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, Norwegia, dan Finlandia.
US Food and Drug Administration (FDA) sejak tahun 2000 telah menyita permen dan
makanan buatan Cina yang mengandung Ponceau 4R. Pewarna
aditif ini juga dapat meningkatkan serapan aluminium sehingga melebihi batas
toleransi.
4. Allura Red (E129)
Allura Red adalah pewarna sintetis merah jingga yang banyak digunakan pada
permen dan minuman. Allura Red sudah dilarang di banyak negara lain,
termasuk Belgia, Perancis, Jerman, Swedia, Austria dan Norwegia.
Sebuah studi menunjukkan bahwa
reaksi hipersensitivitas terjadi pada 15% orang yang mengkonsumsi Allura Red.
Dalam studi itu, 52 peserta yang telah menderita gatal-gatal atau ruam
kulit selama empat minggu atau lebih diikutkan dalam program diet yang
sama sekali tidak mengandung Allura Red dan makanan lain yang diketahui dapat
menyebabkan ruam atau gatal-gatal. Setelah tiga minggu tidak ada gejala,
para peserta kembali diberi makanan yang mengandung Allura Red dan dimonitor.
Dari pengujian itu, 15% kembali menunjukkan gejala ruam atau gatal-gatal.
5. Quinoline Yellow (E104)
Pewarna makanan kuning ini
digunakan dalam produk seperti es krim dan minuman energi. Zat ini sudah
dilarang di banyak negara termasuk Australia, Amerika, Jepang dan Norwegia
karena dianggap meningkatkan risiko hiperaktivitas dan serangan asma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar