Sabtu, 20 Oktober 2012

Mumtaza



Bismillah,,
Sudah lama nanda ingin menulis tulisan ini untuk ummi dan abi. Sungguh hati nanda teriris ketika menulis tulisan ini. Tulisan yang menurut nanda sangat penting untuk nanda ingat dalam perjalanan hidup nanda. Nanda hanya ingin bercerita kejadian waktu itu, yang sebelumnya ummi sudah menceritakan dengan panjang lebar runtutan peristiwa itu. Begini ummi cerita pada nanda . . .

                Fajar itu adalah hari yang dinantikan oleh sepasang malaikat tanpa sayap. Untuk menyambut malaikat kecilnya. Hari itu hujan gerimis membasahi bumi ditempat mereka berada. Saat itu abi sedang terburu-buru karena ingin pergi keluar kota untuk urusan dinas. Namun, dengan hati yang tenang dan sabar abi menunggu kabar dari balik sebuah pintu kamar milik bidan Masriah. Tak berapa lama kemudian setelah adzan subuh terdengar pintu itu terbuka. Ada senyuman di wajah bidan itu. Disusul dengan sujud syukur dan air mata bahagia abi. Dari perjuangan panjang sang Bunda  , setelah ia mengucapkan sumpahnya pada Rabb-nya, bayi itu lahir kedunia. Perjuangan lelah, air mata, darah dan nafas tak pernah sama sekali membuat ummi mengeluh. Saat itu ummi percaya bahwa semua rasa sakit yang ummi rasakan akan terbayar dengan bayaran yang tak terhitung. Kalau tidak didunia pasti diakhirat. Sungguh ummi tak berharap apapun, kecuali bayi yang lembut hatinya itu dapat lahir kedunia ini. Bahkan ia rela menyerahkan jiwa dan raganya pada sang Khalik demi bayi itu. Ummi sangat ingin mendengar suara tangisannya. Tangisan itu pecah .Semua peluh kini sudah terbayar, bayi yang dinantikan kini sudah berada dalam pelukannya. Ummi menyentuh pipinya yang halus dan lembut. Hatinya kini telah menyatu dengan malaikat kecilnya. Ada ikatan yang terjalin diantara mereka. Ummi memberinya sebuah kekuatan baru dari air susunya. Bayi itu menikmati tegukan pertamanya.
Allahu Akbar, dari fajar itulah dimulai sejarah sang bayi...
Setelah abi memberikan adzan dan iqamah di kedua telinganya. Abi mengecup kening bayi itu dengan penuh kasih sayang. Sayang abi tak bisa berlama-lama untuk bercengkrama dengan bayi mungilnya. Karena tugas yang harus diembannya.
Alangkah indahnya hari itu. Melalui abi dan ummi, Allah memberinya anugerah. Anugerah sebuah nama. Nama yang singkat . Singkat tapi indah. Indah penuh makna. Amalia Mumtaza . Abi dan ummi berharap bayi itu menjadi seorang perempuan yang shalehah, memiliki akhlak mulia,seorang perempuan yang dapat melahirkan pemimpin-pemimpin bangsa yang amanah, jujur, fathanah. Menjadi panutan dan teladan minimal untuk anak-anaknya kelak. Menjadi seorang ummi yang dapat mendidik anak-anaknya dengan penuh kasih sayang. Menjadi seorang istri yang taat pada suaminya. Menjadikan Asiyah r.a, Aisyah r.a, Fatimah, Ummu Sulaim, dan sahabiyah-sahabiyah lainnya sebagai panutan. Yang rela mempersembahkan jiwa dan raganya demi membela agama Allah, seorang perempuan yang baik budi pekertinya, perempuan yang menjaga izzah dan iffahnya untuk Tuhannya. Dan masih banyak do’a dan harapan yang ummi dan abi panjatkan atas bayi itu.







                Bayi mungil itu pun mulai belajar sedikit demi sedikit untuk duduk, merangkak, berjalan dan akhirnya bisa berlari. Memang membutuhkan waktu yang lama, namun dengan penuh kesabaran ummi mengajarinya secara perlahan. Tak lupa ummi mengajarinya untuk berdo’a, minimal memulai sesuatu dengan membaca basmallah. Ummi mengajarinya banyak hal adab-adab berdo’a, shalat, dan lain-lain. Sedini mungkin ummi mengajari bayi itu untuk menutup aurat. Karena ummi sadar bahwa aurat itu adalah sebuah martabat yang harus dijaga oleh pemiliknya.

                Bayi itu pun kini tumbuh menjadi seorang gadis. Namun entah mengapa seiring dengan perjalanan waktu gadis itu semakin buruk akhlaqnya. Semua do’a-do’a yang pernah diajarkan ia lupa begitu saja. Semua tahfidzul qur’an yang pernah ia hafalkan tak bisa mengingat. Hatinya yang putih kini mulai menghitam, seiring dengan kesalahan-kesalahan yang diperbuat. Ia mengingkari janjinya pada Tuhan. Bahkan pada malaikat tanpa sayap ia berani membangkang dan durhaka. Sungguh hina ia saat itu. Gadis itu salah bergaul. Ia begitu cepat terpengaruh oleh kawan-kawannya. Tapi sungguh Allah, ummi dan abi memiliki kesabaran dan ketabahan yang sungguh sangat. Dengan penuh kelembutan ummi dan abi tetap membimbing dan meluruskan apa saja hal yang harus diperbaiki. Tapi memang dasar, si gadis tak menggubris semua nasihat dari ummi dan abi. Ia tetap membangkang. Semua nasihat itu seperti angin lalu yang tak berarti apa-apa bagi dirinya. Oh... Allah cara apa yang bisa menyadarkan gadis ini agar mau kembali kepada-Mu. 





                Dan suatu hari, ada kejadian yang tak bisa dilupakan oleh sang gadis. Ia begitu berharap Tuhannya dapat membantu menyelesaikan semua masalah yang dihadapi. Padahal masalah itu begitu kecil. Namun hatinya yang sempit tak bisa mengatasi. Ia berharap dan memohon pada Tuhan dengan penuh kekhusyukan. Ia kembali hanya ketika ada maunya. Ketika do’a yang ia pinta sudah terkabul. Ia pun kembali seperti dulu. Namun dari kejadian demi kejadian ia merasakan indahnya dan nikmatnya hidup bersama Sang Pencipta yang selalu ada disisi. Masalah yang ia hadapi begitu indah dirasa. Hatinya yang kosong dan hampa kini sedikit demi sedikit mulai terisi oleh cahaya keimanan. Namun begitulah iman terkadang naik dan turun. Suatu ketika ia bisa menjadi orang yang baik, dan suatu ketika ia bisa menjadi orang yang paling buruk. Memang begitulah hakikatnya.

                Lagi-lagi sedikit demi sedikit ia mulai mengerti arti kehidupan ini. Semua semu dan hidup ini adalah sebuah perjalanan. Perjalanan yang dapat mengantarkan kita ke alam akhirat yang kekal abadi. Ia mulai menyadari bahwa semua yang dilakukannya sia-sia tiada guna. Tak ada yang berarti bila ia mengejar dunia. Sesuai fitrahnya manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah semata. Dari amal-amal ibadah itulah akan diperoleh pahala yang menjadi bekal untuk alam akhirat. Alhamdulillah, sudah ia tekadkan untuk merubah dirinya menjadi insan yang baik. Memang tak ada yang sempurna, selalu saja ada kekurangan yang nampak. Ia terus belajar dari kekurangan itu dan terus memperbaiki diri.

Suatu saat ia bertanya pada sang ummi.
“ ummi, adakah yang ummi inginkan atas diri nanda ?”
Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari bibirnya .
“ yang paling ummi inginkan didunia ini adalah anak-anak yang shaleh. Tak ada yang lebih berarti bagi ummi daripada itu. Ummi hanya ingin ,kelak diakhirat kita semua bisa berkumpul lagi di surga-Nya Allah.”

Sungguh ummi hati nanda teriris mendengar jawaban yang keluar dari bibir ummi. Nanda tak sanggup untuk mengembannya. Ummi, bagaimana dengan do’a dan harapan ummi abi atas diri nanda ketika Allah memberi nanda anugerah sebuah nama ? jujur nanda tak sanggup untuk melakukannya. Nanda tahu ummi dan abi sadar betul akan hakikat dari anak-anak yang shaleh. Seandainya nanti nanda menjadi orang tua, apalah yang nanda harapkan selain anak-anak yang shaleh shalehah. Oh...ummi Oh...abi. maafkan anakmu yang belum bisa menjadi anak yang shaleh. Namun nanda tetap berusaha semampu nanda untuk menjadi anak yang shaleh.

                Suatu hari ia dituntut untuk mandiri. Menuntut ilmu yang bisa menjadi bekal masa depannya kelak. Sungguh hatinya tak ingin berpisah dengan ummi dan abi. Sebenarnya pun, ia pergi ke tempat itu dengan hati yang setengah enggan dan tak ikhlas. Kerana ia menginginkan tempat yang jauh di pulau sana. Namun lagi-lagi abi mempertimbangkan semua konsekuensinya. Anaknya yang satu ini tak bisa dilepas begitu saja. Jauh dari pantauan orang tua. Apalagi abi sudah tahu tabiat dari anaknya yang satu ini. Yang gampang sekali terpengaruh oleh kawan-kawannya. Abi takut bila disana nanti ia terpengaruh oleh hal yang tidak-tidak. Abi sangat menjaga putri-putrinya dari hal-hal buruk.


To be continued ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar