Jumat, 10 Mei 2013

Riwayat Alamiah Penyakit "Leptospirosis"



Pengantar IKM
“Leptospirosis”


Amalia Mumtaza
FKM A 2012

A.      Leptospirosis
          Banyak media massa menayangkan sekitar “penyakit paska banjir” yang dinamakan leptospirosis. Sebenarnya, penyakit leptospirosis ini bukanlah penyakit baru, apalagi di dunia kedokteran telah dikenal lama sekali, bahkan vaksinasi pada hewan terhadap leptospirosis sudah menjadi pekerjaan rutin. Selama ini leptospirosis diabaikan begitu saja padahal penyakit ini tergolong penyakit hewan menular kepada manusia yaitu sebagai zoonosis yang sangat penting.
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri bernama leptospira yang telah diketahui dari aspek imunologiknya banyak mempunyai serovars, yaitu ± 175 serovars. Pada hewan, serovars yang sering diidentifikasi adalah L. hardjo, L. pomona, L. grippotyphosa, L. canicola, dan L. ichterohaemorrhagiae. Penyakit ini dapat menyerang semua usia, tetapi sebagian besar berusia antara 10-39 tahun. Sebagian besar kasus terjadi pada laki-laki usia pertengahan, mungkin usia ini adalah faktor resiko tinggi tertular penyakit ini. Laki-laki memiliki risiko terkena leptospirosis sebesar 3,59 kali dibandingkan perempuan..

B.      Riwayat Alamiah Leptospirosis
1.       Tahap Prepatogenesis
Di Indonesia, penularan paling sering terjadi melalui tikus pada kondisi banjir Keadaan banjir menyebabkan adanya perubahan lingkungan seperti banyaknya genangan air, lingkungan menjadi becek, berlumpur, serta banyak timbunan sampah yang menyebabkan mudahnya bakteri Leptospira berkembang biak .Air kencing tikus terbawa banjir kemudian masuk ke tubuh manusia melalui permukaan kulit yang terluka, selaput lendir mata dan hidung. Sejauh ini tikus merupakan reservoir dan sekaligus penyebar utama Leptospirosis  karena bertindak sebagai inang alami dan memiliki daya reproduksi tinggi. Beberapa hewan lain seperti sapi, kambing, domba, kuda, babi, anjing dapat terserang Leptospirosis, tetapi potensi menularkan ke manusia tidak sebesar tikus .Setelah bakteri Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, maka bakteri akan mengalami multiplikasi (perbanyakan) di dalam darah dan jaringan. Selanjutnya akan terjadi leptospiremia, yakni penimbunan bakteri Leptospira di dalam darah sehingga bakteri akan menyebar ke berbagai jaringan tubuh terutama ginjal dan hati

2.       Tahap Patogenesis
·         Inkubasi
Masa inkubasi Leptospirosis pada manusia yaitu 2 - 26 hari. Infeksi Leptospirosis mempunyai manifestasi yang sangat bervariasi dan kadang tanpa gejala, sehingga sering terjadi kesalahan diagnosa. Infeksi L. interrogans dapat berupa infeksi subklinis yang ditandai dengan flu ringan sampai berat Hampir 15-40 persen penderita terpapar infeksi tidak bergejala tetapi serologis positif Sekitar 90 persen penderita jaundis ringan, sedangkan 5-10 persen jaundis berat yang sering dikenal sebagai penyakit Weil.
·         Penyakit Dini
Dikenal fase awal atau fase leptospiremik karena bakteri dapat diisolasi dari darah, cairan serebrospinal dan sebagian besar jaringan tubuh. Pada stadium ini, penderita akan mengalami gejala mirip flu selama 4-7 hari, ditandai dengan demam, kedinginan, dan kelemahan otot Gejala lain adalah sakit tenggorokan, batuk, nyeri dada, muntah darah, nyeri kepala, takut cahaya, gangguan mental, radang selaput otak (meningitis), serta pembesaran limpa dan hati. Selain itu ada juga gejala lain seperti Malaise , Rasa nyeri otot betis dan punggung , Konjungtivitis tanpa disertai eksudat serous/porulen (kemerahan pada mata). Pada periode peralihan fase selama 1-3 hari kondisi penderita membaik.
·         Penyakit Lanjut
Masa tunas berkisar antara 2-26 hari (kebanyakan 7-13 hari) rata-rata 10 hari.
Pada leptospira ini ditemukan perjalanan klinis bifasik berupa Leptopiremia (berlangsung 4-9 hari) timbul demam mendadak, diserta sakit kepala (frontal, oksipital atau bitemporal). Pada otot akan timbul keluhan mialgia dan nyeri tekan (otot gastronemius, paha pinggang,) dandiikuti heperestesia kulit. Gejala menggigil dan demam tinggi, mual, muntah, diare, batuk, sakit dada, hemoptisis, penurunan kesadaran, dan injeksi konjunctiva. Injeksi faringeal, kulit dengan ruam berbentuk makular/ makolupapular/urtikaria yang tersebar pada badan, splenomegali, dan hepatomegali.

C.      Tahap Pascapatogenesis
1.       Fase imun (1-3 hari)
Fase imun yang berkaitan dengan munculnya antibodi IgM sementara konsentrasi C­3, tetap normal. Meningismus, demam jarang melebihi 39oC. Gejala lain yang muncul adalah iridosiklitis, neuritis optik, mielitis, ensefalitis, serta neuripati perifer.
2.       Fase penyembuhan (minggu ke-2 sampai minggu ke-4)
Leptospirosis yang ringan dapat diobati dengan antibiotik doksisiklin, ampisillin, atau amoksisillin. Sedangkan Leptospirosis yang berat dapat diobati dengan penisillin G, ampisillin, amoksisillin dan eritromisin. Pada fase ini ditemukan adanya gejala demam atau nyeri otot yang kemudian berangsur-angsur hilang.

D.      Pencegahan dan Penaggulangan
·         Tindakan Pencegahan Primer
a.       Kita harus waspada dengan cemaran air kencing hewan (tidak hanya tikus saja).
b.      Lakukan tindakan sanitasi dan hiegenik.
c.       Perilaku hidup sehat dan bersih adalah ciri utama untuk menanggulangi penyakit tanpa biaya.
d.      Karena tikus adalah hewan jorok, tersebar dimana-mana, mengembara kemana saja selama paska banjir, dan memang merupakan hewan utama pembawa dan penyebar leptospirosis, maka pemberantasan terhadap hewan ini terkait langsung dengan pemberantasan leptospirosis bahkan penyakit lain seperti pes.
e.      Masyarakat hendaklah membiasakan diri membeli daging di kios-kios daging yang mempunyai izin. Rumah potong hewan yang legal dan ada tanda stempel.
·        Tindakan Pencegahan Sekunder
Leptospirosis yang ringan dapat diobati dengan antibiotik doksisiklin, ampisillin, atau amoksisillin. Sedangkan Leptospirosis yang berat dapat diobati dengan penisillin G, ampisillin, amoksisillin dan eritromisin. Dan sebaiknya waspada terlebih dahulu sebelum terserang penyakit ini.
·          Tindakan Pencegahan Tersier
Rehabilitasi fisik, mental, dan sosial atas penyakit menular tersebut. Salah satunya dengan cara membangkitkan kepercayaan diri orang yang terkena penyakit untuk kembali bersosialisasi dan melakukan aktifitas seperti yang biasa ia lakukan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar